01. Bichon Frise

2099 Words
Mobil kuning berjenis Lamborghini itu berhenti tepat disebuah gedung dengan kepala seekor anjing dan kucing yang menghiasi bagian depan gedung tersebut. Dari dalam mobil mewah tersebut muncul seekor anak anjing putih berjenis Bichon Frise tengah berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki depannya dijendela mobil; mencoba melihat keluar kaca. Anjing itu mejulurkan lidah berwarna merah jambunya semangat, ekor putihnya yang lebat mengibas-gibas tak sabaran. Matanya yang hitam bulat berbinar melihat sekitar. "Guk! Guk! Guk!" Anjing itu menggonggong semangat, ia metatap sang tuan dengan mata bulat hitam berbinar-binar. "Wow, kamu sudah tidak sabar bertemu teman-teman rupanya." Pemuda berusia sekitar dua puluh tujuh tahunan dengan kulit seputih s**u dan wajah menyerupai pria Eropa itu mengacak-acak tatanan rambut sang anjing dengan gemas. Membuat anjing kecil itu sedikit memberengut. Mencoba menyampaikan pada sang tuan lewat ekspresi wajahnya bahwa ia tak suka diperlakukan seperti itu ketika ia sudah rapi sehabis mandi, karena itu akan membuat bulu-bulunya yang sudah rapi jadi berantakan. Seakan mengerti. Pria yang mengadopsinya lima tahun silam dari toko hewan itu berkata, "Aku akan merapikannya untukmu." Anjing itu menatap tuannya menurut. Begitu menikmati ketika merasakan jari-jari besar itu merapikan bulu-bulunya yang tertutupi topi kecil berbahan wol. Hari ini anjing Bichon Frise tersebut mengenakan sweater biru dengan sedikit motif bunga dandelion. "Wah, anak Daddy sangat tampan!" puji pria itu setelah mengecup kening sang anjing. "Guk. Guk." Anjing putih itu menyahut dengan gonggongan. "Guk. Guk. Guk. Guk. Guk." Ia kembali menggonggong sembari berputar-putar ditempat duduknya dengan lidah panjangnya yang terus terjulur. Sang tuan mengernyit heran. "Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan. Tetapi aku anggap itu sebuah pujian. Thank you so much, Fluffy." Dengan lidah yang bergoyang-goyang, anjing Bichon Frise itu mengangguk. Membuat mulut sang tuan membentuk huruf O. "Oh, jadi itu benar? Wah!" Pria itu sang anjing dengan sayang, lalu menciumi pipi gembul anjing putih itu gemas. Bulu-bulu tebal yang habis mendapat perawatan disalon khusus hewan adalah bantal kesukaannya. Sehat dan hangat. "Apa kamu sudah siap untuk hari pertama sekolah?" Sang tuan kembali bertanya. Nada suaranya sedikit tidak rela, ketika mengetahui fakta bahwa anjing kecil yang selalu disisinya dan menjadi penyemangatnya harus ia titipkan di sekolah selama sekitar sebulan. "Guk! Guk! Guk! Guk! Guk! Guk!" "Apa?" Pria itu mengernyitkan dahinya. "Aku tidak mengerti.” Ia kecewa pada dirinya sendiri. Bichon Frise itu menghembuskan napas. Mau bagaimana lagi, sang tuan tidak akan mengerti bahasanya dan ia pun juga tak akan bisa berbicara dalam bahasa manusia. Kabar baiknya hanya sekadar ia yang mengerti setiap kata yang sang tuan ucapkan. Mungkin, anjing kecil itu harus mulai berdoa pada Tuhan agar ia diberi kesempatan berbicara layaknya manusia atau para manusialah yang bisa berbicara bahasa hewan, dan bukannya hanya berdoa agar Mama Oh agar tidak lupa memberikannya cemilan sebelum tidur. Anjing putih itu mengingat-ingat bahwa sekarang ia sudah berusia enam tahun semenjak sang tuan mengadopsinya dari toko hewan, itu artinya ia sudah beranjak remaja sekarang. Kabar bagus pagi ini! Omong-omong, anjing kecil berbulu putih selembut kapas dengan pakaian bergaya itu bernama Oh Vivi. Anjing jantan berjenis Bichon Frise milik seorang idola K-Pop, anggota termuda boygrup ternama di Korea Selatan yang beranggotakan sembilan pria tampan yang dijuluki sebagai Multitalent King karena semua anggotanya mahir dalam berbagai bidang. Namanya adalah Oh Willis, yang sering mendapatkan julukkan sebagai perpaduan Korea-Surga dari para penggemar berkat visualnya yang kelewat tidak nyata. Willis memakaikan kacamata hitam pada Vivi, lalu memakai kacamata serupa yang memiliki ukuran lebih besar pada dirinya sendiri, kini sekilas mereka terlibat seperti anak kembar dari spesies yang berbeda; manusia dan anjing. Willis membuka pintu mobilnya dengan kanan kiri, sedangkan tangan kanannya bergelayut seekor anjing putih dengan wajah yang sekilas terlihat sombong. "Ayo, kita temui teman-temanmu." Hari ini Willis hanya memakai kaos hitam polos yang dipadukan dengan celaba jeans panjang tanpa sentuhan make up.. Tidak ada panggung, catwalk, dan kamera profesional. Pria itu akhirnya merasakan apa yang disebut sebagai bernapas. "Guk. Guk. Guk." Vivi menggonggong digendongan Willis. "Benar-benar sudah tidak sabaran, hah?" Willis terkekeh. Ia memasuki gedung yang seharusnya sejak empat tahun ini menjadi tempat belajar Vivi, Pet Hight School. Di sini para hewan yang didominasi anjing dan kucing itu akan dilatih lebih disiplin. Di sini pula mereka juga akan diajari menari, melukis, bernyanyi, akting, merancang busana, modeling, dan sebagainya. Beberapa teman Vivi bahkan sudah membintangi iklan, veriety show, menjadi model sampul majalah, dan bahkan bermain drama. "Di sini Vivi memiliki banyak teman." Willis mulai berbicara serius pada sang anjing. Bichon Frise itu menatap sang tuan binggung begitu namanya disebut. "Guk. Guk. Guk!" Meski begitu Vivi sangat menyukai tempat ini karena ia jadi memiliki banyak teman untuk disuruh-suruh. "Vivi senang?" tanya Willis. Vivi menjulurkan lidahnya, telinganya naik, dan ekornya bergerak aktif. Tanda bahwa anjing putih itu setuju dengan perkataan sang tuan. "Kalau begitu Vivi tidak keberatan kan kalau tinggal di sini sedikit lama?" Di Pet Hight School, para hewan yang menjadi murid boleh pulang ketika kelas selesai atau juga memilih tinggal di asrama. Bagi yang tinggal di asrama mereka akan diurus pengasuh yang berkerja 24 jam untuk merawat mereka. Vivi sendiri hanya pergi sekolah tiga kali dalam sepekan, tapi terkadang ia akan ikut Willis tour konser dunia. Anjing Bichon Frise itu hampir tak pernah berjauhan dengan Willis. Netra Vivi itu berkabut, ingin sekali ia menangis. Tidak ada yang mengatakan tentang tinggal di asrama ketika mereka berangkat tadi. Berjauhan dengan Willis yang selalu merawatnya dengan tangannya sendiri tanpa bantuan baby sister adalah mimpi buruk, meski terkadang Mama Oh, ibu Willis, atau teman-teman Willis suka mengantikan membandikannya. Tetapi tetap saja, itu akan terasa begitu aneh soalnya berbeda. Perasaan yang tidak menyenangkan, anjing itu tidsk menyukainya. "Tidak apa-apa, ini hanya sebentar. Vivi tahu kan aku harus berkerja agar bisa membelikan Vivi cemilan dan baju keluaran terbaru setiap hari," ucap Willis begitu melihat raut tidak senang dari sang anjing. Sekadar informasi, Vivi tak mau memakai baju yang sudah pernah dipakainya. Jadi, Willis harus sedia beberapa setel baju baru setiap harinya untuk anjing kesayangannya tersebut agar tetap hangat. Meskipun anjing itu sendiri sudah memiliki bulu putih yang lebat nan lebat, namun Willis begitu memanjakannya, bahkan para penggemar menjuluki Vivi sebagai domba jejadian, pernah suatu ketika seorang staff hampir menduduki Vivi lantaran mengira Vivi—yang saat itu tengah tertidur disofa setelah diajak Willis menjadi model video klip On Me—sebagai bantal domba. Willis melepas kacamatanya, ia berdiri tegap ditengah jalan. "Vivi bisa melihatku ditelevisi atau internet jika kamu merindukanku,” ucap Willis coba memberi solusi. Namun Vivi mendengus, itu bukan solusi terbaik untuknya yang terbiasa ikut ke mana pun Willis pergi. Ini semua adalah salah Park Changyeol—teman sekaligus rekan kerja Willis yang juga anggota OXE, yang juga rekannya disub-unit OXE yang beranggotakan mereka berdua. Masalahnya bukan pada senyum konyol dan kehebohan Changyeol dalam segala hal, namun pada pria itu yang alergi bulu hewan. Tahun lalu ketika sub-unit mereka debut pun begitu. Vivi harus rela dititipkan pada keluarga Willis karena Changyeol tidak akan tahan dekat-dekatnya ketika Willis terus menempeli Vivi 24 jam tanpa alerginya kumat, itu hanya akan mempengaruhi performa mereka yang hanya tampil berdua. Namun, tahun ini kakak sepupu Willis yang juga anggota OXE akan melangsungkan pernikahan, semua orang sibuk mempersiapkan acara pernikahan. Tidak ada orang yang memiliki banyak waktu untuk memanjakan dan merawat si Bichon Frise yang alergi baby sister, yang ada ia malah akan terlantar. Vivi mendengus, ia merenung sambil mengerem, memikirkan bagaimana ceritanya Willis bisa sampai satu kelompok dengan pria menyebalkan bertelinga lebar seperti Changyeol itu. Willis tersenyum singkat pada beberapa orang yang dilihatnya tengah memandanginya setiap kali ia melintas, sesekali ia membenarkan duduk Vivi yang tengah dalam gendongannya. Di dalam ruang Pet High School didominasi warna putih dengan ruangan yang dibuat sangat luas dengan berbagai macam mainan tersebar di mana-mana, Willis mendorong pintu kaca besar dengan kepala anjing diatasnya, didalam ruangan seluas lapangan tenis itu terdapat banyak anjing dengan beberapa wanita berseragam baby blue yang terlihat tengah mengawasi mereka bermain. "Annyeonghaseyo!" Vivi tersadar dari lamunan begitu suara seorang wanita menyapa indera pendengarannya. Willis menurunkan Vivi dalam gendongannya begitu wanita dengan nama pengenal yang tersemat didada sebelah kirinya—Heena—itu berjalan ke arah mereka berdua, Vivi yang sebenarnya tidak rela diturunkan langsung tiduran diatas lantai ambil menatap puluhan anjing didapatannya kesal dari balik kacamata hitamnya. "Annyeong, Willis-shii. Annyeong, Vivie," sapa seorang wanita berponi itu ceria dengan senyum lebar yang memperlihatkan gigi putih juga katanya yang sekarang jadi hilang setiap kali ia tersenyum seperti ini. Atau, di sini para hewan biasa memanggil mereka dengan sebutan Malaikat Tak Bersayap Yang Digaji Untuk Memanjakan Mereka. "Annyeong,” jawab Willis sambil melirik Vivi sekilas, ia tersenyum tipis ketika wanita itu masih tak melepaskan senyumannya dari sana. "Oh, Vivi apa kabar? Lama tidak bertemu, ya," kata wanita itu dengan senyum yang hampir menghilangkan sepasang matanya. "Guk! Guk! Guk!" Seekor anjing hitam menggonggong pada Vivi dari kejauhan, memotong acara basa-basi sang pengasuh hewan, seakan menyuruh anjing putih itu untuk bergabung dalam kelompoknya. Vivi menjatuhkan kecamatanya dengan cara menunduk dan menggelengkan kepala hingga kacamata tersebut jatuh, lalu keempat kakinya ia bawa lari menuju seekor anjing hitam yang terus memanggilnya untuk bergabung. "Oh Vivi, kemarilah!" seru anjing itu. Namanya Do Meokmool. Anjing betina berjenis Toy Poodle milik Kyungseo yang Vivi ketahui sebagai kakak Willis di OXE yang saat ini tengah menjalani wajib militer dan baru akan pulang tahun depan. Meokmool memisahkan diri dari kelompoknya dan berlari mendekati si Bichon Frise. "Vivi, kamu pergi sekolah? Ini kan hari Rabu?" tanya Meokmool binggung. "Apa aku salah menghafal hari?" tanya Meokmool pada dirinya sendiri, dadanya sedikit getir begitu berpikir bahwa ia tidak berhasil mengingat nama hari dengan benar. "Ini memang hari, Rabu. Tenang saja Meokmool tetap menjadi yang terpintar." Vivi memuji. Vivi tidak sedang berdusta. Meokmool memang sangatlah pintar dan selalu mendapatkan peringkat kedua dalam kelas, bahkan Meokmool sudah menjadi model sampul majalah. "Lalu kenapa kamu datang ke sekolah?" tanya Meokmool penasaran. Kepala anjing berjenis Toy Poodle itu ia miringkan; tengah berpikir keras memecahkan misteri Vivi yang bersekolah dihari Rabu. "Hi, brother!" teriak seekor anjing Toy Poodle lain berwarna hitam jelaga. Berlari serampangan menghampiri Vivi dan Meokmool yang tengah mengobral. Tenang saja, dia bukan kembaran Meokmool. Anjing hitam itu adalah musuh abadi Meokmool yang begitu dibencinya. Meski memiliki jenis yang sama. Namun, mereka berdua memiliki karakter yang jauh berbeda. "Astaga, Toben! Jangan seperti anjing gila begitu!" hardik Meokmool kesal dengan wajah mendelik. "Hehehe, aku terkejut meliha Vivi bersekolah dihari Rabu," jujur Toben. "Apa Vivi akan tinggal di asrama? Atau apa, ya?" Meokmool beralih menatap si Bichon Frise. Ikut penasaran dengan jawaban pertanyaan anjing hitam disampingnya itu. Sebenarnya Vivi malas mengatakan ini. Tetapi, ia mengerahkan semua keberaniannya untuk jujur. "Aku akan tinggal untuk sementara, sepertinya?" jawab Vivi membenarkan tebakan Toben dengan sedikit, oh tidak, tapi sangat tidak ikhlas. Sebenernya ia sendiri tidak yakin dengan kata sementara yang Willis sampaikan. Dalam pikirannya pasti akan molor beberapa hari lebih lama, seperti tahun lalu ketika ia dititipkan di rumah Mama Oh. "Daebak!" pekik Toben senang sambil berlari berputar-putar hingga matanya berkunang-kunang. "Itu bagus," respons Meokmool, kalem. Willis berjalan menghampiri Vivi yang tengah mengobrol bersama 2 anjing hitam. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi Willis cukup penasaran meski ia menahannya. "Boleh aku bergabung?" tanya Willis. Tanpa persetujuan, pria itu langsung duduk bersila disamping ketiga anjing tersebut. "Sepertinya obrolan kalian sangat seru?" tebaknya, merasa perlu akrab dengan anjing lain selain Vivi, terkadang ia juga ingin bisa berbicara dan mampu mengerti perasaan mereka. "Guk. Guk. Guk!" gonggong Vivi menyambut kedatangan sang tuan. Entah bagaimana mendeskripsikan perasannya, tetapi yang jelas anjing Bichon Frise itu merasa sangat senang begitu sang tuan menghampirinya ketika tengah bersama teman-temannya. Karena itu artinya ia bisa pamer kalau punya tuan setampan Oh Willis, idola semua kaum hawa. Sedangkan dua anjing Toy Poodle itu malah hanya memandangi wajah Willis tanpa kedip, weperti tatapan memuja. Sebenarnya tuan mereka pun tak kalah tampan, tetapi yang dihadapan mereka ini sangatlah rupawan layaknya jelmaan dewa Yunani. "Karena kalian sudah lama saling mengenal, bagaimana kalau aku menyuruh pengasuh menempatkan kalian di kamar yang sama?" timbang Willis. Jari-jari lentik pemuda Seoul itu mengetuk-ngetuk dagu lancipnya; tengah berpikir keras. Vivi sendiri tidak masalah mau ditempatkan di kamar mana pun, asal fasilitas kamar tersebut lengkap dan ini benar-benar hanya untuk sementara waktu. Vivi tidak terlalu mempermasalahkannya. "Apa Vivi senang dengan usulan itu?" tanya Willis pada Vivi, meminta persetujuan tentu saja. Vivi bengong, Bichon Frise itu menatap wajah Willis hampir tanpa berkedip dengan mulut sedikit terbuka. "Aku anggap kamu menyetujuinya. Bagus, sekarang ayo kita tos." Willis mengangkat tangan kanannya pada Vivi. Dengan pintar anjing Bichon Frise itu mengangkat kaki depannya dan menyentuh telapak tangan besar Willis seakan mereka tengah melakukan tos antara dua orang pria sejati. Willis juga melakukan tos pada Meokmool. Tetapi, Willis tidak melakukan hal yang sama pada Toben. ΘωΘ To Be Continued....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD