Chapter 64

1502 Words
“Eh? Muncul? Muncul apa ya? Heehee, aku suka becanda. Aduhh, telur belum lima menit lah, sayang jika di buang.” Ucvapku kembali lalu memungut telur yang pecah di lantai itu dengan kedua tanganku, dan ku pungut lalu akan aku taruh di mangkuk, akan tetapi urung lagi. “Heyy, gak boleh lah, jorok ini jatuh di lantai pasti banyak kuman.” Ucapku yang kemudian membuang telur dilantai itu di tong sampah, saat aku berbalik ternyata di belakangku sudah ada mama dan Fina yang memandangku dengan ekspresi datar. “Mama? Fina?” “Ya.” Sahut mama. “Sejak kapan mama dan Fina berdiri di situ?” “Sejak kakak, mengomeli telur yang jatuh di lantai.” Jawab Fina jujur. “Hehhehe... ma, beneran deh kakak gak sengaja tauuuu..” ucapku bermanja dengan mama yang hanya menunjukkan ekspresi datarnya. “Mama gak habis pikir sejak kapan mama punya anak yang gak waras gitu, ngomong sendri, memaki telur.” “Heheh, enggak gitu kok ma.” “Makanya, nikah. Mama pengen loh gendong cucu, kayak tetangga kita itu, setiap pagi dan sore bawa cucunya keliling komplek.” “Mama, klo bubur di kasih daun pandan enak ya?” “Ya lah, cita rasanya jadi nikmat.” “Dan ini di kasih jahe juga?” “Ya, biar tambah semlehoi, enak deh pokoknya.” “Kakak, suka buburkan?” “Ya dong ma suka banget kakak.” “Baguslah kalau suka, Papa dan Fari juga suka, jangan tanya mama dan Fina, juga suka banget.” “Wah, ajarin kakak ma, kakak pingin liat.” “Ya harus, perempuan harus pintar masak.” “Ya, mama.” “Kak Raline, emang juara untuk mengalihkan pembicaraan.” Gumam Fina dengan melipat kedua tangannya. Lalu fina berjalan mendekati telur yang sempat terabaikan itu, mengocoknya lalu dia bertanya pada mama yang membuat mama menepuk jidadnya pelan. “Ma, ini di dadar atau gimana?” taya Fina. “Ah, ya. Mama lupa, itu di dadar dek, buat lauk tambahan makan malam kita. Adek bisakan?” “Bisa kok, ma. Tenang aja.” “Ya, pinter adek mah jago ya kalau masak.” Puji mama. “Kak, coba ambil santannya, dan masukkan ke dalam, ya.” “Tapi ma, kalau gak di masukin juga enak kan?” “Ya enak, tapi menurut mama, lebih baik langsung dicampur saja.” “Kenapa ma?” “Ya, gak papa, karena jika di pisah ada bagusnya jika seperti bubur yang kental atau ketan itu baru bagus jika kuah santan atau gulanya di pisah.” “Hmm, Raline kurang paham ma. Ya udah deh ini Raline masukin ya.” “Ya, masukin lah.” “Ters, sekarang apa lagi ma?” “Di aduk kak, jangan di diamkan, nanti santannya naik ke atas gak enak.” “Ya.” “Ini mama masukin daun pandan dan jahenya. Tunggu beberapa menit lagi ya.” “Ya.” Setelah menunggu kurang lebih 2 menit akhirnya apinya di matikan dan itu artinya bubur kacang hijaunya sudah matang. Dan aku melihat ke arah Fina yang tengah mengaduk telur dengan sambal itu hingga merata, lalu memanaskan teflon, setelah teflon itu panas ia memasukkan minyak dan setelah itu telurnya ia masukkan ke dalam teflon yang sudah panas dan terisi minyak panas itu, dengan lincah ia mendadar telur itu, sampai akhirnya matang, setelahnya ia potong dengan potongan martabak, lalu ia berjalan mengambil piring dan menaruh potongan telur itu kedalam piring. “Hm, mendadar telur saja mah gampang kok.” Ucapku acuh dan berlalu dari dapur menemui mama yang kini duduk di sofa ruang Tv. “Kak, mana Fina?” “Ada masih di dapur.” “Oh, udah selesai belum dia?” “Udah tadi.” “Kak Raline gak mandi?” “Bentar lagi ma.” “Ya udah, mama mau ke kamar. Mama mandi dulu ya.” “Ya, ma.” “Ma.” “Ya, ada apa kak?” “Papa udah pulang belum sih?” “Udah, baru aja pas Raline disini papa baru masuk. Sekarang papa ada di kamar.” Ucap mama dan aku ber-oh-ria, lalu mama berlalu. Tak lama aku melihat Fina yang menghampiri aku dan duduk di sofa, ia memainkan ponselnya dan aku hanya meliriknya saja tanpa menyapa, saat dia akan melirikku aku langsung memalingkan muka ke arah layar Tv. “Kenapa kak?” “Enggak.” “Hahh, Fina mau mandi dulu.” “Ya, aku juga mau mandi.” Ucapku yang juga beranjak menuju kamarku. Setelah mandi aku mengenakan piyamaku di walk in closet, setelahnya aku keluar kamar karena sudah waktunya untuk makan malam, aku melangkahkan kakiku menuju dapur ternyata disana sudah ada mama yang tengah menyuapkan dan menata semua untuk makan malam, dan papa yang tengah terduduk di tempat biasa ia terduduk di ruang makan dengan memainkan gawai miliknya. “Malam mama, papa.” Sapaku. “Ya, malam sayang. Sini duduk kak.” “Ya, ma.” Patuhku. Tak lama setelah aku terduduk Fina muncul yang di ekori oleh Fari. Lalu Fina duduk begitu juga dengan Fari. “Fari, kalau papa perhatikan, Fari semakin dewasa ya.” Celetuk papa. “Ya lah pa, masa kecil aja.” “Maksud papa, kau semakin tangguh dan mulai bersikap dingin.” “Maksud papa gimana? Kenapa papa bilang Fari itu dingin?” tanya mama yang kurang terima dengan ucapan papa. “Papa lihat dan perhatikan, Fari ini sama seperti papa dulu waktu papa baru mengenal geng papa dulu saat gagal mendaftar sebagai pasukan prajurit.” “Papa jangan berfikir yang tidak-tidak ya.” “Papa, tenang saja, Fari tidak akan ngambil resiko yang merugikan Fari untuk kedepannya pa.” “Bagus jika ucapan Fari bisa di pegang. Papa percaya pada Fari.” “Makasih pa.” “Ya sudah ayo kita makan malam dulu.” Ucap mama, yang memutus pembahasan itu kami makan malam dengan khidmat tanpa membahas hal lain. Setelah makan malam, kami sempat berbincang-bincang di ruang Tv sambil menonton acara Tv. “Jadi, besok kak Raline, sudah balik lagi ke Jakarta?” “Ya pa, lagiankan janji Raline juga anak disini buat jaga mama dan adek Raline saat papa gak di rumah, sekarang papa udah pulang, jadi Raline juga harus kembali ke jakarta.” “Gak mau tinggal lebih lama lagi?” “Enggak pa, soalnya lusa, Raline ada janji dengan Nike agar menemainya seharian.” “Kenap di temani seharian, ada apa?” “Nike akan ikut dengan suaminya ke luar negeri pa.” “Ohh, ya sudah deh. Raline, disana jaga diri, jaga kesehatan juga ya. Selalu hubungi di rumah sini, jika ada apa-apa juga ya.” “Ya, papaku sayang.” “Mama gak sayang?” celetuk mama. “Ya, mama ku sayang juga.” “Hm, putri mama dan papa yang pertama sudah dewasa dan sukses. Semoga dia selalu sehat dan dalam lindungan Allah ya, Sekarang disini ada anak mama dan papa yang ke dua dan ketiga, semoga mereka juga sama seperti kamu ya, bisa sukses juga.” “Aaamiin.” “Pa, ma. Raline ngantuk, Raline mau tidur dulu ya.” “Ya sayang, selamat tidur ya.” Aku berjalan meninggalkan mama dan papa sendirian di ruangan itu, biarlah mama dan papa meluapkan rindu mereka di ruangan itu dengan bercerita banyak hal sambil menonton Tv, sampai akhirnya aku tida di pintu kamarku aku membukanya dan menutup pintu kamarku, setelah itu aku berlari ke arah ranjangku dan menghempaskan tubuhku di atas ranjang king size milikku. Aku tertawa dan tersenyum senang berguling kesana kemari, hingga aku menelentangkan tubuhku di atas ranjang, aku menatap lelangitan kamarku dan mengatur nafas yang berantakan, aku menerawang kembali tatapan mata mama saat melihat papa, seolah kesedihan danm keceriaan mama yang palsu kemarin-kemarin itu seolah sirna. Hingga entah sejak kapan aku melai terlelap dari tidurku, aku sendiri tidak menyadari kapan aku mulai tertidur, perasaan baru memejamkan mata. Akan tetapi ini hari sudah pagi saja, aku menatap langit kamarku dan berbalik sejanak lalu aku terduduk dan melihat ke arah nakas ini sudah pukul 6 sore, aku menurunkan kaki telanjangku ke lantai dan menyeretnya ke arah jendela dan menarik tirai, lalu aku memutar tubuhku ke arah nakas dan meneguk habis air dalam gelas di atas nakas itu. Aku membuka pintu kamarku dan turun ke bawah lalu berjalan menuju dapur disana ada Mama dan Fina, yang tengah asik menyiapkan sarapan. “kak, Raline?” “Ya. Ma.” “Kak Raline udah bangun?” tanya Fina yang tak harus di jawab. “Sini kak bantu mama sama Fina.” “Ya, ma.” Aku membantu mama dan Fina menyiapkan sarapan, meski hanya menata makanan di atas meja saja, tapikan sama saja membantu juga, membantu menyiapkan sarapan. “Papa sama Fari mana ma?” “Tadi sih di halaman depan, tapi kurang tau mama, katanya mau meregangkan otot.” Jawab mama dan aku hanya ber-oh-ria. Tak lama kemudian papa dan Fari masuk kedalam melewati ruang makan, lalu muncul kembali dalam ke adaan yang sudah segar bugar. Kami menyantap sarapan dengan khitmad, hingga suara papa memecahkan suasana di meja makan itu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD