bc

LOVE YOU

book_age0+
2.8K
FOLLOW
30.9K
READ
possessive
one-night stand
opposites attract
friends to lovers
goodgirl
drama
twisted
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

First book of triplet series. Based on Deva story.

"Deva, apa lo mau tidur dengan gue?"

"... but friends not kiss each other. So why do you think i want having s*x with you?"

'Because i know you will do it.'

'Ya, gue akan melakukannya. Karena memang selalu begitu, tanpa gue sadari lo akan jadi prioritas buat gue,'

chap-preview
Free preview
CHAPTER 1
Anila tidak tau kapan tepatnya dia dan Deva menjadi sahabat. Anila hanya mengingat saat itu dia hanyalah anak berumur 7 tahun yang sangat hobby bermain barbie-barbiean sendirian, berhubung keluarganya tinggal di sebuah kompleks yang lebih banyak dihuni oleh orang yang sudah dewasa. Hal itu membuat Anila kesulitan untuk mencari teman seumurannya untuk bermain. Jadilah Anila lebih banyak bermain dirumahnya sendiri. Anila baru mempunyai teman seumuran untuk bermain waktu keluarga Deva pindah kekompleks yang sama dengan Anila. “Devaryo Mileno Hanjaya,” kata Deva saat itu dengan kepala dan dagu yang dinaikkan setinggi mungkin. Begitulah cara Deva memperkenalkan dirinya pada Anila. Tak ada sapaan, basa basi atau apapun itu untuk memulai perkenalan mereka. Bocah laki-laki itu langsung mengenalkan dirinya pada Anila karena disuruh oleh mamanya. Anila hanya bisa mendengus akan cara perkenalan Deva yang menurut Anila sangat angkuh. Anila merasa Deva adalah salah satu dari sekian banyak anak sombong yang Anila pernah kenal. Anila berpikir begitu karena kembarannya Deva saja mengenalkan nama mereka dengan nama panggilan mereka. Selain itu, mereka menggunakan nada yang begitu ramah. Tentu saja hal itu membuat Anila bisa langsung akrab dengan Divo dan Diva. Wajah keduanya yang selalu menyunggingkan senyum pada Anila juga membuat Anila mudah merasa diterima oleh keduanya. Berbeda dengan wajah kaku dan malas Deva yang selalu Deva tunjukkan padanya, membuat Anila malas untuk berteman dengan Deva. Membalas sikap formal dan terkesan sombong milik Deva, Anila juga mengenalkan dirinya dengan menggunakan nama panjangnya. Anila menyebutkan namanya dengan dagu yaang dinaikkannya setinggi dia bisa, “Anila Ryvia Renaldi.” Kesan pertama Anila saat mengenal Deva sangatlah tidak baik. Semua hal tentang Deva begitu buruk dimata Anila. Menurut Anila, Deva itu terlalu sombong untuk ukuran anak-anak seumuran mereka, jadi Deva tidak pantas untuk ditemani. Belum lagi, Deva yang terlihat lebih senang pergi jauh bertandang kekompleks sebelah hanya untuk bermain, daripada bermain dengan Anila dan Diva. Alasan Deva, mainan mereka adalah mainan perempuan dan dia tidak mau bermain-main seperti itu. Padahal Divo saja yang laki-laki mau menemani dia dan Anila bermain-main walaupun hanya sekali-kali. Saat mereka masih kecil, Divo sudah lebih menyukai buku daripada mainan. Diantara ketiga kembar itu, Aya lebih senang berteman dengan Diva. Alasannya simple, karena mereka sama-sama perempuan. Lalu disusul oleh Divo. Meskipun Divo tidak sering bermain dan menghabiskan waktu dengannya, Anila tetap meyukai Divo karena menurut Anila Divo itu ramah. Dan yang terakhir barulah Deva, itu karena Deva satu-satunya diantara triplet yang tidak pernah bermain dengannya dan juga mengobrol banyak dengan Anila. Hingga suatu hari Anila dimintai tolong oleh mamanya untuk membeli tepung dari toko dekat rumah mereka. Saat itu cuaca sudah mendung dan hampir turun hujan. Mamanya sudah mengingatkannya untuk membawa payung bersamanya, tapi Anila mengabaikannya dengan langsung pergi begitu saja. Akhirnya hujan benar-benar turun saat dia baru meyelesaikan belanjanya dan baru keluar dari toko swalayan tempat dia membeli pesanan mamanya. Tidak mau menunggu sampai hujan reda dulu, Anila memutuskan untuk langsung pulang. Agar tidak terlalu basah kuyup, Anila berlari dengan sangat cepat. Namun kesialan menimpa Anila ketika dia malah terjatuh di jalan menuju rumahnya. Kaki dan tangan Anila terluka, membuat dia kesakitan sampai harus menangis. Saking sakitnya luka Anila, Anila sampai kesulitan untuk berjalan dengan baik. Dia berjalan dengan tertatih-tatih karena lukanya itu. “Kenapa lo?” tanya suara dari belakang Anila membuat dia mau tidak mau menoleh. Anila tidak menjawab saat dia tau kalau orang itu adalah Deva, dia hanya menggelengkan kepalanya pelan. Satu alis mata Deva menukik, lalu matanya mengamati lutut Anila. Diperhatikannya lutut dan tangan Anila yang penuh dengan goresan dan darah. “Lo jatuh?” tebak Deva. Lagi, Anila tidak menjawab pertanyaan Deva. Jelas Deva kesal, namun bocah laki hanya bisa mendesah karena tetap tidak dijawab oleh Anila. Dipelototinya Anila dengan tatapan gusar, kemudian Deva berdecak sambil memberikan bola kaki ditangannya kepada Anila. “Lo pegangin bola gue, setelah itu lo naik punggung gue. Gue antar lo pulang,” kata Deva dengan posisi yang sudah berjongkok. Dengan takut-takut Anila menaiki punggung Deva, setelah berhasil menaiki punggung Deva, Anila barulah memeluk leher Deva. Tidak ada pembicaraan antara dia dan Deva saat itu, mereka terlalu malas untuk berbicara di bawah hujan begini. Selain karena keduanya sudah kedinginan, mereka juga masih merasa seperti orang asing terhadap satu sama lainnya. Keduanya tetap saling mendiami satu sama lain sampai akhirnya Deva berhasil mengantarkan Anila kerumahnya. Waktu itu hanya kata terima kasihlah yang bisa Anila ucapkan untuk Deva, ucapan itupun tidak berbalas dari Deva. Deva lebih memilih untuk langsung pulang setelah pamit pada mama Anila yang sibuk mengomelinya sambil mengobati luka-luka Anila. Keesokan harinya saat Anila berangkat sekolah bersama Diva dan Divo, Anila mendapat kabar kalau Deva tidak bisa berangkat bersama mereka karena Deva terkena demam. Tentunya hal itu membuat Anila merasa bersalah, Anila sadar kalau bukan karena kecerobohannya mungkin saja Deva tidak akan sakit seperti ini. Anila merasa harus menebus kebaikan Deva yang rela menggendongnya kemarin sampai pria itu harus basah kuyup hingga harus sakit seperti sekarang. Anila akhirnya meminta mamanya memasakkan sup, bubur atau masakan kesukaan Deva yang lainnya supaya Anila bisa antarkan buat Deva. Anila selalu menemani Deva dimasa-masa sakitnya itu. Anila bahkan tidak segan-segan untuk meminta mama Deva untuk mengijinkan dia untuk mengurus Deva sendiri. Sejak itulah keduanya menjadi sangat akrab. Terlalu akrab malahan, hingga dimana ada Deva disana akan ada Anila. Dimana ada Anila disitu ada Deva. Tapi untuk kapan tepatnya mereka menjadi sahabat, Anila tidak tau itu kapan itu tepatnya. *** “Mikir apa lo, makanya bisa serius gitu?” tanya Deva membuyarkan lamunan Anila yang tengah membayangkan tentang masa pertama kali mereka bertemu. Anila langsung menggelengkan kepalanya sebagai jawaban untuk Deva. Saat ini Anila sedang berada di apartemen Deva, tadi pagi Deva memaksa Anila untuk menemaninya satu harian mencari kado yang akan Deva berikan pada rekannya yang akan menikah. Terlalu lelah berkeliling di mall menemani Deva membuat Anila memutuskan untuk menginap di apartemen Deva malam ini. Deva tentu tidak keberatan dengan itu, Deva sudah biasa dengan keberadaan Anila. Jangan heran kalau mereka bahkan bisa tidur dengan santainya di ruangan yang sama. Karena kalau Anila menginap dia tidur di kamar Deva. Tidak hanya itu, mereka menggunakan ranjang yang sama. Anila tidak perlu takut dengan Deva karena Deva tidak akan mau ‘menyentuhnya’. Anila tau prinsip hidup Deva dalam pertemanan mereka selama ini. Kalaupun Deva sampai menyentuhnya, itu berarti Anila yang menggoda Deva pertama kali. Sejauh ini, persahabatan Anila dan Deva masih sehat. Bebas dari skinship yang tidak pantas dilakukan orang yang hanya berstatus sahabat. Skinship mereka hanya sebatas pegangan tangan, pelukan dan cium pipi dan kening. Untuk cium pipi atau kening ini biasanya mereka lakukan pas salah satu dari mereka berulang tahun. Kalau untuk pelukan, mereka biasa melakukannya karena buat Deva dan Anila, itu adalah bentuk penyaluran rasa sayang dan peduli mereka. Berbicara soal inap menginap, Anila dan Deva memang tidur di ranjang yang sama, tapi Deva dan Anila selalu memberi jarak diantara mereka. Biasanya mereka akan menggunakan guling sebagai pembatas diantara mereka. Tidak pernah sekalipun mereka bangun dalam keadaan berpelukan seperti yang ada di film-film, yang ada mereka saling memunggungi satu sama lain.   “Ada aja, mau tau aja lo,” jawab Anila lagi karena Deva masih memasang tampang meyelidik kepadanya. Anila segera mengambil HP-nya untuk bisa menghindari tatapan menyelidik dari Deva itu. Merasa Anila tengah menghindar, membuat Deva meloloskan Anila untuk kali ini. Deva lebih senang kalau Anila langsung memberitahukannya apa masalah yang Anila hadapi daripada dia harus menanyainya langsung pada Anila. Awalnya Anila memang hanya berpura-pura bermain HP-nya, hingga akhirnya Anila benar-benar sibuk dengan gadget-nya itu. Anila menekan-nekan layar HP-nya dengan kesal dan tidak sabaran. Itu karena Anila melihat pesan yang dikirimkannya hanya dibaca saja oleh si penerima pesan itu. Padahal Anila sudah mengirimi orang itu cukup banyak pesan. "La, nih makan dulu. Jangan kesal mulu lo, bisa-bisa kulit lo keriput pas belum waktunya." Deva menyerahkan softdrink, hamburger dan ayam yang tadi dia dan Deva pesan dari sebuah toko makanan. Anila menerimanya lalu melahapnya sedikit demi sedikit, Deva yang duduk di sebelah Anila juga membantunya menghabiskan makanannya itu. "Va, lo nggak kencan?" tanya Anila yang tiba-tiba teringat kalau hari ini adalah hari Sabtu. Hari ini adalah hari bagi seorang Devaryo Mileno Hanjaya untuk berburu wanita. "Emang kalau gue pergi lo bakal ijinin?" tanya Deva balik pada Anila tanpa meninggalkan tatapannya dari layar televisi yang tengah ditontonnya. "Nggak," jawab Anila dengan cepat. Jawaban itu bahkan diberikannya tanpa berpikir terlebih dahulu. "Makanya sekarang lo diem dan tenang. Gue mau nonton," balas Deva yang kembali fokus sepenuhnya pada layar televisi. Anila memutar bola matanya kesal, lalu dia mendengus kuat untuk menunjukkan kalau dia tengah keki. Merasa kesal dicueki oleh Deva, membuat Anila menyerah untuk menggangu Deva. Akhirnya Anila memilih untuk kembali sibuk dengan HP miliknya. "Va, menurut lo apa sih yang paling penting dalam suatu hubungan?" Tidak butuh waktu lama buat Anila memecah suasana tenang diantara mereka. Deva mendesah pelan berusaha sabar.Deva cukup mengenal Anila untuk tau kalau Anila sudah mulai bertanya seperti ini, itu artinya Anila sedang bermasalah dengan pacarnya. "Kenapa? lo ada masalah lagi sama Tio?" tanya Deva. Deva akhirnya mengalah dengan memutuskan untuk meninggalkan tontonannya dan fokus pada Anila dan keluhannya. Anila tidak menjawab pertanyaan Deva, tapi Deva bisa melihat dari mata Anila kalau tebakannya tadi tidak salah. "Dia kenapa?" tanya Deva malas. Ini bukan pertama kalinya Anila bermasalah seperti ini dengan pacarnya. Jadi Deva sudah terbiasa menjadi pendengar setia keluh kesah Anila soal cerita cinta Anila yang tidak pernah berjalan mulus. "Gue mau tidur sama Tio Va," jawab Anila pelan karena tidak yakin dengan perkataannya sendiri. Deva membulatkan matanya untuk sesaat, dia terlihat terkejud dengan perkataan Anila yang tadi itu. Anila bahkan masih sempat menangkap saat tubuh Deva yang kaku untuk sesaat. Deva benar-benar speechless sepertinya dengan perkataan Anila tadi. "Lo yakin mau nyerahin virgin lo sama dia? segitu yakinnya lo sama dia?" tanya Deva beruntun, hingga Anila terdiam dibuatnya. Deva menatap Anila intens, berharap gadis itu mengatakan itu tanpa berpikir dulu. Deva tidak ingin Anila tidur dengan pria tanpa berpikir banyak terlebih dahulu. Ada rasa tidak yakin sebenarnya dalam hati Anila untuk menyerahkan dirinya kepada Tio. Tapi Anila segera menepis keraguannya dengan langsung menjawab pertanyaan Deva itu, sebelum Deva menggodanya untuk membatalkan niatnya. "Karena gue yakin sama dia Va makanya gue mau tidur sama dia. Selain itu, apa hubungannya keyakinan diri seseorang terhadap pasangannya sama s*x? Lo aja bisa tidur ama banyak cewek tanpa ada rasa," gerutu Anila sewot karena tidak terima. Deva terkekeh sambil mencomot burger milik Anila yang tersisa. "Hubungan s*x sama rasa itu tergantung cara orang yang melihatnya La, sah-sah aja kalau lo mau ngelakuin itu ama Tio. Tapi pastiin dulu, lo siap atau nggak. Karena ketika lo sudah ngasih virgin lo ke sembarang orang, bisa-bisa lo nyesal seumur hidup. Lo tau sendiri yang namanya virgin itu nggak bisa dikembaliin lagi. Ya sekali bless, ya hilang. Habis dan nggak bisa balik lagi," nasehat Deva. Deva sebenarnya ingin melarang niat Anila yang terdengar sangat bodoh dan gila itu. Tetapi Deva bukanlah orang yang tepat untuk melakukan itu. Itulah yang membuat Deva hanya bisa memberikan masukan dan nasehat untuk Anila, dia merasa tidak pantas menghentikan Anila. "Gue tau Va, tapi gue emang rencana ngajak Tio nikah kok tahun depan," ujar Anila dengan senyum mengembang untuk meyakinkan Deva. Deva terdiam sejenak, lalu mengangguk paham. Kalau memang Anila dan Tio sudah berpikir untuk serius, Deva tidak seharusnya ikut campur dan terlalu khawatir bukan? "Bagus deh kalau begitu," ujar Deva mengerti. Walau begitu, Deva kembali mencoba untuk menggoyahkan keinginan Anila. "Kenapa lo nggak nunggu sampai kalian sudah nikah aja?" tanya Deva lagi. Deva melakukan itu agar Anila mau berpikir kembali, mana taukan Anila mau menggagalkan niatnya itu. Bagaimanapun Deva tidak mau sahabatnya itu salah langkah dan malah menyesal nantinya. "Gue nggak mau Va, gue nggak mau Tio mikir gue nggak cinta sama dia hanya gara-gara gue nggak mau tidur ama dia," jawab Anila sambil menerawang yang segera dapat sentilan didahinya dari Deva. "Yang ada, dia yang nggak cinta sama lo kalau dia nggak bisa bisa menahan gairah sama nafsunya sampai kalian menikah. Kalau dia cinta sama lo, dia pasti lebih senang lo masih tersegel sampai kali menikah. Toh virgin lo bakal dibuka sama dia jugakan!. Yang namanya cinta La, harusnya bisa nerima kita apa adanya," ceramah Deva lagi. "Cih..., lo nyeramahin gue soal cinta. Apa kabar lo yang sering main-main ama cewek?" gumam Anila membandel. "Anila sayang, lo harusnya bisa bedain antara main-main, tertarik, suka sama cinta. Keempatnya itu berbeda loh. Perbedaan keempatnya itu penting tau nggak, jadi lo nggak salah ngartiin perasaan lo sendiri," tambah Deva mencoba mengeles. Anila mendengus mendengar alasan Deva. Memang benar apa yang Anila bilang tadi soal Deva dan hobby Deva memainkan wanita. Makanya buat Anila, Deva bukanlah orang yang pantas menasehati dia soal cinta. Tapi kalau untuk s*x, Anila percaya kalau Deva lebih dari sekedar pantas atau memang sangat layak untuk dijadikan sebagai guru s*x. He is master anyway. "Tapikan gue cinta sama Tio Va, seharusnya cinta gue udah cukup buat alasan gue ngasih virgin gue sama dia.” Anila mengotot. Bahkan setelah itu, Anila dengan bangganya memberikan tebakan pada Deva kapan kira-kita dia akan melepaskan virginnya untuk Deva. “Coba tebak Va kapan gue bakal ngasih virgin gue ke Tio?" tanya Anila semangat. "This week, on his birthday as your gift for him," tebak Deva malas-malasan. Anila menganga lebar. Anila tidak meyangka Deva bisa menebak pertanyaannya dengan benar. "KOK LO TAU???" teriak Anila heboh. Deva langsung menutup telinganya sebal mendengar jeritan sang sahabat. "Lu nggak ingat? sepanjang bulan ini lo sibuk nanyain gue tentang apa yang akan lo kasih nanti sebagai kado buat Tio diulangtahunnya tahun ini." Deva berkata dengan nada malas. "Oh iya ya," ujar Anila mengangguk lalu menyengir bodoh. "You are the best dude!" kata Anila lagi memuji Devo sambil merangkulkan tangannya pada leher Deva. Anila menyengir senang, ternyata Deva tidak pernah mengabaikan perkataannya, meskipun selama dia berbicara pria itu terlihat tidak peduli kepadanya. Sebenarnya Anila tau kalau Deva akan selalu menyimak perkataannya. Meski begitu Anila tetap selalu ingin memastikan kalau Deva benar-benar mengatakan perkataannya. Buat Anila hal itulah yang membuktikan kalau Deva tidak pernah tidak peduli padanya. "Nah, sekarang bisa nggak lo ngajarin gue teknik bercinta," pinta Anila dengan polosnya yang disambut pelototan tajam dari Deva. Bibir Anila mengkerucut, dia tau apa jawabannya Deva. Hanya dengan melihat pelototan tajam yang penuh ancaman dari Deva itu saja Anila tau kalau itu maksudnya ‘Tidak’. "Ogah!, nggak akan. Lo bisa belajar sendiri dari video porno di internet sana," ujar Deva terdengar kesal akan permintaan Anila yang memang semakin absurd itu. Anila semakin memanyunkan bibirnya, dia juga mencebik kesal karena langsung ditolak Deva. Dia tau kalau permintaannya yang tadi itu sangat bodoh dan absurd, tapikan apa salahnya kalau Deva menolong sahabatnya sendiri meskipun permintaan sahabatnya itu absurd, pikir Anila. “Huuu… pelit lo,” gerutu Anila protes yang ditanggapi seperti angin lalu oleh Deva.'Dasar Deva kejam,' umpat Anila kesal dalam hatinya saking sebalnya dengan tingkah tidak mau yang cowok itu berikan kepada Anila. "Pokoknya ingat pesan gue, yang namanya seks itu butuh banyak persiapan. Terutama persiapan mental lo. Bayangin aja gimana rasanya kehilangan sesuatu yang berhargahanya dalam sekejap dan lo nggak bakal bisa ganti dan temui dimanapun setelah itu. Make sure you are ready for the lost you will get, don’t regretting it after you lose it," lanjut Deva serius. Anila sendiri entah kenapa menjadi bergidik ngeri dan ketakutan tiba-tiba setelah mendengarkan kata-kata Deva tadi. Perkataan Deva itu lebih seperti peringatan dan ancaman secara bersamaan kepada Anila.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.3K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.5K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook