"Mal," panggil Kinar.
Malven diam.
"Malven, ih," panggil Kinar lagi sambil mendorong pelan punggung Malven, membuat cowok itu mendengus pelan lalu menatap tajam Kinar dari kaca spion motornya.
Kinar yang mendapat tatapan tajam Malven, hanya mengangkat bahunya tak perduli. Bodo amat.
"Lo suka main basket sejak kapan?" tanya Kinar memecahkan keheningan.
Malven diam.
Kinar mencabik bibirnya kesal, Kinar paling tidak suka dengan suasana yang awkward tapi mengajak Malven bicara itu lebih sulit daripada mengajarkan burung bicara.
Buktinya dari tadi, Kinar ajak bicara, Malven lebih banyak diam daripada menjawab dan kalau menjawab pun cuman sepatah dua patah kata.
Untunglah, Kinar sabar.
"Mal, lo pernah bawel nggak sih?" tanya Kinar dengan nada kesal karena dari tadi dia seperti bicara dengan angin. Tak ada yang menjawab.
Malven diam.
"Dasar cowok irit ngomong. Udah dingin, jutek, cuek, emosian pula! Amit-amit deh!" gerutu Kinar pelan yang tentu saja masih dapat didengar dengan jelas oleh Malven.
"Berisik!"
Kinar mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Malven.
"Siapa?" tanya Kinar sambil mendekatkan sedikit tubuhnya ke arah punggung Malven.
"Lo."
"Yang nanya," ucap Kinar dengan nada meledek sambil terkekeh pelan.
Kinar tersenyum puas saat melihat Malven menatapnya tajam dari kaca spion namun sampai beberapa detik kemudian Malven masih menatap kaca spionnya namun kali ini dengan tatapan yang berbeda dan hal itu membuat Kinar mengerutkan keningnya bingung.
Detik berikutnya, Malven sudah menambah kecepatan motornya membuat tubuh Kinar hampir saja terjungkal ke belakang.
"Aaaa," jerit Kinar seperti tikus kejepit pintu.
Kinar langsung membenarkan posisinya dan berpegangan pada pegangan yang ada di belakang motor Malven.
Semakin lama, kecepatan motor Malven semakin cepat, ditambah lagi jalanan yang cukup padat membuat Malven harus berkelok-kelok untuk menghindari pengguna jalan yang lain.
Untunglah, keahlian Malven dalam hal mengendarai motor tak perlu diragukan lagi.
"ASTAGA MALVEN, LO KENAPA?! KALO MAU MATI SENDIRI AJA!" teriak Kinar namun bukannya memelankan laju motornya, Malven malah seperti orang kesetanan yang terus menambah kecepatan motornya.
"YA ALLAH, MALVEN! HATI-HATI!" Kinar hampir saja jantungan saat Malven tak memperdulikan lampu lalu lintas yang berwarna merah.
Malven terus menerobosnya hingga pengguna jalan yang merasa haknya diambil, membunyikan klapsonnya ditambah teriakan pejalan kaki yang hampi saja terserempet oleh Malven.
"MALVEN, AWAS!" teriak Kinar saat motor Malven hampir saja menabrak sebuah truk yang tiba-tiba berbelok.
Jantung Kinar seakan berhenti berdetak, bersamaan dengan bunyi decitan yang ditimbulkan oleh ban motor Malven dan aspal yang begesekan.
Seperti hukum Newton I, tubuh Kinar langsung terdorong ke depan dan membentur punggung Malven saat cowok itu mengrem motornya mendadak.
Malven melirik tangan Kinar yang kini melingkar di pinggangnya dengan sempurna, bahkan Malven pun dapat merasakan detak jantung Kinar yang seakan menyatu dengan punggungnya.
Mata Kinar sudah terpejam erat. Kinar bersumpah, ini pertama dan terakhir kalinya ia mau dibonceng oleh Malven. Dibonceng oleh Malven sama saja mengantarkan diri pada malaikat maut. Iya kalo mati masuk surga, kalo neraka gimana?!
Malven melirik ke arah belakang dan ternyata ketiga motor yang serupa dengan miliknya yang mengejarnya juga mengrem secara mendadak.
"Pegangan," bisik Malven pelan lalu kembali melajukan motornya dengan kecepatan yang lebih cepat.
Kinar menggigit bibir bawahnya saking ketakutannya, tiba-tiba kejadian tiga tahun yang lalu terbesit diingatannya dan bersamaan dengan itu air matanya mulai mengalir dan Malven bisa merasakan hal itu karena air mata Kinar kini membasahi punggungnya.
Malven kembali melirik kaca spionnya dan ternyata sudah tak ada yang mengejarnya, jadilah kini Malven memelankan laju motornya dan menghentikannya tepat di atas sebuah jembatan besar.
"Turun!" titah Malven membuat Kinar refleks membuka matanya dan melihat sekelilingnya lalu tatapannya jatuh pada tangannya yang memeluk pinggang Malven, dengan cepat cewek itu melepaskan pegangannya lalu turun dari motor Malven.
"LO!" geram Kinar sambil menunjuk wajah Malven.
Malven menatap jari telunjuk Kinar yang berada tepat di depan wajahnya lalu berdecih pelan. "Cengeng," ejeknya membuat Kinar menurunkan tangannya lalu menatap Malven dengan kening berkerut.
"What? Cengeng?" Kinar terlihat cemas karena ternyata Malven mengetahui kalau ia tadi menangis.
Malven diam.
"Sumpah, gue kasihan yang nantinya jadi jodoh lo. Harus nikah sama wajah tembok plus bisu kek lo," kesal Kinar mengalihkan pembicaraan.
"Baju." Kinar mengerutkan keningnya.
"Baju? Baju apa?" tanya Kinar bingung.
Malven berdecak lalu memberikan isyarat pada Kinar agar naik ke atas motornya membuat Kinar rasanya ingin mencakar wajah tampan Malven.
Apa sulitnya menjawab pertanyaan Kinar?
Saat Kinar akan menaiki motor Malven tiba-tiba handphone Malven berdering membuat Kinar mengurungkan niatnya untuk naik ke atas motor Malven.
Malven mengambil handphonenya yang ada di sakunya.
"Apa?"
...
"Jalan."
...
"Hm."
...
"Oke."
Malven memasukan handphonenya kembali ke dalam sakunya saat sambungan teleponnya sudah terputus.
Saat Kinar ingin menaiki motor Malven tiba-tiba saja ucapan Malven menghentikan gerakannya.
"Sendiri," ujar Malven membuat Kinar menatapnya dengan kening berkerut.
"Sendiri? Maksudnya?" tanya Kinar bingung.
Huh, sabar. Ngomong sama Malven memang harus banyak-banyak sabar.
"Pulang."
"Hah? Maksudnya? Wait. Sendiri trus pulang... Lo nyuruh gue pulang sendiri?" tanya Kinar sambil menatap Malven dengan mata menyipit, tak percaya.
Ini hampir senja dan Malven dengan teganya menyuruhnya pulang sendiri. Waw. Sangat amat gentle.
"Sumpah, lo tega kalo nyuruh gue pulang sendiri. Pertama, lo udah ngakuin gue sebagai pacar lo padahal BUKAN. Kedua, lo udah nyeret-nyeret gue. Ketiga, lo udah ngajak gue kebut-kebutan. Kee---Mffftth." ucapan Kinar terhenti saat Malven menutup mulut cewek itu.
Tatapan mereka beradu namun dengan cepat Malven memutuskannya dan menarik tangannya dari mulut Kinar.
Malven menglap tangannya yang bekas membekap mulut Kinar membuat Kinar melotot, tentu saja ia merasa tersinggung.
Cowok itu kembali memasang helmnya lalu menghidupkan motornya dan meninggalkan Kinar tanpa berkata apapun.
Kinar terdiam menatap kepergian Malven. Ditinggal? Ditengah jembatan? OMG!
"Sumpah cowok sialan nggak punya hati. Gue sumpahin lo kece---" Kinar menghentikan ucapannya. Rasanya terlalu kejam jika ia mendoakan cowok itu mengalami kecelakaan, tapi cowok itu saja kejam padanya. Meninggalkan cewek cantik di tengah jembatan, gimana kalo Kinar diganggung anak-anak punk yang berambut seperti kulit durian.
"Gue sumpahin, di cium b*****g lo! Dasar cowok nggak punya otak. Argg!" kesel Kinar sambil menghentak-hentakan kakinya. Rasanya ia ingin sekali memakan Malven hidup-hidup, Malven pikir Kinar apa? Habis manis sepah dibuang.
♡︶♡♡︶♡
4girlSquad
Salsabilla : Ciee yg tdi pulang ama Mas Malven:v
GhealyMaura : Ekhm kita mah apa atuh, ditinggalin.
AzmiraAzhr : Bener banget, tau deh yg udah Mine-minenan sama most wantednya Garuda.
GhealyMaura : Pjnya angan lupa yee
AzmiraAzhr : tul
Salsabilla : @Kinara.A jngn2 masih pacaran nih
AzmiraAzhr : tag in Kindud kuy @Kinara.A
GhealyMaura : Jngn2 lagi boking hotel nih *ups @Kinara.A
AzmiraAzhr : Jngn2 lagi ML nih:v @Kinara.A
GhealyMaura : ML? Mau ikudss dungs
Kinara.A : YA ALLAH. DEMI APA? GUE DITINGGALIN DI JEMBATAN SAMA SI KUTU MONYET ITU!
Kinara.A : ASLI BERASA JADI ONE NIGHT STAND!
Kinara.A : ABIS DIPAKE LANGSYNG DIBUANG
Kinara.A : *Langsung
GhealyMaura : Numpang ngakak
AzmiraAzhr : Numpang ketawa
Salsabilla : Numpang nyengir
GhealyMaura : Seorang Kinara Aurellia ditinggal di jembatan. Waw.
Salsabilla : Ih kok Malven cowcit
AzmiraAzhr : Pasangan yang anti mainstream
Kinara.A : SIALAN!
Kinar mendengus pelan lalu melempar handphonenya ke atas kasur.
"Bener-bener, punya temen bukannya prihatin temennya ditinggal di jembatan, malah ketawa," gerutu Kinar sambil menghempaskan tubuhnya di atas kasur.
"Kinar, sayang?" panggil Bunda Kinar sambil mengetuk pintu kamar Kinar yang dikunci dari dalam.
"Iya, bentar, Bun," sahut Kinar lalu bergegas bangkit dan membuka pintu kamarnya.
Saat pintu kamarnya terbuka dengan sempurna, terlihatlah sosok yang Kinar panggil 'Bun'
Meski sudah berumur 37 tahun, wanita yang Kinar sebut 'Bun' itu masih terlihat sangat muda apalagi senyum hangat yang selalu menghiasi bibirnya. Wanita yang paling sempurna menurut Kinar adalah Bundanya.
Bukan hanya cantik luarnya namun juga dalamnya.
Ia ingin menjadi seperti Bundanya yang rela melakukan apapun demi kebahagiaan keluarganya.
Aira, adalah panutan untuk Kinar.
"Ayo makan malam, Ayah udah nunggu di bawah," ucap Aira mengajak sang putri untuk makan malam bersama.
Sesibuk apapun keluarga Kinar, mereka selalu menyempatkan diri untuk sekedar makan malam bersama karena dengan begitu keharmonisan dan kehangatan keluarga tidak akan luntur.
"Jangan bilang kamu diet?" tanya Aira sambil memicingkan matanya, menatap Kinar penuh kecurigaan.
"Ya Allah, Bunda ih. Sama anaknya sendiri aja suudzon. Kinar nggak diet kok," ujar Kinar.
Aira mengangkat bahunya tak perduli saat mendengar protesan anaknya itu lalu membawa anak satu-satunya itu turun dan makan bersama.
Di meja makan, sudah ada Afran yang menunggu mereka. Laki-laki yang berusia 40 tahun itu masih terlihat gagah meski ada keriput kecil yang mulai muncul di wajah tampannya.
"Gimana sekolah kamu?" tanya Afran dengan suaranya berwibawa. Jika tadi Kinar ingin menjadi seperti Aira maka sekarang Kinar ingin memiliki suami seperti Ayahnya.
Bagi Kinar, Afran adalah Ayah terbaik di dunia, dan pastinya bagi setiap anak, Ayahnya adalah Ayah terbaik di dunia.
Dari Ayahnya, Kinar belajar banyak hal. Mulai dari menyelesaikan masalah dengan kepala dingin sampai kesamaan derajat dalam keluarga.
"Baik kok, Yah," jawab Kinar.
Afran mengangguk, "Lalu eskul teater kamu bagaimana?" tanya Afran.
"Lancar kok, anggota yang sempat keluar juga masuk lagi," jawab Kinar dengan senyum ceria membuat senyum itu menular pada Afran dan Aira.
Meski putri kecil mereka kini sudah berumur 16 tahun, tapi bagi mereka Kinar tetaplah Kinar, putri kecil mereka.