Lintang

1109 Words
Gadis berlekung pipi naik ke atas panggung membawa mikrofon di tangan kirinya, “Hey, semua ... senang bertemu dengan kalian di acara yang membuat saya merasa sombong ini,” katanya sambil terkikik, “Saya sangat senang, karena tulisan receh saya bisa membawa perasaan tersendiri di hati kalian, dan ... saya akan memberikan hadiah yang sangat spesial bagi siapa saja yang bisa menjawab pertanyaan dari saya, yaitu nomor ponsel saya.” Suara riuh membuat dua pasangan yang sedang menikmati hari liburnya sedikit terganggu dan ingin ikut melebur dan merasuk ikut ke dalam acara itu. “Mas, aku mau ke sana.” kata wanita berbibir mungil tebal kemerahan, sangat manja jika sedang merajuk, dan sangat lucu jika sedang marah. “Ke mana, Sayang?” tanya lelaki yang selalu sabar menghadapi semua keluh kesah dari wanita yang sangat dicintai yang sekarang sedang duduk di hadapannya ini. “Itu, Mas. Sepertinya sangat seru di depan sana.” wanita itu menunjuk ke kerumunan yang sangat asyik sendiri dengan acara yang mereka ikuti. “Sebelumnya ... saya sangat berterima kasih kepada semua orang yang berdiri di belakang saya dan selalu mendukung saya saat saya sedang buruk dan merasa tertekan. Salam manis untuk kalian semua dari Lintang Aurora.” 'Deg.' Kedua pasangan itu bergeming dengan keterkejutannya masing-masing. Dengan tergesa dia berdiri dan berlari menyibak kerumunan karena segera ingin melihat sapa yang berada di atas sana. “Hey! Kusuma! Hati-hati dengan langkahmu!” “Iya, Mas ... segera susul aku.” Pria tampan itu pun terkekeh dan melangkah tak jauh dari wanitanya. “Pertanyaan pertama, siapa orang yang paling berharga dalam hidup saya?” Dengan tangannya yang cepat dan lincah itu, dia mengacung sambil berloncat-loncat seakan ini adalah hari terakhirnya untuk meraih permen coklat di depan sana. “Ya? Siapa nama Anda?” tanya orang lain yang membawa mikrofon dan bertempat lebih dekat dengan penonton. “Tidak usah tahu siapa saya, karena saya selalu mengingat nama Lintang di semua memori otak saya.” “Hhuuuuuuu ... .” Keriuhan yang tak pernah dianggap berarti oleh orang yang akan menjawab pertanyaan pertama itu. “Lintang sangat sayang kepada ibundanya. Meski beliau sudah berada di surga, Lintang akan tetap merindukannya setiap malam.” Lintang bergeming di tempatnya. Bahkan dirinya pun terkadang pernah melupakannya, namun sosok itu mampu merekamnya dengan sangat tepat, “I love you.” kata Lintang sambil melemparkan ciuman jauhnya sambil mendadakan tangan kanannya. Pengunjung yang lain bertepuk tangan. Penjawab itu mendapatkan sebuah novel beserta dengan tanda tangan yang langsung dihadiahkan saat itu juga. Dalam sebuah tas dan sebuah foto yang memuat Lintang sedang menulis di depan laptopnya. “Selamat untuk pemenang yang pertama.” pengunjung pun bertepuk tangan kembali. “Terima kasih untukmu ... penggemar tanpa namaku ... I love you ... muaahhh.” “...” “Pertanyaan ke dua ini juga spesial, bukan hanya buku yang sudah saya tanda tangani, tapi juga berisi sebuah kaset DVD yang memuat keseharian saya.” Terdengar keriuhan dari seluruh pengunjung yang datang. “Pertanyaannya adalah ... apa yang paling saya benci di dunia ini?” Orang tersebut mengacungkan tangannya kembali dan bersahutan dengan pengunjung lainnya. Namun karena kalah cepat, dia kalah kali ini. “Sebuah perselingkuhan karena akan ada hati yang lebih terluka dibanding dengan rasa bahagia yang tidak lebih besar dari fatamorgana saja.” jawab pengunjung lainnya. “Bahkan aku mengingatnya di luar kepalaku ini.” monolog seseorang yang menelan kekecewaannya. Dia berpikir, Lintang akan memberikan nomor ponselnya tadi dan itu berarti berada di pertanyaan pamungkas yang sebentar lagi akan disampaikan. Dengan cepat dia berjalan mendekati seseorang pembawa mikrofon lainnya, dan menarik lengannya agak kasar. “Apa ada?” tanya orang berbaju hitam itu. “Apa kau mau jika aku memberimu uang lima puluh juta secara cuma-cuma?” “Tentu saja? Memangnya siapa yang akan menolak uang sebanyak itu?” “Kau bisa mendapatkannya sekarang juga.” “Apa itu uang palsu?” “Apa wajahku seperti orang miskin?” “Apa yang Anda inginkan?” “Kau sangat pintar dan cerdas. Biarkan aku yang menjawab pertanyaan pertama meski nanti jawabannya aku akan memikirkannya lebih dulu.” “Itu mudah. Jangan terlalu jauh dariku. Tapi aku bisa membawamu ke polisi jika kau mempermainkanku.” “Aku yang akan mendatangi kantor polisi itu sendiri jika aku mengingkari janjiku.” “Okey.” Mereka berjabat tangan sebagai tanda persetujuan. “WOW ... ternyata kau sangat menghafal tulisanku dalam cerita ‘IMAMKU DUNIA AKHIRAT’ ... aku akan memelukmu sekarang.” kata Lintang sambil merentangkan kedua tangannya. Penjawab pertanyaan ke dua itu pun dibantu oleh kru yang bertugas untuk sampai di atas panggung dan mendapatkan sebuah pelukan dari Lintang. “Aku sangat terharu ... aku pikir kalian yang berada di sini hanya diajak teman atau karena ramai saja dan ingin tahu ... ternyata kalian memang benar-benar mencintaiku ... I love you ... .” Pengunjung melonjak dan bertepuk tangan. Sungguh kebahagiaan tiada tara tampak di wajah mereka. “Ini pertanyaan pamungkas ... aku yakin pasti ada yang bisa menjawabnya jika mencintaiku dengan sangat ... aku akan memberikan nomor ponselku sebagai penghargaan atas cinta kalian untuk saya ... pertanyaannya adalah ... apa makanan yang ingin saya makan ... tapi ... saya tidak bisa memakannya ... dan kenapa?” Dia mengangkat tangannya lagi dan segera ditunjuk oleh seseorang yang sudah membuat janji khusus dengannya tadi. “WOW ... Anda cukup membuat saya terpesona ya ... .” “Ya ... karena saya juga terpesona dengan karya Anda.” “Jangan membuat saya baper.” Lintang terkikik sambil menutupi mulutnya dengan tangan kirinya, “Bagaimana? Apakah Anda masih bisa menjawab pertanyaan yang cukup sulit ini?” Dia mengangguk mantap, “Lintang sangat ingin makan ayam geprek, tapi karena lambungnya yang bermasalahan membuatnya harus rela tidak memakannya selama ini. Saya berharap Anda cepat sembuh juga dengan diabetes yang Anda alami, Lintangku Sayang.” Semua pengunjung bergeming. Jawaban yang membawa perasan tersendiri di hati mereka dan tak terkecuali Lintang juga. Lintang berbalik untuk menyeka air matanya, sudah terlalu lama tidak ada yang memperhatikannya seperti ini. Lintang membalik kembali, memandang tegar seseorang di bawah sana, dan tersenyum tegar, “Terima kasih ... atas cinta yang begitu besar yang sudah Anda berikan kepada saya ... I love you ... .” Pengunjung bertepuk tangan kembali, turut merasa haru melihat kenyataan ini. Lintang yang terlalu bersedih langsung berbalik dan turun dari panggungnya. Meski dia sangat ingin memeluk tubuh perhatian itu, tapi raganya seakan tidak kuat karena hatinya saat rapuh saat ini. Dia bergeming. Jawabannya sangat benar, dia yakin itu. Tapi respons yang diterimanya sangat jauh dari bayangannya sendiri. Seseorang mengulurkan bingkisannya yang ke dua. Dia pun menerimanya dengan tergesa dan segera mencari nomor ponsel yang sudah dijanjikan Lintang kepadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD