BAB 1 - SEBUAH KEPUTUSAN

1661 Words
Seorang pria tengah berjalan dengan tak tentu arah, matanya menatap ke seluruh penjuru ruangan. Namanya Andy Nugroho, seorang polisi muda yang tengah mencari keberadaan seorang gadis yang merupakan tunangannya. Dan kini ia tengah menghadiri acara pernikahan dari adik tunangannya. Namun sampai detik ini, gadis yang merupakan tunangannya itu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Bahkan pesan singkat yang ia kirimkan sejak tadi belum juga ia baca. "Di mana Milla?" gumamnya pelan seraya matanya terus mencari. Sesekali ia juga melihat ke arah layar ponsel pintarnya. Berharap jika ada notifikasi masuk yang berasal dari tunangannya tersebut. Maaf, nomor yang Anda tuju, tidak menjawab. Silahkan hubungi beberapa menit lagi. Itu adalah jawaban yang kesepuluh kalinya dari operator. Berulang kali Andy mencobanya, berharap agar Milla dapat dihubungi. Atau pun membalas pesannya, namun nihil karena tunangannya itu tidak ada kabar sama sekali. "Kenapa Lala tidak mengangkat telfonku? Apa dia baik-baik saja?" Tangan Andy bergerak untuk menyentuh dadanya yang terasa gundah. Perasaannya tidak enak. Acara pernikahan sebentar lagi akan dimulai dan Milla belum juga menampakkan dirinya. Hatinya gelisah, ia takut terjadi sesuatu pada tunangannya. Dengan perasaan yang tidak menentu, Andy berjalan menuju luar ruangan, berharap bisa menemukan Milla di sana. Semoga saja. . . . Dan di sinilah Milla sekarang, duduk berdampingan bersama seorang pria yang telah berstatus sebagai suaminya sejak dua puluh menit yang lalu. Mahesa Malik Rahardian, pria tampan, kaya sekaligus mapan. Pria yang juga merupakan wakil direktur di tempatnya bekerja. Dan kini, pria itulah yang telah resmi menjadi suaminya. Kepala Milla menunduk dalam, memikirkan beberapa hal dan kemungkinan yang akan terjadi setelah keputusan yang ia ambil. Karena untuk kesekian kalinya ia kembali berkorban. Ingin mundur? Tentu saja itu tidak mungkin, semuanya telah terjadi, dan Milla adalah istri Mahesa sekarang. Walaupun gadis itu tidak menginginkannya. Milla tahu, bahwa keputusan yang ia ambil saat ini adalah berat, namun ia tidak bisa membiarkan kedua orang tuanya menanggung malu karena ulah adiknya. "Apa kamu menyesal?" Kepala Milla sedikit mendongak ketika mendengar suara berat nan datar yang berasal dari pria di sampingnya. Mahesa memang berbicara padanya, namun tatapan mata itu menatap lurus ke depan. Entah apa yang pria itu pikirkan saat ini, apa pria itu juga akan berpikir buruk terhadapnya? "Haruskah saya menjawabnya?" gumam Milla pelan. Mungkin sebentar lagi air mata itu akan menetes, jika saja Milla tidak mengingat bahwa masih ada kedua orang tuanya yang mendukungnya dari belakang. Sedikit menyunggingkan senyuman, Milla berharap hal itu dapat mengurangi rasa sakit dan bersalah di dalam hatinya. Mata Milla menatap ke arah Laras yang tengah memandangnya sendu. Masih terdapat bekas air mata di sana. Satu hal yang tidak bisa Milla lihat, yaitu melihat Mamanya menangis. Setidaknya, jika kamu tidak bisa membahagiakannya, maka jangan membuatnya bersedih. "Tentu saja, karena itu akan menyangkut pernikahan kita ke depannya," ucap Mahesa dengan nada yang lebih dingin dari sebelumnya. Kali ini Mahesa menatapnya penuh, bahkan pria itu memiringkan kepalanya untuk dapat melihat wajah Milla secara jelas. Dan yang dapat Mahesa lihat, tidak ada bekas air mata di sana. Namun Mahesa tahu, bahwa Milla baru saja menangis, karena mata gadis yang telah menjadi istrinya itu nampak merah. Dengan cepat Milla mengalihkan pandangannya dari Mahesa ketika pria itu menatapnya lekat, entah mengapa, ia merasa sedikit takut melihat tatapan tajam itu, sehingga Milla memilih untuk menundukkan kepalanya. Milla tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak mengenal Mahesa, begitu juga sebaliknya. Mereka hanya sebatas atasan dan bawahan yang bahkan tidak pernah saling menyapa. Hanya beberapa kali bertemu, dan itu hanya berupa saling menatap, tidak lebih. "Anggap saja tidak," jawab Milla setelahnya. Pikiran gadis itu melayang memikirkan beberapa hal, hingga hatinya membisikkan sebuah nama yang begitu berharga dalam hidupnya. Andy! Tubuh Milla sedikit tersentak ketika hati dan pikirannya menyebutkan nama pria itu. Pria baik yang penuh akan perhatian, pria kuat yang merupakan tunangannya. Bahkan status mereka masih bertunangan hingga saat ini. Dan belum ada kata pisah mau pun menyudahi. Bagaimana dengan Andy, apa yang akan pria itu lakukan? Apa yang akan pria itu katakan? Dan apa yang akan pria itu pikirkan tentangnya? Hati Milla bergetar, perasaan gundah melanda hatinya, ia merasa bersalah dan takut. Bersalah karena telah mengkhianati cinta Andy, dan takut, takut jika Andy akan membencinya. Karena bagaimanapun juga, ia mencintai pria itu, pria yang bahkan masih berstatus sebagai tunangannya. Lalu, apa kata orang dan keluarga Andy nantinya? Jika Milla ketahuan menikah dengan Mahesa, calon suami adiknya, sedangkan ia telah memiliki tunangan. Apakah mereka akan mengira dan menuduh Milla merebut calon suami adiknya? Tentu saja, bukankan netizen maha benar? Dan keluarga Andy? Milla sangat takut jika mereka membencinya, apalagi dengan Mama Andy, wanita paruh baya itu telah menganggap Milla sebagai anaknya sendiri. Bagaimana tidak? Jika sudah tujuh tahun mereka berpacaran, dan akhirnya memutuskan untuk bertunangan. Namun semua itu pupus begitu saja. Dan mungkin benar apa kata pepatah, berapa lama kau berpacaran tidak dapat sebagai penentu untuk naik ke pelaminan. "Apa yang kamu pikirkan?" Suara datar itu kembali menyapa indra pendengarannya. Dan kali ini dapat ia lihat jika Mahesa masih menatap ke arahnya. "Apa tunanganmu itu?" tanya Mahesa lagi, namun kini tepat akan sasaran. Mahesa tahu jika Milla telah memiliki tunangan, bahkan mereka telah berpacaran selama tujuh tahun. Tapi kini, Milla adalah istrinya dan tentu saja pertunangan itu telah berakhir, bukan. "Apa kamu akan kembali pada tunanganmu itu?" Entah perasaan Milla saja, atau nada suara Mahesa memang terdengar sedikit kesal? Tapi kenapa? Kali ini Milla menatap Mahesa sepenuhnya, apa yang yang tengah pria itu pikirkan. "Kenapa Anda berpikir saya akan kembali pada tunangan saya?" Mahesa sedikit mendengus kesal ketika mendengar ucapan Milla yang terdengar baku di telinganya. Mereka seperti atasan dan bawahan. Ah, mungkin Mahesa melupakan satu hal, karena mereka memanglah atasan dan bawahan di perusahaan. Namun kini status mereka telah berbeda, mereka adalah sepasang suami dan istri. "Karena dia tunanganmu. Dan bisa saja kamu berselingkuh dengannya di belakangku." Emosi Milla sedikit tersulut mendengar ucapan Mahesa. Bagaimana bisa pria itu menuduhnya akan berselingkuh, apalagi di hari pertama pernikahan mereka. Milla memang mencintai Andy, namun ia tidak sehina itu untuk berselingkuh di belakang Mahesa, karena statusnya saat ini telah berbeda. Ia seorang istri, dan Milla harus dapat menjaga kehormatannya sebagai seorang istri. "Kenapa Anda bisa berpikir seperti itu? Kenapa saya harus berselingkuh?" Milla mencoba untuk meredam emosinya, ia harus mendengar ucapan Mahesa lebih lanjut. Ia tidak boleh gegabah. "Karena kamu mencintainya." Mata Mahesa menatap Milla tajam, suaranya terdengar datar. Bibir Milla sedikit menyunggingkan sebuah senyuman. Mengingat beberapa hal konyol yang pernah Andy lakukan selama mereka berpacaran. "Saya memang mencintainya." "Dan kamu akan kembali padanya setelah ini?" Tatapan mata Mahesa terlihat begitu tajam mengawasinya, mencoba menebak jawaban apa yang kiranya akan Milla ucapkan. "Andy orang yang baik." "Jadi namanya Andy?" ucap Mahesa pelan. "Mengapa Anda ingin tahu?" "Ingat, Milla, kamu istri saya sekarang." Mahesa memperingati Milla agar wanita yang berstatus sebagai istrinya itu tidak berbuat macam-macam di belakangnya. "Saya tahu, dan saya juga berada di sana ketika Anda mengucapkan nama saya." "Dan kamu harus tahu batasanmu." "Saya mengerti, dan saya tidak mungkin berselingkuh di belakang Anda." Mahesa mendengus pelan, merasa kesal dengan ucapan yang baru saja Milla lontarkan. "Kamu istri saya, dan saya tidak suka berbagi." "Maksud Anda?" Dahi itu mengernyit dalam, merasa tidak paham dengan maksud yang ingin Mahesa ucapkan kepadanya. "Apa pun yang telah menjadi milik saya, selamanya akan seperti itu. Dan saya tidak suka berbagi." Mahesa Malik Rahardian, itulah nama pria yang telah berstatus sebagai suaminya kini. Pria tampan yang telah menduduki posisi wakil direktur di RHInfra, perusahan tempatnya bekerja. Milla tidak pernah membayangkan sebelumnya akan menikah dengan bosnya sendiri. Ia pikir, hidupnya akan bahagia setelah menikah dengan Andy nanti. Memutuskan untuk berhenti bekerja dan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Menunggui Andy pulang kerja seraya mengurus buah hati mereka. Berkumpul bersama dengan ibu-ibu bayangkara maupun PKK. Sepertinya itu akan menyenangkan, meninggalkan kehidupan kantor yang menurutnya sedikit membosankan dan memusingkan kepala. Dan Andy pun, telah menyetujui rencana tersebut. Namun lagi-lagi, takdir berkata lain. Rencana hanyalah tinggal wacana belaka. Karena ternyata Tuhan tidak mengizinkan mereka untuk bersama dalam indahnya bahtera rumah tangga. Ternyata, tujuh tahun bersama tidaklah memberikan jaminan bahwa mereka akan terus bersama. Karena takdir yang dikirimkan Tuhan padanya telah merubah semua. Nyatanya, mereka tidak berjodoh. Karena Tuhan memilih Mahesa untuk menjadi suaminya, bukan Andy yang sebelumnya adalah tunangannya. Lucu memang, ketika takdir bermain-main dengan hambanya. Memberikan sebuah kejutan yang tak terbayangkan sebelumnya. Apa kamu percaya, dengan kata pepatah? Lamanya berpacaran belum tentu naik ke pelaminan. Dan itulah yang Milla rasakan sekarang. Teryata tujuh tahun bersama, dan Andy adalah jodoh orang, bukan jodohnya. Andy, bagaimana dengan pria itu? Di mana ia sekarang? Jujur saja Milla ingin melihat wajahnya, menatapnya, dan juga merasakan kehadirannya. Pria itu, Andy berjasa dalam hidup Milla. "Memikirkan pria lain?" Pertanyaan dengan nada datar yang berasal dari Mahesa sanggup membuat Milla kembali menginjak bumi. Terlalu memikirkan banyak hal membuat pikirannya menjadi melayang. "Saya, sedang memikirkan sesuatu." "Siapa? Andy? Mantan tunanganmu itu?" ucap Mahesa seraya menekan kata mantan tunangan. Seakan menegaskan kepada Milla bahwa mereka telah berpisah dan tidak mungkin akan bersama. Tidak mungkin? Sepertinya Mahesa lupa, bahwa perpisahan mereka, karena adanya Mahesa. Dan mungkin berpisah dengan Mahesa dapat membuat mereka kembali bersama. Tapi, apakah benar Mahesa akan melepaskan Milla. "Mantan tunangan?" Jangan berpura-pura bodoh, Milla! Ingin rasanya Milla berteriak seperti itu, tentu saja mereka telah menjadi mantan sekarang, karena keputusanmu yang mengkhianati cinta tulus Andy. "Tentu saja, kamu telah menikah dengan saya, dan otomatis dia adalah mantan tunanganmu." Milla mengangguk paham. "Tentu, saya tahu itu." "Apa kamu menyesali keputusanmu?" tanya Mahesa lagi, karena dari tadi Milla belum menjawab pertanyaannya sama sekali. Sebuah garis lengkungan tercetak pada bibir merah tipis itu. "Anggap saja tidak, karena ini adalah keputusan saya." _________________________ [Cerita ini hanya dapat dibaca secara online atau versi digital di aplikasi Innovel / Dreame ©®2019 by Olipoill]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD