Tenggelam Dalam Keabadian

1203 Words
"Kamu mengerti bagaimana akhirnya aku harus menyerah untuk melupakanmu yang begitu berarti. Kamu memilih diam saat aku menyeka lembab hujan di sudut gelap mataku. Sebab kita berdua tahu, bahwa aku bukanlah yang kau butuhkan." _________ Dee, Stuck With You Geliat dari gelap menyingkir perlahan, meninggalkan mimpi sejenak. Cahaya keemasan sang mentari yang terbangun dari lelap kini  bertugas untuk menerangi bumi. Desau angin yang berlabuh, menerpa kulit telanjang membisikkan kesejukan. Lambain kain putih yang menari mengulas senyum di bibir yang merekah indah. Kaki putih yang cantik melangkah pelan, meninggalkan jejak sentuhan lembut, kemudian jemari lentik terangkat untuk menepikan kain putih. Terpaan bias cahaya yang memantul di balik kaca, membuat bibir merah yang terpancar kilauan melebar. Senyumnya manis, sekilas membakar kecupan yang terbayang. Perempuan berbibir sensual itu berbalik perlahan, matanya teduh oleh ketulusan sementara senyumnya tak lekang. "Selamat pagi?"  Aurora, suaranya yang lembut bak musik syahdu menenangkan hati. Langkahnya yang sangat pelan semakin mendamaikan jiwa yang bergelung dalam dunia fana. Perempuan itu menggelengkan kepala, membungkuk sedikit lalu berbisik di telinga-telinga yang masih enggan untuk terbuka. "Baiklah jika kalian tidak mau bangun, aku tidak ingin berbicara lagi."  Sontak saja ancaman yang disembunyikan dibalik nada ketus Aurora  langsung memaksa alam sadar untuk mengambil tempat. Netra bola mata dari warna berbeda itu seketika terbuka lebar, kepalan tangan mungil yang rapuh bergerak bersamaan untuk mengucek mata, memperjelas penglihatan yang sempat mengabur. "Putri Aurora, anda sangat lihai dalam merayu." Lelaki berparas tampan itu menarik tubuhnya perlahan untuk kemudian duduk di permukaan ranjang. Aurora menyipitkan mata, memasang ekspresi pura-pura marah. "Benarkah pangeran Ken? Apa aku mengganggu tidurmu?"  "Tuan putri tidak mengangangu tidur kami, hanya saja hamba masih ingin berlama-lama mendengar suara syahdumu." Shasa menimpali denangan suara serak khas bangun tidur. Aurora terkekeh kecil, "Dasar Perempuan kecil pembual." ucapnya menjepitkan kedua jemarinya di hidung Shasa. Ken memutar bola mata, seperti biasa kedua perempuan berbeda usia itu akan menghangatkan pagi dengan saling melempar godaaan. "Cerita putri Aurora dengan Pangeran Ken telah usai. Cepatlah beranjak perempuan kecil jika kau tidak ingin terlambat ke sekolah."Ken melempar tatapan jengkel lalu menyibakan selimut untuk kemudian bangkit dari ranjang. Shasa melempar tatapan bermusuhan, ekspresinya dilumuri rasa kesal yang teramat sangat. "Kau sangat menyebalkan." "Dasar kecil. Umur mu sudah bertambah tapi sikapmu seperti bayi yang masih merangkak." tambahnya kemudian dengan memberi ejekan yang kental. "Ken aku membencimu!' teriak Shasa dengan suara menggelegar kemudian secepat kilat meraih bantal guling untuk dilemparkan tepat di wajah Ken. Aurora yang menyaksikan kemarahan Shasa meringis kecil, senyumnya berubah kaku sementara matanya mengawasi mereka secara bergantian. "Kau merusak wajah tampanku." ucapnya dengan nada tinggi sambil melemparkan bantal guling ke lantai. "Kau sama sekali tidak tampan. Berceminlah pada kaca jangan pada air yang jernih." jawab Shasa kemudian memunculkan tatapan mengejek. "Apa katamu" Ken berteriak, menyuarakan penolakan kental terhadap perkataan Shasa. "Aku ini sangat tampan. Kau harus memperbaiki penglihatanmu itu supaya kau bisa melihat jelas aura ketampanan ku." Seketika itu juga Aurora memutar bola mata, tidak tahan dengan kepercayaan diri Ken yang melebihi batas. "Baiklah pangeran Ken, saatnya kau membersihkan diri. Aku akan menunggu di ruang makan.' Aurora melempar senyum manis kepada Shasa dan Ken sebelum kemudian melangkah maju meninggalkan mereka.  Shasa mengerutkan wajah lalu mengalihkan pandangan, menatap ke arah Ken dengan sinis. "Ken jelek." ucapnya memeletkan lidah lalu melangkah pergi sambil menghentakkan kaki. Ken hanya terdiam lalu menggeleng-gelengkan kepala. "Perempuan memang sangat sulit dimengerti."   Butuh waktu lama bagi Cleo untuk menggerakkan kakinya yang kaku. Ketika melihat sosok lelaki bertubuh gagah yang sedang duduk di meja makan sambil menyesap kopi hitam pekatnya ingatan Cleo langsung terbayang pada peristiwa kejam yang tersunguh  ngeri di hadapannya. Hal itulah menimbulkan jarak yang dibangun oleh rasa amarah diantara mereka. Cleo sangat marah, tidak mampu mengendalikan diri sehingga menyemburkan kata-kata kasar bermaksud untuk melukai. “Sampai kapan kau akan berdiri disana?” Pertanyaan yang dilontarkan dengan nada rendah itu berhasil menyentak kesadaran Cleo. Kepalanya langsung terangkat dan matanya memandang kepada Darren. Sejenak ada keraguan yang menghinggapi benak Cleo sebelum memutuskan untuk melangkah lalu mengambil duduk di hadapan Darren yang dipisahkan meja panjang berwarna coklat tua. “Ayah tidak bekerja?” Cleo bersura memecahkan keheningan yang melanda. Darren menghela napas pendek, “Tidak. Ayah akan mengantarmu ke sekolah. Cepat habiskan sarapanmu.” Cleo menipiskan bibirnya, “Maafkan aku. Tidak seharusnya aku membentak ayah.” Kepala Cleo menunduk, wajahnya dipebuhi rasa bersalah, “Hanya saja aku menyukai Aurora ayah. Dia membuatku sedikit merasakan sentuhan ibu.” Entah keberanian darimana Cleo berhasil melemparkan kalimat itu. Hatinya sedikit lega namun suasana hening yang tiba-tiba melanda membuat nyali Cleo menciut. Dia mengetahui jika kemarahan Darren sudah menguar, menyemburkan udara panas yang membuat mereka tidak nyaman. Jemari mungil Cleo bertaut, saling menguatkan sebelum memaksakan diri untuk mendongak. Cleo menelan ludah, aura gelap menakutkan yang tampak jelas di wajah Darren langsung mendirikan bulu kuduk, menghadirkan rasa takut yang luar biasa. “Aku menyuruhmu untuk menghabiskan sarapan bukan malah membicarakan perempuan itu.” suara Darren ketika berucap masih tenang tetapi menyelipakan penekan disana. “Apa salah jika aku ingin memiliki ibu, ayah?” ‘Cleo!” Cleo tersentak kaget ketika mendengar teriakan yang menggelagar disusul dengan suara gebrakan meja yang keras. Butuh waktu lama baginya untuk menenangkan degup jantungnya yang bertalu kencang seolah hendak pecah. “Kaulah yang paling tahu jawaban dari pertanyaan itu Cleo?” Darren berucap tegas menatap tajam pada Cleo. Sebenarnya Darren tidak ingin memperpanjang perang dingin diantara mereka. Dia sudah memantapkan niat untuk tidak mengungkit masalah itu. Sayangnya sesuatu yang tidak pernah diduganya membuat suasana hatinya memburuk, semakin buruk karena putra kecilnya menginginkan hal yang mustahil untuk dirinya. Cleo sama sekali tidak pernah membicarakan masalah ini sekalipun ada banyak wanita dari berbagai kalangan atas yang bersedia mengambil peran itu. Tetapi pengaruh perempuan bernama Aurora sungguh membuat hati Cleo luluh dan Darren sangat tidak suka itu. Bagaimanapun, Darren tidak akan pernah memenuhi permintaan Cleo yang seolah menjurus pada sebuah hubungan sakral. Dia harus segera bertindak, memikirkan cara yang tepat untuk menyingkirkan Aurora dari pikiran Cleo. “Aku tidak tahu.” Setelah membentang keheningan yang panjang, Cleo menjawab dengan suara tenangnya, “Karena kau tidak pernah memberitahu. Aku dibesarkan olehmu tetapi aku tidak mengetahui siapa yang menghadirkanku di dunia ini. Lalu bagaimana aku harus menjawab pertanyaan mu itu.” Darren tertegun, wajahnya sedikit kaku karena seluruh ototnya menegang. Darren mengepalkan tangan, menarik napas dalam-dalam untuk mengisi paru-parunya yang kosong. Ada sakit yang sangat di hatinya, sedikit membuatnya tidka nyaman meskipun sudah terbiasa. Sekali lagi Darren menghela napas, menyusun kata-kata yang tepat dari mulutnya yang terkatup rapat. “Aku benci mengatakan ini tetapi dia sudah mati. Perempuan itu sudah lama terkubur dalam kegelapan abadi.” Sahut Darren dengan ekspresi datar, tanpa sedikit pun perubahan di ekspresinya.  WOW...  Aku terharu dengan jumlah cinta kalian teman-teman. Terimaksih banyak loh, aku sampai kaget pas cek dashboard. Padahal aku jarang jualan eh gak nyangka ada yang mau baca novel ini. Hihihihi YUPS,,, novel ini bakalan gantiin Liam sama Ella, seo berharap banget dukungan kalian semua baik dalam hal apapun. Dan doain juga supaya proses kontrak bisa cepat karena kalau belum dapat sign  label emang gak bakalan up nih novel. Jadi mohon doanya ya teman-teman. Kalau mau kasih kritik dan saran yang membangun juga diperbolehkan... Sampai jumpa semua. love you Guys Kalau ada yang mau ambil quotesnya, jangan lupa take nama saya yah thanks            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD