Chapter 61

1527 Words
“Siap siap.” Ucapku dan menata semuanya hingga rapih di meja. “Nah, cekep sekarang sudah siap semua, kan? Apa masih ada yang kurang?” “Tidak ada, sekarang langkah membuatnya.” “Baiklah, bagaimana?” “Siapkan sebuah wadah, masukkan tepung, garam dan merica. Aduk rata.” “Setelah merata?” “Lumuri fillet daging ayam dengan tepung.” “Baiklah.” Patuhku dan mengikuti intruksi Rumi hingga selesai. “Selanjutnya?” “Panaskan minyak dalam wajan dengan api sedang. Ingat api sedang.” “Ya.” Ucapku dan memanasakn minya di dalam wajan. “Jika sudah panas minyaknya, sekarang Goreng ayamnya hingga matang dan Sisihkan.” “Oke.” Ucapku mengacungkan jempolku pada layar ponselku, sampai akhirnya aku selesai menggoreng ayamnya. “Raline, Panaskan minyak dalam wajan dengan api sedang. Masukkan bawang bombay dan cabai rawit. Tumis hingga layu. Ingat minyaknya sedikit saja untuk tumis.” “Ya, siap bos.” “Bagus, memang lah aku bos.” “ jika sudah, Masukkan air, saus teriyaki, Bango Kecap Manis, dan garam. Aduk rata.” “Siap.” “Sekarang, Masukkan fillet daging ayam yang telah digoreng tadi. Lalu aduk rata hingga matang.” “Oke deh, siap.” Ucapku tersenyum manis dan mengacungkan jempolku pada Rumi yang wajahnya ada memenuhi layar ponselku itu. “Kalau sudah di cicipi saatnya angkat dan sajikan selagi hangat, itu sangat nikmat. Saat dingin juga nikmat kok.” “Hm, apa lagi yang buat perempuan cantik.” “Mulai dah, sebentar lagi menghilangkan namaku.” “Tidak kok, aku tidak sejahat itu, kadang.” “Yee, kadang.” “Hehheh... senangnya, semua sudah tersaji di atas meja dengan rapih, saatnya mandi.” “Bagus, ucapkan terima kasih dulu pada master.” “Ya, terima kasih Rumi.” “Ucapan terima kasih belum di konfirmasi.” “Ha?” “Yang tulus makanya.” “Baiklah, ehmm. Terima kasih master chef Rumi.” “Bagus. Ucapan terima kasih di konfirmasi.” “Ahh, ribet lu mah.” “Hahha.. ya sudah mandi dulu sana, aku juga akan mandi, lalu ke resto.” “Oke, Rumi, sekali lagi terima kasih.” “Ya, sama-sama sahabatku.” Ucapnya danm tersenyum manis. Panggilan video yang lama itu akhirnya terputus. Aku berjalan menuju kamarku dan mencas ponsel pintarku yang terasa panas itu di dalam kamar dan menaruhnya di atas nakas. Aku berjalan menuju kamar mandi dan masuk kedalam, aku berniat mandi akan tetapi aku tidak bisa menahan godaan bathub, dan aku menikmati berendam di dalam bathub dengan aroma vanila yang melekat dan menguar diseluruh ruangan kecil itu, hingga membuatku memejamkan mata menikmati kenayamanan yang tercipta di ruangan kecil itu, kamar mandi. Pukul 6 sore aku baru menyelesaikan mandiku, dan keluar dari dalam kamar mandi dengan mengenakan handuk kimono dan sebuah handuk yang meliliti rambutku. Aku berjalan menuju walk in closet menghambil piyama yang akan aku kenakan. Setelah selesai bersalin di dalam walk in closet itu aku keluar dan menuju meja riasku untuk mengeringkan rambut dengan hair drayer. Setelah selesai mengeringkan rambut aku berniat untuk turun ke bawah dan melihat apakah mama dan Fina sudah pulang atau belum. Saat sampai di lantai bawah aku melihat Fina yang juga berjalan keluar kamar menuju ruang tengah. “Fina, sudah pulang?” tanyaku yang berjalan menghampirinya. “kak? Iya, tadi sampai rumah jam tengah enam.” “Dimana mama?” “Masih di dalam kamar.” “Kalian dari mana saja, seharian?” “Dari tempat teman mama, kemudian rumah nenek dan mampir ke mini market, beli buah.” “Hm, jalan-jalan lah ya.” “ya dong, tidak di rumah saja, sumpek.” “Dan aku disini jadi tukang jaga kandang.” “Hahha, terima saja, dah nasib, hahaha.” “Issst dasar ya.” “laper gak Fin?” “Laper sih, tapi nunggu mama sama bang Fari.” “Fari udah pulang?” “Udah, pas Fina sama mama sampai halaman rumah, bang Fari juga sampe di antar sama bang Yanuar.” “Ohh, Yanuar gak ikut mampir?” “Enggak, tadi keliatan buru-buru gitu, agak panik.” “Emm.” Gumamku yang nampak berfikir. ‘Ada apa?’ itu lah pertanyaan yang memenuhi otakku saat ini. Aku memanaskan kembali masakanku, setelah panas aku meletakkannya di atas meja kembali, setelah itu aku dan Fina menunggu mama dan Fari di depan Tv sambil menonton acara Tv yang di stel saat ini. Setelah menunggu Fari dan mama pukul 7 malam, akhirnya mama dan fari keluar dari dalam kamar, dengan ke adaan yang fress alias segar. Mama menghampiri aku dan Fina, ia tampak mengembangkan senyum ramahnya. Sedangkan Fari berjalan langsung tanpa menyapa menuju meja makan. “Kalian sudah lapar?” tanya mama yang langsung di angguki Fina. “Ya sudah ayo tunggu apa lagi, kita makan sekarang, Fari udah duluan dia, mungkin perutnya sangat lapar itu.” ucap mama. “Wah, ini enak juga.” Ucap Fari. “Ini beli di resto mana, kak?” tany Fari dengan senyumnya itu. “Enggak beli.” Protesku tak terima sedangkan Fari tersenyum jahil. “Emang bisa masak?” “Bisalah, bang. Kan ada abang Rumi, bang Fari lupa sahabat kakak mu itu adalah koki disalah satu resto terbesar di Jakarta?” ucap mama membelaku. “Iya bang Fari ini, gak boleh gitu. Kak Raline baik loh sama abang selama ini.” “Dengar bang adek kamu ngomong.” Ucap mama menimpali lagi dan Fari hanya tersenyum saja dan langsung duduk di kursi dengan mengisi piring kosongnya dengan nasi. “Assalamualaikum..” terdengar suara berat yang familiar sekaligus yang di rindukan selama ini, hening dan masing-masing tampak berfikir. Hingga lamunan kami terpecahkan dengan suara Yanuar. “Assalamualaikum, tante Ivana.” “Walaikumsalam.” Ucap kami serempak dan menoleh ke arah sumber suara, disana benar saja ada Yanuar yang berdiri di samping seseorang pria yang sudah lama sangat kami rindukan kehadirannya, juga di samping pria paruh baya itu ada Tama yang berdiri tegap nan gagah, pria paruh baya itu tampak menyunggingka senyumnya pada semua orang yang ada di ruangan itu. “Assalamualaikum..” terdengar suara berat yang familiar sekaligus yang di rindukan selama ini, hening dan masing-masing tampak berfikir. Hingga lamunan kami terpecahkan dengan suara Yanuar. “Assalamualaikum, tante Ivana.” “Walaikumsalam.” Ucap kami serempak dan menoleh ke arah sumber suara, disana benar saja ada Yanuar yang berdiri di samping seseorang pria yang sudah lama sangat kami rindukan kehadirannya, juga di samping pria paruh baya itu ada Tama yang berdiri tegap nan gagah, pria paruh baya itu tampak menyunggingka senyumnya pada semua orang yang ada di ruangan itu. “Papa?” pekik mama yang langsung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, mama terlihat syok dan juga dia tidak menduga sebelumnya papa kan datang malam ini. Begitu juga denganku, Fari dan Fina. Kami tampak seperti orang bodoh menatap papa, hingga kami tersadar saat melihat mama yang memeluk papa sambil menangis, kami berjalan menghampiri papa, dan langsung memeluk papa, Fina sudah menangis memeluk papa. “Huuaaaa, papa. Fina rindu papa.” “Fina, anak papa. Udah gadis, cantik. Gak boleh cengeng ya.” “Huaaaa, gak bisa pa. Fina kangen sama papa. Iyaa, tapi kan sekarang udah ketemu papa, kan?” “Ya.” Ucap Fina mengangguk anggukkan kepalanya sambil mengusap air matanya, ke dua anggota Yanuar dan Tamu itu hanya tersenyum aku dan Fari juga mama ikut tersenyum melihat Fina yang tidak lepas dari papa. “Ayo pa, kita makan dulu. Belum makan kan? Yanuar juga Tama.” “Ya, tante. Lapar sekali ini, hanya makan tadi siang saja.” Sahut Yanuar yang jalan menuju meja makan. Dan kami, duduk di meja makan itu dengan piring kami masing-masing, ternyata hari ini papa pulang, gak salah aku masak banyak hari ini, jika aku tidak masak hari ini pasti kami akan kelaparan dan harus memasak terlebih dahulu atau pesan makanan juga sama menunggu lama, aku tersenyum senang. Kami di meja makan itu menyantap makan malam kami dengan lahap dan hati yang berkali-kali lipat senangnya, karena kepulangan papa hari ini. “Wah, disini ada menu ke sukaan papa dan Fari nih.” Ucap papa sambil mengambil piring yang berisi udang asam manis, papa menaruh udang asam manis ke dalam piringnya dengan senyumnya yang merekah juga disusul Fari yang mengambil piring udang asam manis. Begitu juga dengan Yanuar dan Tama. “Enak ya om, masakannya benar-benar enak-enak disini, Yanuar betah om selam tinggal disini, meski hanya ikut makan malam saja.” “Hahha, Ya itu salah satu sebab saya betah di rumah karena masakan istri saya memang enak-enak.” Ucap papa dengan bangga. “Mama, masaknya banyak malam ini, biasanya emang masak banyak atau karena malam ini saja mama punya feeling?” “Ehm, yang masak bukan mama, pa.” “Bukan mama? Lalu siapa? Atau mama pesan dari resto? Yah, mama gimana sih baru papa tinggal berapa minggu brapa bulan saja sudah malas masak, mulai pesan-pesan online.” Cerocos papa tanpa memberi mama kesempatan untuk membaca. “Pa, dengerin dulu.” Pinta mama sedangkan Fari dan Fina hanya menunjukkan cengirnya, Yanuar dan Tama hanya tersenyum saja, mungkin mereka juga bingung dengan perdebatan anatara mama dan papa, sedangkan aku hanya menatap mereka acuh dengan ekspresi datar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD