Chapter 60

1507 Words
Aku mulai membersihkan udang di wastafel, mengusir kejenuhan tanpa mengobrol dengan Rumi yang lumayan sedikit jauh dari wastafel aku menyanyi-nyanyi saja walaupun tidak jelas menyanyikan apa dan nadanya berubah 180 derajat, yang penting happy kan, peduli apa dengan lagunya, ini mulutku yang berucap. Setelah membersihkan udang selesai aku kembali menghadap layar ponselku dan melihat Rumi yang tengah berkutat di depan laptopnya. “Halo, Rumi. Halo.” Ucapku didepan layar ponselku yang membuat Rumi menoleh ke arahku. “Ya. Bagai mana, sudah di bersihkan?” “Sudah dong, sudah kinclong.” Ucapku dan aku melihat senyum di wajahnya. “Memangnya lantai, kinclong.” “Ya, maksudku sudah bersih.” Ucapku lagi dan dia tertawa renyah. “Sekarang, beri perasan jeruk nipis dan garam lalu diamkan beberapa saat.” “Siap, berapa menit bebebrapa saatnya.” “5-10 menit saja sudah cukup.” “Baiklah.” Patuhku. Aku melakukan apa yang Rumi titahkan untukku tadi yaitu aku meratakan perasan jeruk nipis dan garam pada udang tadi dan mendiamkannya beberapa menit. Selama mendiamkannya, aku menoleh ke arah Rumi yang tampak fokus berkutat dengan laptopnya itu. “Rumi.” Panggilku. “Ya.” Jawabnya menoleh ke arahku. “Ada apa?” lanjutnya bertanya. “Kau sedang mengerjakan apa?” “Menyusun Masa depan.” “Masa depan?” “Hahah, aku ingin mendirikan sebuah restoran.” “Wah, bagus sekali, aku senang mendengarnya. Rumi aku selalu mendukung mu. Aku menantikan hal ini.” “Ya, aku akan mulai dengan kecil-kecilan.” “Bagus sekali, pokonya semangat.” “Ya, semangat kok.” “Eh, Rumi.” “Ya.” Sahutnya tanpa menoleh ke arah layar ponselnya. “Bagaimana hubungan mu dengan Kak Mayang?” tanyaku penuh hati-hati sambil melihat ekspresi wajahnya. “Maaf, aku tidak bermaksud untuk menyunggung asmaramu, jika tidak ingin bercerita tidak apa kok.” Ucapku saat melihat raut wajnya yang tampak berubah dan menjadi gugup. “Aku tidak bermaksud membuatmu, mengingat kembali..” “Tidak Raline, jangan merasa bersalah, karena kamu sudah menyinggung masa laluku. Lagi pula aku pikir apa salahnya jika sahabatku tahu tentang ku. Kau saja tidak ada rahasia yang kau tutupi dariku.” “Maaf, tapi jika kau tidak ingin bercerita tidak masalah kok.” Ucapku dan aku melihat senyumnya terbit. “Dulu hubungan ku dengan Mayang, memang kurang baik, Raline.” “Maksudnya?” “Aku sangat mencintai Mayang, dan aku berikiran bahwa Mayang juga memiliki perasaan yang sama untukku, tapi pada kenyataannya Mayang berselingkuh dan memilih menikah dengan selingkuhannya, meski aku memohon dan memaafkan Mayang meminta dia kembali padaku, akan tetapi sia-sia. Hubunganku dengan Mayang memang tidak bisa di pertahankan.” Jelasnya sambil menerawang. “Kak Mayang berselingkuh? Bukankah kak Mayang sangat baik dia di kenal sebagai wanita lemah lembut bukan?” tanyaku sedikit penasaran. “Hm, Mayang punya jalannya sendiri.” Ucapnya singkat. “Dia mengatakan, bahwa orang tuanya ingin dia bahagia dan menikah dengan pria yang mapan, pria kaya raya. Dengar-dengar suaminya adalah seorang pengusaha batu bara. Sedangkan aku apa? Disaat itulah aku belajar ikhlas.” Lanjutnya. “Sabar, come on Rumi ayo move on. Mungkin dia memang bukan jodohmu dan Tuhan telah mempersiapkan yang terbaik untukmu.” “Gua udah ikhlas, Raline.” “Berati udah bisa buka hati untuk penghuni baru?” “Belum, gua lagi memperbaiki diri. Agar bisa jadi seseorang yang jauh lebih baik dari sebelumnya.” “Ya, semangat, Rumi, gue selalu suport lo.” “Terima kasih, Raline. Eh, ngemong-ngomong ini udah lebih loh dari 10 menit.” Ucap Rumi yang menyadarkan aku. “Ha? Ya, benar.” Ucapku yang refleks melihat mangkuk yang berisi udang, aku menatap layar ponselku melihat senyumnya yang merekah. “Ada apa?” tanyaku. “Tidak apa.” “Sekarang bagaimana ini?” tanyaku menunjukkan mangkuk udang. “Siapkan wadah, campur semua bahan untuk bumbu lalu aduk hingga rata.” “Oke.” Ucapku patuh dan mencampur semua bumbu dalam mangkuk dan ku aduk hingga merata. “Lalu?” tanyaku kemudian. “Panaskan wajan.” “Ya.” Ucapku yang mengambil wajan lalu ku panaskan di atas kompor. “Masukkan 2 sendok makan margarin lalu tumis udang hingga setengah matang.” “Oke.” “Jika sudah setenga matang, Masukkan sisa margarin ke wajan yang sudah dipanasi lagi, ingat Raline hanya sebantar jangan lama-lama, tumis udang setengah matang hanya sebentar.” “Ya, mak. Bawel ahh.” “Apa?” “Hehehh.. becanda, lalu bagaimana?” “Tumis bawang bombay hingga mengeluarkan bau yang harum.” “Oke.” “Sudah mengeluarkan bau harum?” “Ya, sudah.” “Tuangkan bumbu yang telah dicampur, masak hingga mengental.” “Bumbu yang di campur rata dalam mangkuk tadi?” “Ya.” “Oke siap.” Ucapku masih mengikuti intruksi Rumi. “Jika sudah mulai mengental, Tambahkan udang, aduk hingga bumbu meresap.” “Ya.” “Bagus.” “Daun bawang untuk apa?” tanyaku. “Ya, sekarang boleh tambahkan potongan daun bawang.” Ucapnya dan aku menambahkan potongan daun bawang itu kedalam wajan. “Lalu? Sudah ini?” tanyaku. “Cicipi rasanya, jika sudah mengeluarkan bau yang harum angkat lalu sajikan.” “Hey, jangan pura-pura amnesia deh.” “Kenapa?” “Gue tidak bisa mencicipinya, ini saja gue pakai masker.” “Oh, Ya, Ya sudah, mudah-mudahan rasanya pas.” “Ya, mudah-mudahan.” Ucapku. Setelah dirasa masakan yang aku masak sudah matang dan siap disajikan, aku mengambil piring dan menaruh udang asam manis itu kedalam piring lalu menaruhnya di atas meja. Aku berniat malam ini bisa makan malam dengan sempurna, dan selain itu aku berharap bisa berbincang-bincang dengan mama dan Fari juga Fina, memberi tahu mereka bahwa tadi pagi papa telah menelfon dan memeberi tahu bahwa papa baik-baik saja dan sebentar lagi papa akan segera terbebas dari tuduhan karena saat ini adalah pengejaran pelaku di balik kasus papa. Aku sangat senang karena akhirnya pelaku di balik fitnahan terhadap papa bisa tertangkap, aku juga penasaran siapa yang berani sekali memfitnah papa, siapa musuh papa itu hingga begitu sangat dendamnya ia terhadap papa. “Raline.” “Ya, Rumi.” “Kau akan buat Udang goreng tepung juga?” “Ya.” “Baiklah, tapi, apa tidak sebaiknya kau buat menu lain saja.” “Maksudnya?” “Jangan udang semua.” “Ada ayam juga?” “Ya. Bukankah Fina tidak memakan udang dan tante juga sama.” “Ya, kau benar. Lalu buat apa?” “Ayam teriyaki saja.” “Baiklah, ide bagus juga. Oke brati kita ganti menunya menjadi ayam teriyaki.” “Ya.” “Sekarang, apa yang di perlukan?” “400g fillet daging ayam, dan jangan lupa di potong dadu atau sesuai selera mu saja, tapi jangan nampak suwir.” “Oke, potong dadu saja.” Ucapku dan berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil daging ayam disana, dan kembali membawanya ke arah ponselku menunjukkannya pada Rumi. “Bagus. Ya sudah si bersihkan dan di potong-potong dulu.” Ucapnya dan aku mengangguk, menaruh daging ayam itu kedalam wadah dan membawanya ke arah wastafel, aku membersihkan ayam itu dan memotong-motongnya sama seperti bentuk dadu, hingga akhirnya selesai memotong dan membersihkannya aku kembali ke depan layar ponselku dan menunjukkannya pada Rumi. “Seperti ini.” “Wah, bagus. Ya, seperti itu.” “Lalu sekarang?” “Siapkan 1 buah bawang bombay dan di iris tipis memanjang, paham tidak memanjang?” “Ya, paham.” “Bagus.” Ucapnya, dan aku mengambil satu buah bawang bombay dan mengirisnya memanjang, setelah selesai aku tunjukkan pada Rumi. “Siapkan 2 sdm saus teriyaki dan 2 sdm Bango Kecap Manis.” “Aku cari dulu.” Ucapku dan Rumi mengangguk. “Ada gak ya, saos teriyakinya?” gumamku bertanya pada diriku sendiri, akan tetapi masih di dengar di telinga Rumi. “Ada.” Sahutnya. “Ah? Dimana?” “Itu ada campur dengan bumbu lain.” Ucapnya yang membuatku menoleh ke arah bumbu saos yang lainnya berada. “Ah, ya benar, ini dia. Ngomong-ngomong mata lo tajem juga ya.” Ucapku. “Lo lupa siapa gua? Apa perlu gua ingatkan lagi?” “Ahh, ya hehhe.. maaf deh, maaf.” “Ya, maaf di konfirmasi.” “Hmm.” Ucapku meliirik ke arah Rumi yang tampak santai dan acuh tak acuh. “Ambil 3 buah cabai rawit, kemudian di iris tipis.” “Wait, waittt..” ucapku dan mengambil 3 buah cabai rawit, kemudian ku iris tipis-tipis. “Jika sudah sekarang siapkan, 1 sdt garam, 2 sdm minyak, untuk menumisnya dan 200 ml minyak, untuk menggoreng ya, lalu 50 ml air.” “Pelan-pelan.” “Ya. Siapkan garam dulu.” “Sudah, sekarang 200 ml minyak makan.” “Ya.” “Dan 50 ml air.” “Ya, pintar.” “Memanglah aku pintar. Sekarang 2 sendok minyak makan untuk menumisnya?” “Ya.” “Oke, oke. Sudah siap semua. Lalu sekarang, langkah-langkahnya.” “Belum, bahan untuk balurannya belum disiapkan.” “Ohh, ya. Lalu apa saja?” “80 g tepung terigu, 1sdt garam, dan setengah sendok merica putih bubuk.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD