Chapter 62

1510 Words
“Apa ma?” “Tadi mama dan Fina pulang sore, begitu mama dan Fina sampai di halaman rumah, Fari juga baru sampai, jadi yang di rumah itu ya kak Raline. Jadi, yang masak ini semua adalah kak Raline, yang di ajari oleh Rumi.” Jelas mama yang membuat papa ber-oh-ria. “Jadi yang masak, Kak Raline?” “Ya, pa.” Ucap mama yang ku anggukki. “Wah, kak Raline semakin banyak kemajuan ya, dalam memasak.” Ucap papa dan aku tersenyum menunjukkan gigiku. “Kak Raline, walaupun kak Raline seorang wanita karir, tapi kak Raline jangan melupakan ke wajiban kakak nanti ya, bahwa perempuan harus melayani suaminya, apa lagi memasak juga harus pintar. Kalau bisa suami harus makan masakan kakak, kakak yang harus buatkan masakan untuk suami dan anak-anak kakak nanti, walaupun ada pembantu. Paham maksud papa?” nasehat papa. “Paham, pa. Kakak ngerti, ini kakak lagi belajar pa.” “Bagus, semangat papa sangat dukung kak.” “Makasih pa.” “Ayo, kita lanjutkan makan malamnya, yang kenyang ya. Ini udang asam manis nya belum habis, ayo nambah lagi.” Ucap papa pada semuanya. Kami makan malam dengan suasana yang sangat bahagia dan juga haru karena kepulangan papa di luar dugaan bahwa papa akan pulang hari ini, tanpa memberi kabar kepada kami, benar-benar sebuah kejutan yang menyenangkan. Hingga kami menyelesaikan makan malam kami, semua makanan yang tersaji di atas meja ternyata habis semua tanpa sisa. Benar-benar berkah malam ini, setelah menyelesaikan makan malam kami, papa dan semuanya duduk di ruang Tv dan aku membereskan bekas kami makan malam, aku mencuci piring kami dan menyusunnya kembali di rak kitchen. Setelah selesai merapihkan dapur dan meja makan itu aku ikut mereka bergabung di ruang Tv, mendengarkan cerita mereka. “Papa, selama pergi tinggalnya dimana pa?” “Di markas, tapi pindah pindah, tidak menetap di satu tempat, kaena saat sudah mulai tercium papa pindah lagi, sampai Yanuar datang dan membawa papa ke markasnya.” Jelas papa. “Ya, maaf om sedikit terlambat.” “Tidak, kenapa harus minta maaf, mungkin jika Raline tidak menghubungi dan memberi tahu om saat itu om masih terjebak saja loh, justru om harus ngucapin terima kasih pada Yanuar, berkat Yanuar om sekarang terbebas dari tuduhan.” “Bersyukur om, Tuhan sangat baik dan selalu berpihak pada kita, dan akhirnya kebenaran terungkap juga.” “Ya, benar sekali. Bagaimana kabar papa dan mamamu di sana?” “Sehat om, baik-baik aja.” “Ya, ternyata mereka masih ingat dengan ku. Aku harus atur jadwal untuk bertemu dengan sahabatku itu.” “Ya om.” “Dengar-dengar kau punya adik ya?” “Ya, om benar, adik perempuan masih di bawah Fari.” “Oh, ya. Soalnya waktu itu om pernah dengar percakapan mu dengan adikmu itu.” “Ya dia sangat manja sekali om dengan Yanuar, begitu juga dengan mama dan papa dia sangat manja.” “Ya, wajar sama seperti Fina, nih.” Ucap papa yang membuat semua tertawa. “Papa.” Rengek Fina. “Kalau di bawah Fari berati seumuran dengan Fina? Atau masih di atas Fina?” “Di atas Fina, om. Fina kelas berapa?” “Kelas 3 SMP, kalau Fari dia kelas 3 SMA.” “Ya, kalau adik Yanuar dia kelas 1 SMA, om.” “Ohhh, jadi tuaan Fari 2 tahun ya.” “Ya, betul om.” “Ya, jadi kamu lama gak punya adek? Sama seperti Raline dulu kesepian.” “Hahah sama sih Yanuar juga kalau di rumah kesepian jadi Yanuar sering kabur dari rumah sampai mama cemas, akhirnya mama dan papa membawa Tama pulang ke rumah dan jadi teman Yanuar main. Bahkan sampai sekarang semua apa-apa bareng dan selalu samaan.” “Cuman satu yang gak boleh samaan.” Timpal Tama. “Apa tu?” tanya papa. “Pacar.” Ucap Tama dengan senyumnya. “Ohhh ya, tidak bisa itu.” ucap Yanuar. “Hahhahha, bahaya itu kalau samaan.” Ucap papa yang di sambut galak tawa semuanya. “Om, jadi rundu masa-masa om dulu dengan papa kamu. Papa kamu itu sahabat om. Dia sangat tahu persis seperti apa, om. Bahkan awal mula om masuk ke geng om itu juga dia tahu, hingga om mengubah geng om itu menjadi lebih baik lagi, lebih ke hal positif yang bisa membantu yang lebih membutuhkan, meskipun masih tak kenal ampun untuk ke sesama mafia.” “Ya, saat itu waktu Yanuar dapat tugas disini dan tugas pertama Yanuar ini, kan sebelumnya Yanuar cerita dulu sama papa, karena papa juga kan, banyak tahu tentang kota ini, karena papa pernah tinggal lama di sini, bahkan besar disini.” “Ya. Benar.” “Akhirnya papa minta tolong pada Yanuar, untuk membantu om Hamka keluar dan terbebas dari permasalana ini.” Kami mendengarkan cerita papa dan Yanuar sampai hampir hilang kesadaran. Tidak kuat lagi rasanya menahan kantuk, hingga aku pamit ke kamar untuk tidur sedangkan Fina dia sudah di alam mimpi di pangkuan mama. Fari masih betah mendengarkan papa begitu juga dengan mama. *** Keesokan paginya, entah semalam tidur jam berapa, aku tidak tahu, tapi saat setelah pamit akan tidur di kamar aku tanpa menghiraukan apapun lagi dan tanpa mengingat apapun lagi, saat tubuhku menyentuh kasur itu langsung hilang kesadaran, kini aku baru terbangun. Aku mendengar suara hiruk pikuk dari luar kamarku, suara burung dan angin bertium seolah terdengar dekat denganku. Aku beranjak dari tidurku dan pandanganku langsung mengarah ke nakas disana terdapat jam beker, aku mendesah ternyata ini sudah siang bolong, sudah pukul 10 saat ini. Aku menjuntaikan kaki telanjangku ke lantai dan menapakinya perlahan, aku meneguk habis air putih di atas nakas dan mengambil karet gelang yang ada di atas nakas lalu ku gunakan untuk mengikat rambutku, aku menyeret langkahku untuk membuka tirai jendela dan membuka pintu arah balkon. Aku menggerakkan tubuhku agar otot tubuhku tidak kaku, aku tersenyum menatap langit yang cerah juga burung-burung yang berterbangan kesana kemari. Aku tersenyum sambil meregangkan otot-otot tubuhku, lalu aku memegang pagar kecil sedadaku di balkon. Aku merasa jauh lebih menyenangkan saat ini, hatiku terasa jauh lebih lega dan tenang, tidak sama seperti sebelumnya yang terasa ada sesuatu yang dipikirkan tapi sangat sulit di ingat, apakah ada yang terlupakan? Semacam ada yang hilang. Kalian juga pasti tahu hati siapa yang akan tenang dan biasa saja ketika salah satu anggota keluarganya tidak terlihat atau dijangkau oleh mata, apa lagi yang seperti Raline, papanya.  Sebagai anak tertua dia harus terlihat kuat di depan mama dan adik-adiknya. “Kak, kak Raline. Buka pintu.” Teriak seseorang dari balik pintu kamarku, aku tahu pasti siapa pemilik suara itu, dia adik perempuanku yang cantik, cerewet juga cengeng, Fina. Aku tersenyum menoleh ke arah pintu. “Kak Raline.” Pekiknya. Aku berjalan mendekati pintu kamar tidurku dan membukannya. “Ya, sudah bangun, ada apa?” “Mama menyuruhku untuk memanggil kak Raline untuk sarapan.” “Baiklah, aku akan turun dan sarapan. Jangan khawatir, sebentar lagi turun.” “Oke. Ditunggu.” Aku tersenyum akhirnya bisa melihat senyum tulus mereka dengan wajah yang benar-benar memunculkan binar kebahagiaan. Adikku Fina dia sangat dekat dengan papa, tentu saja dia akan sangat kehilangan papa jika papa tidak di rumah. Bersyukur akhirnya kami bisa berkumpul kembali. Disini lah kami sekarang, Complite. Ada papa, mama Fina, Fari juga aku, Raline. Keluarga Hamka Rafic kembali utuh di meja makan ini, yang tengah menikmati sarapan yang telah di sajikan oleh mama di atas meja. “Kak Raline, tepati janji.” Celetuk Fari, sempat bingung apa yang di maksud Fari, apakah dia mengingatkan aku untuk menepati janjiku dengan Nike? Tapi, kapan aku memberi tahu dia bahwa aku ada janji dengan Nike? Kenapa Fari bisa tahu tentang janjiku itu? pertanyaan semakin bermunculan di kepalaku. “Moge.” Celetuknya kembali yang sontak membuatku menoleh ke arahnya yang kini tengah menyunggingkan senyum devilnya. ‘Ck, adikku ini, kau memang tampan. Tolaong jangan jadi breng*ek ya, apa lagi pada cewek seperti kakak dan adikmu.’ Batinku meliriknya. “Tenang saja, sudah ku pikirkan.” Sahutku datar. “Ada apa bang?” tanya papa yang penasaran juga terlihat dari lirikan mama dan Fina. “Gak apa, pa. Kak Raline baik pada Fari.” “Ya, kalian harus menjaga kebaikan antara saudara. Itu bagus, papa dan mama pasti senang. Omong-omong, moge apa ya?” “Itu loh, ma, pa. Bang Fari minta moge sama kak Raline, biasanya kan gitu bang Fari suka minta beliin barang sama kak Raline.” “Bener itu kak?” tanya papa. “Eh, eh anak kecil tau apa? Aku pinjam kok duit sama kak Raline, nanti kalau udah punya tak bayar.” “Kapan bisa punya?” “Tenang aja, pasti tak bayar cepat kok.” Ucap Fari dan aku hanya memutar bola mata acuh. “Eh, iya. Bang Yanuar sama bang Tama mana mana pa?” “Semalam sudah pulang kembali ke asrama.” “Ohhh, Fina pikir minap.” “Enggak.” *** Cuaca cerah hari ini, aku membaca buku di taman halaman depan rumah, aku berencana besok akan kembali ke Jakarta, agar hari minggunya dapa memenuhi janjiku pada Nike, untuk menemaninya seharian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD