Chapter 63

1507 Words
Sama seperti jaman di waktu kami masih kuliah dulu, suka jalan-jalan kemanapun tempat yang kami inginkan. Nike kembali gadis lagi ya, walaupun setelahnya dia akan menggendong seorang baby, tapi jika hanya mengendong saja saya juga nanti akan menggendong baby jika baby yang ia kandung telah lahir ke bumi ini. Hehee.. memikirkan itu aku tiba-tiba tersenyum sendiri, aku menoleh kanan kiri, ada orang tidak, hah bersyukur tidak ada yang melihat. Aku kembali melanjutkan aktifitasku yaitu membaca buku, di tengah keasikan dan ke fokusanku membaca buku teralihkan saat manik mata ku menangkap pergerakan seorang lelaki paruh baya yang berjalan akan melewatiku dan menuju garasi. “Papa, udah rapih, mau kemana?” sapaku bertanya pada papa. “Mau nemuin Yanuar, ada perlu. Sama mau kasih laporan yang di butuhkan juga.” “Ohhh, ya sudah. Hati-hati pa.” “Ya, papa brangkat dulu ya.” “Ya, pa.” Ya, pria paruh baya itu adalah papaku, yang baru terbebas dari tuduhan musuh yang menganggap papa sebagai ancaman. Setelah memasuki mobilnya dan keluar dari garasi, ia melaju meninggalkan garasi dan rumah, hingga mobil papa tak terlihat lagi, dan aku kembali melanjutkan aktifitasku membaca buku. “Siapa itu?” taanya Fina tiba-tiba yang membuatku terkejut, entah kapan dia sampai dan duduk di sampingku, mengapa aku sampai tidak menyadarinya dan Fari yang tengah bermain boxing yang tidak jauh dari tempatku duduk juga tidak ku sadari. “Siapa?” tanyaku balik pada Fina dan menutup buku yang sejak tadi membuatku fokus. “Itu?” tunjuk Fina pada orang yang ada di luar pagar dan nampak bingung. “Fari.” Panggilku. “Ya?” sahut Fari yang mendekatiku. “Coba lihat dan tanya dulu mereka yang disana itu.” “Ya.” Patuh Fari yang langsung mendekati orang-orang itu, orang-orang yang tampak sedikit aneh dengan beberapa tampak orang yang mengenakan serangan pegawai tempat mereka bekerja. Aku dan Fina memperhatikan mereka dari jarak jauh, tidak pergi dari tempat kami duduk sebelumnya. Fina juga masih lekat memperhatikan mereka sambil memakan buah yang ada di pangkuannya, begitu juga denganku sambil mengambil buah di pangkuan Fina dan mengunyahnya. Aku perhatikan, Fari setelah berbincang-bincang dengan mereka dan membukakan gerbang lebar-lebar, ia berbalik menampakkan wajah yang berbinar-binar berjalan mendekati aku dan Fina, aku heran melihat ekspresinya seperti wajah penjudi yang menang lotre, memengnya tahu wajah penjudi bagaimana? Hahaa, ampun dah author. “Kenapa?” tanyaku pada Fari. Aku melihat ada mobil masuk ke perkarangan rumah kami, aku mengalihkan pandanganku ke arah mobil itu, tak lama keluarlah dua orang dari dalam mobil itu dan ada sebuah mobil lagi masuk, tampak mobil pribadi dan mawah, dan keluar beberapa orang gagah dari dalam mobil itu. “Moge.” Ucapnya pelan dengan senyum cerahnya. “Ah?! Ya, aku lupa.” Responku yang langsung berdiri dan menghampiri mereka. Aku mengajak mereka untuk duduk di saung halaman rumah, aku ingin menyuruh mereka masuk kedalam rumah akan tetapi mereka lumayan banyak, jadi aku pikir ada baiknya jika mereka aku bawa ke saung saja, jadi lebihnyaman, pikirku. Aku memanggil Fina dan mengajaknya untuk membuatkan mereka minuman dan tak lupa aku juga membawakan makanan dari dalam lemari pendingin, mama juga yang dari dalam kamar tidak-tiba muncul dan menemui aku dan Fina yang tengah menyiapkan makanan di dapur. “Kakak sama adek ngapan?” “Lagi buatin minuman sama siapin makanan ringan, ma.” Sahut Fina cepat. “Banyak amat, ada tamu? Siapa kak?” “Itu ma, kemarin Fari minta motornya di tukar dengan moge, jadi aku udah buat janji sih sama perusahaanya minta tolong sama teman, dan aku lupa hari ini mereka dateng ke rumah.” “Ohh, lah kok sampai lupa sih kak.” “Ya, ma. Soalnya mereka ngehubungin kakaknya tadi malam pas, kakak udah ngantuk banget, kakak juga lupa sama apa yang mereka ucapin.” “Kok bisa sih kak.” “Hehhe.” Cengirku pada mama. “Fari jangan kebiasaan di manja, dia masih pelajar.” “Ya, ma. Udah kadung kok.” “Hmmm.” “Hhehe.” “Ya udah sana keluarin kalau udah, kasian tuh mereka lama nunggu di sana.” “Ya, ma.” Ucapku, aku dan Fina membawa minuman yang telah kami buat dan juga membawa makanan ke arah saung, disana Fari dan juga ada Yanuar yang tengah berbincang-bincang dengan orang-orang itu, aku dan Fina menaruh makanan dan minuman itu di saung. Tak lama kemudian, beberapa orang membuka mobil box itu dan ternyata di dalamnya terdapat moge yang Fari inginkan, dengan wajah senang dan berseri-seri ia meneliti kendaraan itu, dan mereka mengobrol yang entah aku tidak begitu mengerti dengan apa yang mereka obrolkan, biasa obrolan lelaki wanita memang jarang ada yang mengerti, aku hanya tersenyum melihat wajah bahagia dari keluargaku, karena kebahagiaan ku melihat wajah kebahagiaan terpancar pada keluargaku itu cukup bagiku. *** Setelah tak berapa lama para utusan perusahaan moge itu datang dan berbincang-bincang, merekapun pulang, tinggallah Yanuar dan Fari di halaman rumah sambil memandangi secara detail moge itu, dengan tawa senang dan senyum binarnya terpancar mereka, kemudian menaiki moge itu bedua keluar rumah dan entah kemana, tinggallah aku dan Fina yang terduduk di tempat kami sebelumnya, datanglah mama dari arah belakang menghampiri aku dan Fina. “Kak, dek.” Panggil mama berjalan ke arah kami yang kempak membuat kami menoleh ke arah sumber suara. “Ya, ma.” Kompak aku dan Fina menyahut. “Mana moge?” “Dibawa sama Fari dan Yanuar.” “Kemana?” “Entah, mungkin ya biasa lah lagi tes driver ma.” “Ohh, iya juga mungkin ya.” “Mama gak ikut papa, ma?” “Enggak, mama pengen di rumah aja, sama kalian.” “Oya, kak Raline mau balik ke jakarta lagi?” “Ya, ma. Rencananya besok, soalnya ada janji sama Nike lusa.” “Hm, janji apa? Pesan kebaya?” “Enggak, ma. Tapi mau nemenin dia seharian, karena Nike akan menemani suaminya kerja di luar kota, kebetulan suami Nike di kasih kepercayaan oleh atasannya untuk menangani proyek itu, jadi Nike jiga kan harus ikut suaminya ma.” “Ya juga sih, kalau udah nikah bakal nemenin suami terus apapun yang terjadi, jangan sampai jauh dari suami, kadang di luar banyak perempuan-perempuan berani, dan lelaki juga hanya manusia biasa, bisa saja kan tergoda gengan wanita lain.” “Mama, jangan negatif terus ihhh, gak baik buat kesehatan.” “Ya, mama ngerti. Mama kadang hanya tidak habis pikir saja dengan orang-orang yang seperti itu. tapi, hah ya sudahlah jangan sampai keluarga kita yang mengalami hal itu ya, berdoa tolak bala kak adek. Supaya kita di jauhkan dari bala.” “Ya, ma.” Ucap kami berdua Fina yang langsung berhambur ke pelukan mama yang duduk di antara aku dan Fina. “Pintar anak-anak, mama.” *** “Kak, yang bener ya, ini yang rapih jangan acak-acakan.” “Ya, ma.” “Mama mau ke belakang ngambil daun pandan, ingat saat mama udah kembali lagi, ini semua udah rapih, ya. Tidak ada kulit telor yang tidak di tempatnya.” “Ya, ma.” “Bagus, ini telornya di semuain aja ya, jangan di pisah antara putih dan kuning telur, dan di kocok sampai mengembang ya.” “Siap, ma.” “Ma, adek ngapain?” “Adek ikut mama, mama mau ambil jahe dan daun panda juga.” “Oke.” Ucap Fina dan kini tinggal aku sendiri di dapur sedangkan Fina dan mama sedang ada di halaman belakang mengambil daun pandan juga jahe. Aku tengah asik dengan kegiatanku yang mama titahkan untukku tadi yaitu memecahkan telur dan mengocoknya, aku dengan semangat menyelipkan handset di telingaku dan sambil mendengarkan musik aku berjoget-joget ria. Tidak menghiraukan apapun lagi sambil bergerak sesukaku, terus bersemangat sambil bersenandung ria, aku memecahkan telur kemudian memasukkannya ke dalam mangkuk, saat tengah asik dengan kegiatanku tiba-tiba saja ada pengganggu, entah siap yang menghubungiku, membuat telingaku sakit saja, segera aku mengambil ponselku dari dalam saku celanaku. Ternyata Fari, ada apa dia menelfonku, segera aku angkat. “Halo?” “Halo, kak. Huhuuuu enak bangat kak, naek moge, huhhh..” pekiknya di sebrang, aku yakin dia tengah mengendarai mogenya itu dengan Yanuar, dengan kesal aku mengomel sendir dan memaki ponselku, segera ku matikan lalu kembali kusimpan di dalam saku celanaku. “Mengganggu saja.” Makiku. Kemudian aku kembali dengan aktifitasku sebelumnya, ak mengambil telur, kemudian saat aku akan mengambil sendok dan membuka telur itu akan tetapi tiba-tiba telur itu terlepas dari tanganku dan berujung pecah di lantai, seketika itu aku terdiam melihat telur yang sudah ada di lantai dapur itu, kemudian aku memaki-maki entah apa yang aku maki dan seketika aku kembali tersadar dan memungut telur itu dari lantai. “Ihhhh, dasar deh. Telur kamu bosan di olah? Bosan di makan? Kenapa malah jatuh dan lepas dari tanganku? kau sengaja ya? Apa? Ada yang ganggu? Siapa?” “Dasar, ini pengganggu ya. Pasti benar nih telur ada yang ganggu aku nih, sekarang. Makanya terlurnya jadi jatuh, enggak-enggak pasti ada yang mencoba menyentuhku dan alhasil sekarang telur yang di tanganku terjatuh iya kan? Siapa yang berani ha? Muncul aja di hadapanku sekarang, jangan jadi pengecut.” Rancauku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD