Ticket

1363 Words
Geo menutup matanya dengan kesal. Hampir semua kartu kreditnya tidak bisa digunakan saat melakukan pembayaran membeli tiket pesawat secara online. Ia lupa kalau semua kartunya diblokir. Terpaksa Geo menggunakan kartu cadangan milik Alisa. Setelah selesai, ia menatap Ariana yang sedang duduk manis di jok samping kemudi. Mereka sudah berada di mobil Geo. "Sudah?" tanya Ariana. "Aku sudah membelinya, di jam terakhir akan aku berikan tiketnya padamu. Sekarang beri tahu aku di mana pria bernama Tian itu?" ucapnya sambil memasang seat belt sebelum menyalakan mobil. Awalnya Geo ingin menggunakan mobil lain untuk kencan satu hari mereka. Jiwa kuno wanita itu menolak karena ingin coba menaiki mobil mewah milik Geo. Karena merasa sangat tidak penting mendebatkan hal itu, akhirnya Geo mengalah. Dengan sangat terpaksa Geo memakai mobilnya agar Ariana berhenti bicara. Nada santai Geo membuat Ariana curiga. "Untuk apa kau menanyakan keberadaannya? Aku tidak mau bertemu dengannya lagi." Ia menggeleng takut sesuatu akan terjadi lagi. "Bukannya kau sudah membelikanku tiket? Kenapa harus menemuinya? Aku tidak mau dipermalukan lagi," cicitnya. "Dia tidak akan melakukan itu lagi padamu selama kau bersamaku. Tunjukkan saja di mana dia berada." Suasana hati Ariana belum benar-benar tenang setelah perlakuan Tian setengah jam yang lalu. Namun, kali ini Ariana pasrah walau ada sedikit was-was apa yang akan Geo lakukan nanti. Yang paling Ariana takutkan, Geo akan berbuat ulah dan membuatnya keluar dari perusahaan impiannya. "Kalau ada keperluan di sana, kau saja yang turun. Aku di mobil saja." "Honey, kau harus ikut denganku. Aku hanya ingin memberi sedikit pelajaran padanya, karena pria berengsek seperti dia mengingatkanku pada seseorang. Aku hanya butuh pelampiasan, kebetulan dia sasaran yang tepat. Jika tidak, aku tidak akan memberikan tiket ini padamu." Selalu dengan ancaman! "Dasar, tukang paksa!" "Apa katamu?" "Tidak. Itu kantornya," tunjuk Ariana di depan mereka. Hanya perlu beberapa menit karena memang tidak jauh dari taman Tuileries. Setelah memarkir mobil dengan benar, Geo keluar dengan langkah lebar menghampiri pintu samping kemudi membukakan pintu untuk Ariana. Ia mengulurkan tangan agar wanita itu memeganginya saat turun. Terang-terangan wajah Ariana tersipu malu karena baru pertama kali diperlakukan oleh pria seperti ini. "Jangan memasang ekspresi seperti itu. Kau terlihat seperti wanita bodoh, Sayang." Geo menggenggam tangan Ariana berjalan menuju pintu masuk kantor besar di depan mereka. Ariana seketika merengut tidak terima, lalu berapa detik kemudian ia senyum kembali. "Aku memang terlihat bodoh, tapi pria tampan sepertimu mau menjadi kekasihku." Geo memutar bola matanya. "Sepertinya penyesalan memang selalu datang di akhir. Tiba-tiba aku menyesal mengajakmu berkencan." Ariana berbinar, "ya tentu! Akhiri kencan ini dengan cepat, lalu berikan tiketnya padaku." "Sial, rupanya kau pintar juga melabui." Saat Ariana menoleh ke samping, ia melihat Tian baru keluar dari lift bersama wanita yang sama. "Itu Tian! Dia bersama wanita yang tadi," cicit Ariana di akhir kalimat. Melihat sisi Tian yang berbeda seperti ini membuatnya sadar akan penilaiannya terhadap seseorang sangatlah buruk. Sebelumnya ia begitu yakin Tian pria termanis dan terlembut yang pernah mendekatinya. Ada perasaan di mana Ariana masih tidak menyangka pria itu hanya memanfaatkannya. Ariana bisa merasakan Geo mempererat tautan tangan mereka saat mendekati Tian yang berbicara begitu mesra dengan wanita itu. Tiba-tiba Ariana merasa gugup. Ia ingin menarik tangan agar bisa lepas dan berlari saat itu juga, karena tidak siap malu untuk kedua kalinya, tapi Geo begitu kuat memegangi tangannya. "Tenang, Manis. Mereka tidak akan berani menyentuhmu," bisik Geo yang membuat Ariana berhenti berontak. Terpaksa Ariana menundukkan kepala di balik tubuh Geo yang besar. Menyadari ada yang mendekat, Tian langsung menoleh pada mereka berdua. "Jadi dia yang bernama Tian?" suara Geo nyaring. Geo bisa merasakan Ariana menengok dari punggungnya lalu mengangguk membenarkan. "Siapa kau?" tanya Tian bingung. "Kau sudah tau dia 'kan? Sekarang kita pergi dari sini," bisik Ariana sambil menarik tangannya yang dipegang oleh Geo untuk menjauh. Padahal Ariana tahu usahanya nihil jika Geo tidak ikut beranjak dari tempat. "Kau bersama wanita ini?" Tian tersenyum meremehkan. "Kau tentu bukan keluarga karena dia mengatakan tidak memiliki siapa pun di sini, apa lagi teman dekat. Jadi kau memungutnya dari jalanan? Cepat juga dia mendapatkan pria sepertimu. Apa dia menggodamu untuk motif pembalasan denganku? Atau memberimu uang yang banyak bahkan menjanjikanmu seks yang nikmat denganmu?" Ariana membeku di tempat, diantara percaya dan tidak apa yang baru saja ia dengar. Apa selama ini Ariana serendah itu di mata Tian? Walau mereka sedang berada di benua Eropa, tidak sepatutnya Tian menilainya sesuka hati dan mengatakan hal seperti itu mengenai dirinya. Ariana memang pernah berciuman dengan kekasihnya dulu bahkan dengan Geo walau hanya kekasih satu hari, tapi hanya sebatas itu, tidak lebih. Tak terasa air matanya kambali menetes merasakan harga dirinya seperti diinjak-injak hingga tak berbentuk, meyesakkan. Tanpa sadar ia meremas tangan Geo yang masih terpaut dengan tangannya. Si penipu ulung itu tanpa segan menghinanya di depan umum. "Ternyata kau pria yang banyak bicara, ya. Padahal aku belum mengatakan apa pun untuk menyapamu atau memperkenalkan diri." Geo melepaskan tangan Ariana, lalu... BUG! Ariana menutup mulutnya terkejut melihat Geo melayangkan bogem mentahnya sangat kencang pada pipi Tian hingga pria itu terjatuh ke lantai. Sedangkan wanita bersama Tian berteriak terkejut lalu membantunya berdiri kembali. "Biar kuberitahu, wanitaku lebih berharga daripada wanitamu. Dia lebih sering menghabiskan waktunya di kelab malam bersama pria-pria yang berbeda setiap malamnya. Atau mungkin kau salah satu pria-pria itu?" Geo merubah ekspresi dari senyum miring menjadi datar mengancam. "Kembalikan uang kekasihku, kalau tidak aku akan menyuruh atasanmu untuk memecatmu sekarang juga."          "Menangislah sepuasmu." Geo mengusap punggung Ariana yang menangis di pelukannya. Tangis Ariana semakin deras ketika Geo mengatakan itu. "Apa aku perlu benar-benar memecatnya?" tanya Geo lagi. "Memangnya kau bisa memecatnya sungguhan?" ucap Ariana di sela tangisnya. "Tentu! Kau tidak percaya apa yang aku ucapkan dengannya tadi?" Ariana menggeleng. Geo memutar matanya jengah. "Terserah kau mau percaya atau tidak. Yang pasti aku bisa membeli perusahaan di tempat kau bekerja itu jika aku sudah resmi menjadi pemimpin The Roussel." "Leluconmu tidak lucu, tapi mampu membuat kuberhenti menangis." Ariana melonggarkan pelukannya untuk menghapus air mata menggunakan tisu. "Harusnya aku ikut memukulnya menggunakan tanganku sendiri, tapi aku tidak berani." "Ya, wanita memang selalu seperti itu dan hanya bisa menangis seperti yang kau lakukan sekarang. Karena itulah dengan senang hati aku melakukannya untukmu, Baby." Geo melirik pakaiannya di bagian d**a yang basah. Ia yakin bukan hanya air mata, tapi juga lendir ingus yang menjijikan. Merasa risih, Geo langsung melepas kemejanya hingga menampilkan tubuh berototnya. Ariana melotot menatap tubuh topless Geo. Bukan pria itu, melainkan Ariana yang malu melihatnya! "Hey! Kenapa kau melepas baju? Apa kau tidak malu bertelanjang d**a di depanku?!" "Malu? Kau kekasihku, Sayang, ingat itu. Ambilkan bajuku di bagasi belakang." "Apa?" "Kau tuli? Kau ingin wanita lain melihat tubuh seksi kekasihmu ini jika aku keluar dari mobil?" Seketika Ariana mendatarkan wajahnya, dengan perasaan sedikit kesal keluar dari mobil. Ariana memang ratu ekspresi menurut Geo. Ketika wanita itu kembali ke mobil membawa kaos putihnya, Geo mencuri kecupan di bibir Ariana. "Kenapa kau menciumku?!" Sengit Ariana refleks. "Rupanya kau belum terbiasa, ya." Geo memiringkan tubuhnya agar menghadap Ariana untuk meraih dagu itu, lalu menatap matanya. "Tatap aku, biar kuulangi. Kau adalah kekasihku, Sayang. Dan kecupan hanya tanda terima kasih-ku padamu." Ariana berusaha untuk tidak menatap ke mana pun selain mata pria itu, karena Geo belum memakai kaosnya. Ia mengerjap menetralkan wajah. "Sama-sama," ucapnya pelan. Geo mulai menjalankan mobil setelah memakai kaosnya. Beberapa saat hening selama mobil berjalan. Ariana memanfaatkan keheningan dengan melirik Geo yang begitu tampan menyetir menggunakan tangan kekar itu, memutar-mutar setirnya dengan lihai. Melihat otot-otot yang benar-benar seperti perkiraannya saat Geo masih mengenakan kemeja berlengan panjang. Otot yang tidak berlebihan, begitu pas dengan poster tubuh setinggi itu. Seperti pria barat pada umumnya yang pernah ia lihat di film-film walau wajah tampan Geo campuran Asia-Eropa. Tetapi Ariana yakin Geo penduduk lokal di sini karena saat menggunakan bahasa Inggris, logat Prancis yang pernah ia dengar masih terdengar cukup kental. Seandainya Geo kekasihnya sungguhan, Ariana akan memamerkan pada teman-temannya yang sering mengatainya wanita aneh dan tidak akan pernah mendapatkan pria tampan seperti ini. Sayangnya Geo mempunyai sifat yang menyebalkan, dan sangat profesional. Dalam penilaian Ariana, Geo adalah pria yang tidak pengingkar janji seolah tertulis begitu besar di keningnya. Kira-kira seperti itulah kesan pertama Ariana pada Geo, dan ia menyukai itu. Tunggu... aku menyukainya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD