“Apa? Kamu mau mempekerjakan Nilam di kantor? Kamu jangan aneh, King. Aku tidak setuju,” geleng Eren, sebagai istri pertama ia menganggap Nilam seperti hama yang dapat menularkan perasan terhadap King.
“Memangnya kenapa kalau saya pekerjakan Nilam di kantor?”
“Kamu jangan berlebihan, King. Kamu tidak mungkin melakukan itu tanpa izinku.”
“Eren, jangan membuat saya pusing, kenapa setiap ada hal yang saya bicarakan kepadamu, tidak pernah kamu setujui?”
“Karena aku tidak suka pada Nilam, hari ini karena dia kamu mempermalukan aku,” kata Eren.
“Apa? Aku mempermalukanmu?”
“Ya. Mama dan Papa akhirnya tahu siapa Nilam,” kata Eren lagi lalu memunggungi King. “Semua orang juga melihat aku begitu menyedihkan.”
“Aku memang berencana memberitahu orangtuamu tentang ini, tidak baik jika disembunyikan,” kata King.
“King, kamu berubah,” kata Eren. “Hari ini kamu bisa tidur dengan Nilam, jangan tidur di kamarku,” kata Eren mengusir suaminya pergi.
“Aneh kamu.” King melangkah pergi meninggalkan Eren.
Eren kesal dan langsung membuang barang-barang yang ada di depannya. Ia tidak tahu ini cemburu atau bukan, tapi ia lebih kesal kepada Nilam.
Sesaat kemudian, pintu kamar kembali terbuka.
“Aku sudah bilang pergi kamu ke kamar Nilam,” teriak Eren membuang bantal kehadapan Raikal yang sempat ia anggap King. “Raikal?”
“Sepertinya aku datang disaat waktu yang tidak tepat,” kata Raikal.
Eren menggeleng lalu duduk di tepi ranjang, lalu berkata, “Aku kesal pada kakakmu. Dia selalu melakukan semua hal sesuai yang dia inginkan.”
“Aku tebak saat ini kamu seperti ingin memakan Nilam hidup-hidup.”
“Heem. Hanya kamu yang memahamiku,” kata Eren. “Semua ini jadi salahku, mereka semua mengatakan karena aku yang tidak mau hamil, karena aku yang menolaknya, aku yang salah. Semua aku yang salah. Apa keluarga ini tidak bisa hidup tanpa seorang ahli waris?”
“Sayang, sabar lah, aku tahu bagaimana perasaanmu,” kata Raikal membelai rambut Eren.
Ternyata diam-diam mereka memiliki hubungan gelap yang tidak diketahui keluarga. Eren membaringkan kepalanya di bahu Raikal, membuat Raikal mengecup kepala Eren.
“Bagaimana kalau besok kita ke Sidney?” tanya Raikal.
“Heem? Liburan lagi?”
“Iya. Kamu pasti lelah dengan hal yang terjadi di rumah ini.”
“Baiklah. Kita ketemu di Bandara,” kata Eren. “Aku juga sudah merindukanmu,” bisik Eren genit.
Raikal mengecup bibir Eren, lalu ciuman mereka berubah menjadi liar, satu tangan Raikal meremas gundukan Eren, membuat Eren mengerang. Sementara itu, King menonton keduanya di PC miliknya, ada kamera tersembunyi yang sudah ia simpan diam-diam di kamar, itu semua untuk melihat siapa saja yang berniat jahat kepadanya.
Semenjak ibunya pergi dan meninggalkan keluarga Sanjaya, King memang tidak percaya pada siapa pun lagi selain dirinya sendiri, jadi ia berusaha waspada.
King juga sudah tahu tentang hubungan perselingkuhan Eren dan Raikal, namun tidak mempersoalkan hal itu dan masih mengikuti permainan mereka.
Selama ini juga King tahu jika Eren pergi bukan benar-benar bekerja, melainkan berlibur dengan Raikal.
***
“Eren, kamu mau pergi lagi?” tanya Wanda.
“Iya, Mi. Aku ada pekerjaan di Jerman,” kata Eren.
“Kenapa jauh sekali?” tanya Wanda.
“Kali ini pekerjaannya cukup sulit,” jawab Eren.
“Berapa lama?”
“Mungkin satu minggu, Mi,” jawab Eren.
“Lama juga, ya,” kata Wanda.
“Kenapa buru-buru sekali? Kamu tidak sarapan?” tanya Nenek Lena.
“Tidak, Nek. Soalnya penerbanganku sebentar lagi,” jawab Eren. “Aku akan sarapan dipesawat.”
Rudi menyikut King agar mau mengatakan sesuatu sebelum istrinya pergi. King sudah tahu tujuan Eren pergi dan akan bersama siapa, namun ia memilih diam saja, karena sejak awal pernikahan, ia memang tidak memiliki perasaan apa pun pada Eren.
“Saya akan mengantarmu,” kata King.
“Ehh tidak usah, tidak usah,” tolak Eren.
“Kenapa kamu terkejut begitu?”
“Maaf, maksudku tidak perlu aku bisa pergi sendiri.”
Eren tidak mau ketahuan jika Raikal menunggunya di Bandara. Eren menghela napas dan berkata, “Kalau begitu, aku pergi dulu, soalnya penerbanganku sebentar lagi.”
“Kamu hati-hati, ya, nanti kalau pekerjaanmu selesai langsung pulang, kita akan shopping,” kata Wanda.
“Oh iya, King, jangan lama-lama menduakan aku.”
King menoleh sesaat melihat Nilam yang sejak tadi diam saja, King hanya mengangguk mengiyakan.
Eren lalu pergi dan meninggalkan keluarga Sanjaya. King tahu betul semunafik apa istrinya itu, namun akan ada saatnya dimana semuanya ketahuan.
Seperti biasanya, Nilam mengurus suaminya, memuat beberapa lauk di atas piring, sementara itu Nenek Lena senang melihatnya, walau Eren pergi setidaknya ada Nilam yang menggantikan posisinya.
“Hari ini kamu bekerja, ‘kan?” tanya Nenek Lena.
Nilam mengangguk dengan senyuman tipis.
“Bekerja dimana?” tanya Rudi.
“Dia akan bekerja menjadi marketing di perusahaan.”
“Kamu yang merekomendasikannya?” tanya Rudi menatap putranya.
King mengangguk. “Saya tidak mau jika ada bahaya yang menimpa Nilam disaat dia sedang hamil, jadi ada baiknya dia bekerja di perusahaan.”
“Bagus. Itu lebih baik,” sambung Lena.
“Kamu melakukan apa sampai King mau mempekerjakanmu?” tanya Wanda memandang kesal ke arah Nilam.
“Ini di perusahaan saya, bukan di perusahaan Papi,” kata King yang mengatakan bahwa ia lebih berhak atas itu semua.