Bab 3

1061 Words
"Bacot!" Tanpa aba-aba Malven langsung meninju wajah Rafael membuat cowok itu terjungkal ke belakang dengan sudut bibir yang robek. Jeritan terdengar dari anak-anak SMA Bangsa saat sang pangeran SMAnya terjatuh. "b*****t!" Rafael bangkit dan dengan cepat melayangkan tinjuan ke arah Malven membuat terdengar suara retakan saat tinjuan Rafael mengenai rahang Malven. "Malven." jerit Kinar seakan merasakan apa yang Malven rasakan. Napas Kinar memburu, ini pertama kalinya ia melihat perkelahian seperti ini. Kinar memang pernah melihat cewek yang saling jambak bahkan ia pernah ada dalam posisi itu tapi melihat perkelahian antar cowok yang terlihat penuh amarah seakan ingin membunuh satu sama lain membuat Kinar bergidik ngeri. Malven terlihat memejamkan matanya sesaat sebelum akhirnya ia menyerang Rafael dengan membabi buta dan Rafael pun melakukan hal yang sama. Cowok itu meninju dan menendang Malven namun Malven dapat menghindar meski tak dapat di elakan beberapa kali tinjuan Rafael juga mengenai wajahnya. "POLISI!!!" jeritan seseorang yang terdengar begitu bodoh namun dapat menghentikan perkelahian mereka. Malven dan Rafael yang sama-sama dalam keadaan babak belur menatap seseorang yang berteriak itu. Polisi? Mereka bukan gelomboran tauran yang akan berhamburan ketika ada yang berteriak polisi atau saat suara sirene mobil polisi berbunyi. Kinar. Cewek itu lah yang berteriak tadi. Ia menggigit bibir bawahnya gugup saat semua orang kini menatapnya dengan kening berkerut. Bundaaaaaaa, Maluuuuu!!! "Eh kok berhenti?" tanya Kinar dengan tampang polos-polos blo'on. "Lanjutin aja, tadi gue cuman--- cuman lagi hapalin salah satu dialog naskah teater," ucap Kinar gugup sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ghea menjitak keras kepala Kinar, dan menatap cewek itu seakan berkata. "Bodoh! Udah bagus orang berhenti berantem malah disuruh lanjut!" "Ada apa ini?! Kalian meminta izin buat melakukan pertandingan bakset dan bukannya seperti ini! Ini lapangan basket bukan ring tinju!" bentak seorang laki-laki dengan kepala plontos dan perut buncit, tak lupa dengan kumis tebal di wajahnya. "Kalian mau sok jagoan?! Kalian benar-benar seperti anak tidak makan bangku sekolahan!" betaknya lagi. Malven dan Rafael seakan tak menghiraukan ucapan salah satu guru di SMA Bangsa itu. "Urusan kita belum selesai!" Rafael pergi tanpa memperdulikan teriakan guru yang ia sebut raksasa kerdil itu. Tapi ia sempat melirik Kinar yang masih menggigit bibir bawahnya yang entah mengapa telihat sexy di mata Rafael. ♡︶♡♡︶♡ "Gue obatin ya," ucap Kinar pelan. Kinar menatap Malven dengan tatapan bertanya namun bukannya menjawab cowok itu malah menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa lalu memejamkan matanya seakan lelah. "Mal---" "Berisik!" Kinar mendengus pelan. Dasar cowok kasar. Dengan gerakan kesal, Kinar mengambil kota P3Knya. Kinar mengeluarkan kapas dan cairan antiseptik untuk membersihkan luka Malven. "Tahan ya, paling sakit dikit." Kinar mulai membersihkan luka pada wajah Malven dengan hati-hati. Alis Malven sedikit mengerut saat merasakan perih di bagian lukannya namun ia enggan membuka matanya untuk sekedar melihat apa yang dilakukan cewek bawel itu pada lukanya. "Lo kenapa sih berantem sama cowok tadi?" tanya Kinar. "Kalian keliatannya kaya punya masalah sebelumnya," Kinar berucap sambil menatap wajah Malven yang terlihat tenang dengan mata terpejam. Kok ganteng? Eh! "Atau emang kalian punya masalah? Ya, maksud gue profesional aja gitu." "Kalo kaya gini kan jadinya sekolah kita jadi malu. Maaf kalo lo kesinggung ta---" Malven membuka matanya. "Bawel!" Kinar mendengus pelan dan memutar matanya jengah. Dasar cowok keras kepala! Kinar agak menekan luka di sudut bibir Malven membuat akhirnya ringisan kecil terdengar dari cowok itu. "Hehe, nggak sengaja. Maaf." Kinar mengancungkan jari tenjunjuk dan tengannya membuat V. Malven menatap kesal cewek di hadapannya ini. "Sayang," panggil seorang cewek dengan pakaian dress selutut yang langsung berlari kecil ke arah Malven dan memeluk erat cowok itu. "Kangen," rengeknya manja yang benar-benar terdengar menjijikan. "Astaga muka kamu kenapa?" tanya cewek itu khawatir sambil mengelus lembut pipi Malven. Cewek itu mengalihkan pandangannya menatap Kinar dengan tatapan bertanya. "Lo siapa?" "Eh gue--- gue te---" "Pacar gue," ucap Malven tenang sedangkan Kinar sudah melotot ke arahnya. "Enggak. Gue bukan pacarnya Malven. Gue cuman anak PMR yang kebetulan obatin dia karena abis berantem," jelas Kinar cepat sebelum terjadi kesalah pahamanan. Cewek itu memiringkan kepalanya sedikit menatap Kinar lalu tersenyum hangat. "Gue Karin," ucapnya memperkenalkan diri. Kinar melirik Malven yang terlihat muak melihat cewek di sampingnya itu. "Gue Kinar," ucap Kinar sambil membalas senyuman cewek itu. "Btw thanks ya udah obatin pacar gue." Apakah Kinar salah dengar? Kenapa Kinar mendengar nada sinis dalam ucapan cewek di hadapannya ini. "Ya udah gue duluan deh, bye." Kinar mengambil sling bagnya yang ada di samping tempat duduk Malven. Malven menahan tangan Kinar. "Bareng gue," ucap Malven datar sambil mengambil tas ranselnya dan membawa Kinar menjauh. Jantung Kinar berdetak sangat cepat saat tangan Malven menggenggamnya erat. "Mal---" "Bawel!" Kinar berdecak kesal. Baru memanggil saja sudah disebut bawel. "Mal---" "Diam!" Kinar menatap Malven kesal. "Malven lepasin tangan gue!" bentak Kinar kesal membuat Malven menghentikan langkahnya. Malven melepaskan tangannya lalu menatap Kinar lekat. "Mine." Kinar mengerutkan keningnya mendengar ucapan Malven yang tak nyambung dengan ucapan Kinar sebelumnya. Dan ini adalah kali kedua Malven mengucapkan kata mine pada Kinar. "Gue---" Malven kembali menggenggam tangan Kinar dan menariknya menuju motor sport Malven. "Gue bareng sa---" "Bisa diam nggak?" tanya Malven tajam. "Nggak! Karena gue punya mulut. Lagian ngomong itu hak gue sebagai manusia," ucap Kinar kesal. Malven mengabaikan ucapan Kinar dan naik ke atas motornya lalu tanpa berkata apapun memberikan helm miliknya pada Kinar. "Apa? Kenapa?" tanya Kinar dengan alis terangkat. "Pake!" Kinar mendengus pelan. "Nggak mau. Gue nggak mau pulang bareng lo!" Malven menatap tajam Kinar yang juga balas menatapnya tajam. Malven kembali menyodorkan helmnya. "Pake!" ulangnya lebih tegas. "Ck, gue nggak mau Malven nggak mau." Dengan kesal Malven turun dari motornya dan memakaikan helm itu ke kepala Kinar. Untuk sesaat jantung Kinar seakan berhenti berdetak saat hembusan napas Malven mengenai wajahnya. Jarak mereka sangat dekat. Malven menjauhkan wajahnya dan kembali naik ke atas motornya dan meminta Kinar untuk naik tapi Kinar masih berdiri di tepatnya tanpa berkedip. "Kinar, Naik!" "Bisa nggak sih, nggak usah bentak-bentak," ucap Kinar kesal namun anehnya gadis itu menuruti permintaan Malven dan naik ke atas motor cowok itu. Kinar memiringkan kepalanya sedikit. "Lo nggak pake helm?" Hening Kinar menghembuskan napasnya kesal. Apa susahnya sih menjawab. "Mal, lo ngomong sehari berapa kata sih? Irit banget." Hening Ketawa kek. Batin Kinar kesal. "Mal---" "Apa?!" "Wasss santai dong. Gue cuman mau bilang, maaf soal yang gue nuduh lo itu," ucap Kinar membahas masalah teater waktu itu. "Hm," gumam Malven sebagai jawaban. Kinar menghembuskan napasnya panjang. Kinar yang terlalu bawel atau Malven yang terlalu dingin? Entahlah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD