Tak Irit Bicara

783 Words
"Tumben kamu gak naik motor?" Farel membuka kaca mobil saat menatapku yang berdiri kaku di depan gerbang kampus dengan hati pilu. Aku melengos dengan d**a sesak membayangkan Mela dan Desti bakal menertawakanku karena ternyata, Mas Aryan masih tetap menambatkan hati pada Mela meski lelaki tampan itu kini telah bergelar suami. Suami seorang Kasandra Anindita. Farel turun dari mobil dan meraih tanganku. "Ayo. Aku anter kamu pulang," ujarnya menawarkan jasa. Apa-apaan dia ini? Aku menggeleng dan menatap Farel dengan mata yang mungkin semakin memerah. "Aku udah pesen ojek online, Rel," tuturku dengan tenggorokan yang rasanya tercekat karena menahan rasa cemburu. Tampak Mas Aryan membuka kaca pintu mobilnya. Dari kejauhan, tampak lelaki tampan itu memandang ke arahku dan Farel tanpa berkata-kata. Aku tak mengerti apa yang dipikirkan suamiku sekarang. Apa dia tengah berpikir kenapa Mela lambat keluar? "Mendung loh, ini, Ndra," ucap Farel memperingatkan. Tumben dia baik hari ini? Ada apa? Apa dia punya maksud terselubung? "Habisnya gimana, aku udah pesen, masa iya mau dicancel?" gerutuku sambil menatap kesal pada Farel. Farel masuk kembali ke dalam mobil dan menggerakkannya lantas memarkir agak jauh dari pintu gerbang. Lelaki bertubuh tinggi itu kemudian menghampiriku yang masih masygul karena Kang Ojol tak kunjung datang sekaligus terbakar api cemburu karena suamiku datang ke kampus sore ini. "Hape kamu mana?" tanya Farel lantang, persis seperti preman yang tengah berbicara dengan orang yang akan dia palak. Aku benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran lelaki begajulan ini. Kenapa juga dari dulu dia selalu sibuk mencampuri urusanku? Apa pentingnya buat dia? "Buat apa?" tanyaku dengan nada protes. Mau apa coba si jangkung ini? "Sini!" Farel memaksaku memberikan ponsel yang kugenggam. "Ih, ngapain, maksa? Orang hape aku, kok!" Aku berkata geram pada lelaki menyebalkan ini. "Sini!" Farel merebut paksa ponsel dari tanganku. Sikapnya dari dulu selalu sama. Menyebalkan. "Pake dipola segala lagi!" protes Farel saat ponselku telah beralih ke tangannya. Aku berdecak sebal dengan perangai lelaki yang senantiasa membuatku kesal ini. "Suka-suka aku, lah, orang hape aku." Aku bersedekap kesal saat menatap lelaki beriris mata coklat yang seringnya tampil slengekan dan petakilan. "Cepetan bukain polanya!" Farel memaksa seraya mengulurkan ponsel padaku. Dengan terpaksa aku menurutinya membuka pola di handphone-ku sendiri. "Cancel." Senyum Farel terkembang setelah menekan tombol cancel pada aplikasi ojek online berwarna hijau yang bisa diandalkan dalam keadaan darurat. "Ya ampun, main cancel aja! Itu Kang Ojolnya udah sampai." Mataku terbuka lebar saat menyadari nomor plat motor yang bakal menjadi driverku sore ini sudah di depan mata. "Pak, maaf, temen saya cancel aja ya, ngojeknya." Farel cengar-cengir saat Kang Ojol yang sedari aku tunggu-tunggu kedatangannya memarkir motor tepat di hadapan kami. Driver ojol berseragam hijau diam terpekur melihat tampang tak bersalah Farel. "Ndra, kamu tadi udah bayar pakai gopay belum?" Farel mengalihkan pandangan padaku. "Belum, kan aku ada duit cash," jawabku cepat. Kulihat Farel mengambil dompet dari saku celananya. Ditariknya satu lembaran merah dari sana dan tanpa banyak bicara mengulurkan uang tersebut pada driver ojol yang motornya seharusnya aku tumpangi. "Ini, Pak. Ganti ruginya. Temen saya cancel, ya." Farel menyerahkan uang sambil cengar-cengir. Sang driver tersenyum senang sambil mengangguk saat menerima uang yang Farel ulurkan. "Makasih, Mas!" "Sama-sama," balas Farel sambil tersenyum manis. Senyumnya kali ini bahkan mengalahkan manisnya gula diet tropicana slim. "Sok tajir!" ejekku pada lelaki bertubuh sixpack tapi berkelakuan nyinyir yang entah kenapa hari ini bertingkah sok baik padaku. "Emang gue tajir kali," seloroh Farel sambil cengar-cengir. Dalam diam aku menoleh menatap suamiku yang masih dalam posisinya sedang menunggu Mela, mungkin. "Yuk aku anterin kamu pulang!" Farel menarik tanganku dan menuntunku agar ikut bersamanya naik ke mobil miliknya. Belum sempat aku menaiki mobil Farel, kudengar Mas Aryan memanggil namaku dengan lantang. "Sandra …." Aku menoleh saat mendengar suara indah itu menyebut namaku. Dengan kaku, Farel melepas pegangan tanganku kala menyadari ada seorang pria memanggil namaku. "Mas Aryan?" Dengan suara bergetar dan hati sesak menahan rasa cemburu yang masih bersemayam di hati, aku tertunduk selepas menatap wajah suamiku yang selalu terlihat tampan dalam segala situasi. Mas Aryan diam membisu menatapku. Apa yang ada di pikirannya sekarang aku tidak tahu. Apa mungkin dia senang karena ada lelaki lain mendekatiku? Dan kesempatannya untuk kembali pada Mela terbuka lebar? Hatiku kembali perih membayangkan suami yang kucintai ini akan kembali pada Mela. "Mas, aku ijin pulang sama Farel, ya?" Ucapku lirih saat meminta izin pada suamiku. Ah, pasti dia bakal secepat kilat memberiku izin mengingat aku bukanlah seorang yang penting di hatinya. Farel hanya cengar-cengir santai menatap suamiku yang entah kenapa wajahnya tampak lebih kaku dari biasanya. "Kamu, mau pulang sama Farel? Omong kosong macam apa ini? Suamimu datang menjemput dan kamu ingin pulang dengan laki-laki lain?" tanya Mas Aryan panjang lebar dan penuh penekanan. Tumben sekali suamiku ini tak irit bicara? Ada apa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD