bc

Iparku Mautku

book_age18+
2.6K
FOLLOW
9.2K
READ
dark
love-triangle
sex
kidnap
scandal
tragedy
bisexual
mystery
cheating
illness
like
intro-logo
Blurb

Gita, melihat gelagat aneh pada sang suami, Haris. Suaminya yang terlihat begitu sayang pada adik iparnya, Fitri, tiba-tiba saja membelikan lingerie seksi berwarna merah untuk gadis cantik tersebut.

Tak hanya itu saja, ternyata Haris juga memasang foto Fitri sebagai wallpaper di ponselnya. Gita gerah dan mulai curiga. Dia pun marah, meminta Haris buat menjelaskan semua kejanggalan ini. Namun, Haris malah balik murka dan bertengkar hebat dengan sang istri demi membela adiknya tercinta.

Kecurigaan Gita ternyata bukan isapan jempol belaka. Perempuan polos yang sudah berkepala tiga itu pun akhirnya berhasil menguak satu per satu rahasia besar sang suami. Akan tetapi, jalan Gita berliku tajam hingga dia harus terjebak dalam sebuah penculikan dan penyekapan di Singapura.

Siapa Haris dan Fitri sebenarnya? Bagaimana cara Gita bisa selamat dalam maut yang mencekam? Siapa lelaki misterius yang tiba-tiba menjadi dewa penyelamat Gita? Baca terus kelanjutan ceritanya.

chap-preview
Free preview
Bab 1: Lingerie Merah
“Git, belikan juga baju untuk Fitri. Dia suka warna merah.” Mas Haris berkata padaku saat aku asyik memilih-milih lingerie di counter yang khusus menjual aneka ragam pakaian dalam wanita. Aku tersentak. Belikan untuk Fitri, katanya? Baju seksi ini? Bahkan Mas Haris bilang adik perempuannya yang masih kelas dua SMA itu suka warna merah. Tentu saja aku tercengang mendengar perkataan lelaki yang baru menikahiku tiga bulan itu. Nuraniku mengatakan bahwa kata-katanya tadi sungguh ganjil. “Mas, ini kan ….” Tak sampai hati aku menerus kalimat. Suamiku yang harusnya menunggu saja di depan toko tapi malah ngotot ingin ikut masuk melihatku memilih lingerie, menatapku dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan. “Kenapa memangnya, Gita?” lirih Mas Haris sembari makin mendekat padaku. “Belikan saja,” tambahnya lagi sembari mengulas senyum kecil. Cepat tanganku meraih gaun tidur menerawang warna merah yang satu set dengan celana tong berenda. Aku gemetar. Perasaanku benar-benar sangat tak enak. Suamiku, mengapa seruannya kali ini membuatku heran bukan kepalang. “Nah, yang itu bagus. Punyamu yang mana?” tanya Mas Haris sembari menggamit lenganku. “Aku ambil yang hitam saja.” Kusambar pakaian dengan model sama yang berada pada deretan nomor dua setelah lingerie merah tadi. Kakiku segera melangkah menuju kasir dalam keadaan tangan yang masih digamit erat oleh Mas Haris yang semula kukenal lewat aplikasi kencan selama dua bulan lamanya, kemudian tanpa kusangka malah mengajak menikah tanpa proses yang berbelit-belit. “Cuma ini saja?” tanya suamiku yang berperawakan tinggi besar dengan jambang tercukur rapi di kedua pipi tembam putih miliknya. “Iya.” Jujur, nafsu belanjaku sudah buyar. Tadinya aku ingin membeli beberapa underware baru dan kimono satin untuk tidur. Namun, ucapan Mas Haris yang minta dibelikan lingerie untuk si Fitri benar-benar membuatku kehilangan mood. Berada di depan kasir, pikiranku benar-benar melayang. Tak kuhiraukan Mas Haris yang mengeluarkan dompet untuk membayar dua potong baju malam tersebut. Aku benar-benar syok. Bukan karena aku tak suka suamiku mengeluarkan uang untuk adik semata wayangnya. Tidak sama sekali! Namun, masalahnya yang dibeli adalah sebuah pakaian sensual yang tak seharusnya dimiliki seorang gadis belia seperti Fitri. Terlebih, suruhan untuk membelinya itu keluar dari mulut seorang lelaki dewasa yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri. Fitri memang satu-satunya adik yang Mas Haris miliki. Namun, apakah pantas suamiku membelikan sesuatu yang bagiku tabu? “Ayo, Git.” Mas Haris menggenggam tanganku. Membuat pikiran ini langsung buyar seketika. “I-iya,” jawabku agak terbata sebab masih merasa janggal dengan perilaku Mas Haris hari ini. Kami berdua pun keluar dari toko pakaian dalam tersebut. Berjalan menyusuri mal dan menaiki tangga esklataor untuk naik ke lantai tiga. Aku tak tahu Mas Haris ingin mengajak ke mana lagi. Pikiranku masih berkelebat tentang Fitri. Gadis itu memang sangat cantik. Kulitnya putih, sama seperti Mas Haris. Tubuhnya mungil, 11-12 denganku. Berbanding terbalik dengan Mas Haris yang tingginya mencapai 179 sentimeter. Selain cantik, Fitri adalah gadis yang sangat manja. Saat kami pindah rumah, dia bahkan ingin ikut dan tidak keberatan meninggalkan papa mertuaku seorang diri. Ya, almaruhmah mama Mas Haris memang sudah meninggal empat tahun yang lalu sebab penyakit kanker p******a. Begitu menurut penuturan Mas Haris. Aku maklum jika Mas Haris sayang pada gadis itu. Apalagi kulihat Papa orangnya dingin dan sangat sibuk bekerja di kantor. Wajar jika Fitri lebih mau tinggal bersama kami ketimbang Papa. Aku tak masalah. Sama sekali tak merasa terganggu dan keberatan. Bahkan anak itu menurutku kelewat dekat dengan Mas Haris. Ke mana-mana harus dengan suamiku. Sekolah, pergi les, ekstrakurikuler, bahkan main ke tempat temannya pun minta diantar oleh suamiku. Untung Mas Haris seorang pengusaha kafetaria dan beberapa outlet minuman yang punya anak buah dan lebih banyak di rumah. Coba kalau pekerja kantoran? Mana dia tak mau jika aku yang mengantar. Yah, kupikir mungkin dia memang sudah begitu. Apa hakku untuk mengubah kebiasaannya selama ini? Namun, mengapa hari ini tiba-tiba aku berpikiran lain? “Kamu kenapa melamun, Git?” Mas Haris yang merangkul tubuhku bertanya dengan nada lembut. Lelaki itu mengusap-usap rambut ikal gantung sebahuku. Matanya menatap dengan tatapan sehangat matahari pagi. Jika dia sudah bersikap begini, sedikit banyak pikiran jelekku perlahan sirna. “Nggak, Mas. Nggak apa-apa,” elakku. “Mikirin apa?” Lelaki itu masih mendesak. Kami terus berjalan, tapi Mas Haris tak melepaskan tatapannya dari wajahku. “Lingerie itu, Mas,” kataku tak bisa menahan diri. “Kenapa?” “Fitri kan masih remaja. Kenapa Mas belikan untuknya?” Aku menatap Mas Haris dengan wajah takut-takut. Sebenarnya aku khawatir bila dia tersinggung. “Lucu soalnya. Dia pasti suka.” Senyum Mas Haris dikulum. Lelaki itu kemudian memandang lurus ke depan sembari tak mengenyahkan senyumannya. Jantungku langsung berdegub sangat kencang. Entah mengapa aku makin merasa tak enak perasaan. “Eh, Git, Fitri itu mulai pacar-pacaran sepertinya. Tolong kamu ingatin sesekali, ya? Aku takut dia kebablasan.” Mas Haris mengencangkan rangkulannya. Kami terus berjalan melewati beberapa toko yang berjejer di sepanjang mal yang luas. “Wajar, Mas. Namanya remaja,” kataku masih dengan degupan jantung yang keras. “Aku nggak suka, Gita. Aku maunya kamu yang ingatin. Kalau aku yang buka suara, aku takut khilaf soalnya.” Nada Mas Haris saat ini berubah serius. Tak ada senyuman lagi di wajahnya. Aku seketika bergidik. Mengapa dia sampai segitunya? Bukankah hal yang wajar bila remaja mulai menyukai lawan jenisnya? “Kita makan dulu ke atas, yuk. Sambil ngobrol-ngobrol.” Mas Haris kemudian mengajakku untuk naik ke lantai lima dengan menaiki eskalator. Lelaki itu tak melepaskan rangkulannya meski kami berada di atas tangga sekali pun. Dia memang romantis. Penuh sentuhan dan kata-kata manis. Namun … ah, sudahlah. Aku merasa lelah jika berpikiran negatif terus. Bukankah aku harusnya bersyukur bisa menikah dengan seorang pengusaha yang tajir sepertinya dalam keadaan usiaku yang sudah 35 tahun? Come on, Gita! Mimpimu untuk menikah dan menemukan pasangan yang sempurna sudah terwujud. Cita-citamu untuk resign dari bank dan menjadi ibu rumah tangga sembari membantu suami untuk berbisnis pun sekarang sudah kau rengkuh. Apalagi? Masa hanya gara-gara lingerie, kamu lupa untuk mensyukuri nikmat besar ini? Kami tiba di sebuah resto yang menjual kuliner khas Jawa. Mas Haris memang selalu mengajak makan di sini sejak pertama kali kami bertemu setelah tiga hari chatting di aplikasi kencan. Pertemuan yang tak bakal kulupakan seumur hidup! Tak kusangka orang asing yang jarak usianya hanya lebih tua sebulan dariku itu langsung bisa klop dan bahkan tak lama kemudian mengajak untuk menikah. Padahal, selama ini aku kerap dekat bahkan sampai pacaran dengan beberapa pria, baik rekan kerja sendiri, teman sekolah, maupun berjumpa lewat dunia maya. Namun, semuanya zonk. Gagal lagi dan lagi. Aku sampai putus asa dan berpikir tak bakal menikah sampai kapan pun. Ternyata, Tuhan punya kehendak lain. Jodohku adalah Mas Haris yang rupanya tengah sibuk membangun bisnis selama beberapa tahun ke belakang. Saat dia semakin sukses dan mapan secara finansial, barulah kami dipertemukan dan kemudian dipersatukan. Ya, kupikir itulah hikmahnya. Setelah memesan beberapa menu, Mas Haris yang duduk di sampingku, mengeluarkan ponsel miliknya. Aku yang awalnya setengah melamun tetapi tetap menatap ke arah ponselnya, tiba-tiba membelalakkan mata besar-besar. Aku terkejut luar biasa. Syok. Terpampang jelas foto Fitri setengah badan yang mengenakan bikini one peace warna orange tengah menopang dagu di tepi kolam berenang, dijadikan Mas Haris sebagai wallpaper di dalam ponselnya. Demi Tuhan, kemarin foto pernikahan kamilah yang ada di sana. Namun, mengapa Mas Haris menggantinya dengan gambar Fitri? Terlebih, pakaian gadis itu sangat terbuka dan … seksi. Mas Haris, kamu sebenarnya menyimpan rahasia apa?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

My Devil Billionaire

read
94.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook