Un Jour (Satu Hari)

GEO membuka pintu kamar lebih lebar mempersilahkan Ariana masuk lebih dulu. Sesaat Ariana terkagum melihat interior—yang Geo bilang, ini adalah kamar mereka. Kenapa ia baru tahu kalau ada apartemen sebagus ini di Jakarta? Sejak tadi Ariana selalu salah fokus pada design interior bernuansa modern apartemen ini. Warna grey dan silver membuatnya terlihat mewah di setiap sudut ruangan. Terlebih pemandangan di balik kaca setinggi dinding itu memperlihatkan kelap-kelip kota Jakarta yang memanjakan mata. "Kau ingin bicara apa?" tanya Geo memecah keheningan. Ariana sampai lupa ingin bicara. Ia mengerjap dan berbalik, memberi jarak agar mereka bisa bicara dengan serius. "Kenapa kau menyetujuinya?" "Menyetujui apa?" "Menyetujui malam ini kita ke rumahku dan bicara pada ayahku. Aku ingin tahu alasanmu, dan aku harap kau berubah pikiran lalu membatalkannya." Geo menggertakkan gigi hingga rahangnya berkedut. "Kenapa kau ingin aku membatalkannya? Agar kau bisa menyetujui tentang Mama mencarikan pria untukmu berkencan? Kalau iya, aku yakin mereka tidak setampan diriku." "Wow, seperti biasa percaya dirimu sangat tinggi, Tuan Roussel. Memangnya kenapa kalau aku menyetujuinya? Kalau dipikir-pikir, itu sangat menguntungkanku agar bisa langsung mendapatkan kekasih setelah hubungan konyol ini berakhir." Geo melangkah mendekati Ariana menatap mata itu lamat-lamat. "Apa kau lupa perkataanku malam itu? Kau milikku dan tidak akan berkencan dengan pria mana pun!" "Untuk saat ini aku memang milikmu. Jika semua ini sudah berakhir, aku bebas memilih pria lain sesuka hatiku dan kau tidak berhak melarangku nanti!" Tangan besar Geo meraih tekuk leher Ariana lalu bibirnya langsung dibungkam dengan kasar, bahkan digigit membuat Ariana memekik. Ciuman Geo berubah menjadi bringas, Ariana tidak menyukainya. Ia mendorong d**a bidang itu sekuat yang ia bisa hingga ciumannya terlepas dan kakinya mundur satu langkah. "Kau gila?!" teriak Ariana lalu mengecek bibirnya menggunakan jemari. Ada bercak darah. "Kau marah hanya karena aku mengutarakan rencanaku setelah kita berpisah?" Tidak, lebih dari dari itu, ucap batin Geo. Sesuatu dalam dirinya tidak terima saat Ariana terlihat sangat ingin berpisah dengannya. "Jadi menurutmu, aku tidak pantas memiliki masa depan yang bahagia dengan pria lain?" Ariana terkekeh miris. Pria itu hanya diam menatapnya tajam. Ariana melangkah lebar menuju pintu, tapi terhenti karena Geo menahannya. "Mau ke mana?" Mereka kambali berhadapan ketika Geo menarik lengan Ariana. "Ke mana pun asalkan tidak satu ruangan dengan pria paling egois sepertimu!" Telunjuk Ariana menekan d**a Geo dengan tatapan tajam. "Kau tidak akan ke mana-mana!" Geo mengangkat tubuh Ariana ke bahunya seperti karung beras, lalu menurunkannya ke ranjang. Geo menahan kedua pergelangan tangan Ariana di sisi kepalanya. "Lepaskan aku!" teriak Ariana. Geo kembali membungkamnya dengan rakus seolah hidupnya bergantung pada itu. Tangannya sibuk menjelajah dengan tak senonoh pada titik-titik sensitif Ariana, yang membuat wanita itu tiba-tiba lupa dengan marahnya lalu menggeliat meminta lebih. Dengan sengaja Geo menghentikan aksinya, melihat Ariana terengah begitu seksi terbaring di bawahnya yang masih berpakaian lengkap, namun sudah berantakan karena ulahnya. Geo bersumpah tidak akan membagi pemandangan ini pada siapa pun.