Chapter 30

1526 Words
“Bunda kamu, kayak mana sih orangnya?” “Ya kayak gitu, dia baik kok, kamu tenang aja, aku pasti belain kamu kok kalau dia marah atau gak terima kamu.” “Makasih ya, beneran kan, bakal belain aku?” “Ya, bawel deh.” Ucapku dan dia tersenyum senang. Setelah beberapa saat aku dan Putri sampai di depan resto, aku langsung memarkirkan mobilku dan aku melihat mobil Raline terparkir di sini, pikiranku menerka apa Raline sedang dinner atau sedang ada pertemuan bisnis. Aku menghampiri putri yang menungguku di teras resto, aku merogoh ponselku di saku celanaku dan membuka pesan dari bunda yang mengatakan bahwa bunda sudah ada di dalam resto lalu aku menyuruh Putri untuk menggandeng tanganku kami masuk beriringan dengan senyum yang merekah di wajah kami. Aku dapat melihat bunda yang tengah menggenggam gawai di tangannya, aku tersenyum menatap bunda dan melihat di sekitar bunda tidak ada orang lain selain bunda. Aku mengernyitkan dahi ku bingung, apa jangan-jangan bunda mengerjai aku sebenarnya bunda ingin tahu siapa pacarku, segera aku langsung melepas tangan putri yang ada di lenganku. Meski sempat ada penolakan dari Putri tapi pada akhirnya dia melepaskan genggamannya. Ku menyapa bunda, dan duduk di depan bunda disusul oleh Putri yang duduk di sampingku, tak lama kemudian bunda memanggil nama seseorang yang aku kenal selama ini sekaligus seseorang yang sulit untuk aku lupakan. Perempuan itu sangat cantik di mataku dia selalu tersenyum ramah, diam-diam aku mencuri pandang padanya, dan melihat sekeliling mungkin saja dia sedang ada pertemuan bisnis pikirku karena aku tidak melihat siapapun bersamanya, wanita ini senyumnya selalu bisa menghipnotis ku, entah kenapa melihat senyumnya aku menjadi ikut tersenyum. Tapi, hampir saja aku lupa bahwa aku sedang membawa seseorang di sampingku. Sungguh aku tidak menduga jika pertemuan ini akan menjadi sedikit canggung, aku pikir perempuan yang masih aku rindukan ini hanya sekedar menyapa bunda, tapi aku salah. Perempuan cantik ini lah yang bersama bunda. Kenapa bunda tidak bicara dari awal, sungguh bunda aku sangat kecewa dengan bunda seolah bunda tidak berpihak padaku. Meski sempat ada perdebatan aku dan bunda, tapi kami melewati makan siang kami dengan tenang seolah tidak ada yang terjadi antara aku dan bunda barusan. Bunda bisa lupa semuanya jika sudah melihat makanan. Apa lagi saat bunda sedang lapar, tapi itu bagus deh, jadi kami bisa makan siang dengan khidmat. Setelah selesai makan siang, aku ingin sekali bicara dengan Raline, tapi tidak ini bukan waktu yang tepat, saat Raline pamit ke toilet dengan bunda, saat itulah aku juga pamit pada bunda untuk pulang lebih dahulu dan bunda akan pulang bersama Raline, lain kali aku akan bicara dengan Raline. Putri pov Aku tidak menyangka pedekate yang aku lakukan selama setahun ini berbuah manis, meski sekarang, Barack menganggap ku sebagai pacar pura-pura, tapi aku sangat yakin suatu saat nanti Barack akan menjadi suamiku, hari ini aku harus bersiap-siap dan tampil cantik sekalian ngambil hati sama calon ibu mertuaku. Aku menunggu Barack untuk menjemput ku tepat di depan gedung apartemenku, setelah aku melihat mobil Barack mendekat dan berhenti tepat di depanku aku sangat senang dan langsung masuk ke dalam mobilnya. Selama di perjalanan aku tidak hentinya bertanya ke pada Barack tentang bundanya, hingga kami sampai di resto italia tempat kami janjian dengan bundanya Barack. Aku turun lebih dulu dan menunggu Barack di teras resto, Barack menyuruhku untuk memeluk lengannya, dengan senang hati aku melakukannya, senang rasanya bisa dekat dengannya pria tampan, baik juga penuh perhatian. Setelah Barack menemukan tempat duduk bundanya, tiba-tiba Barack menyuruhku untuk melepaskan pelukanku di lengannya, aku ingin menolak tapi saat melihat mata Barack aku tidak jadi protes aku langsung melepaskan pelukanku di lengannya. Setelah menyapa bunda dan duduk di samping Barack, tiba-tiba bunda memanggil nama seseorang, siapa lagi nama yang bisa mengubah mood ku, Raline itu namanya, dia mantan Barack yang membuat Barack tidak menoleh kearah ku, meski sudah ku pepet-pepet selama setahun ini. Menyebalkan sekali, tapi aku tetap harus jaga sikap di depan bunda, calon ibu mertuaku di masa depan, aamin. Hehee Dalam makan siang kami terasa canggung, ihh kesal sekali rasanya Barack dia curi pandang dengan perempuan itu, Barack juga sempat terlibat pertengkaran mulut dengan bundanya, yang entah bicara apa aku tidak mengerti Barack dan bundanya bicara apa sih kesal aku. Sampai akhirnya kami menikmati makan siang bersama setelah selesai makan siang mantan Barack itu pamit pergi ke toilet, dan saat aku juga ingin pamit pergi ke toilet Barack tiba-tiba bicara pada bundanya, yang mengatakan bahwa Barack pamit pulang, mau tidak mau aku juga ikut pulang bersama Barack, niatku ingin pergi ke toilet urung. Raline Pov Setelah 5 menit berlalu aku berada di dalam toilet dan 10 menit sudah, kenapa Barack tidak ada di depan toilet, pikirku. Ahh, bodoh sekali aku, dia 'kan ada pacarnya di sampingnya, mana dia berani menemui aku. Aku takut mereka kelamaan menunggu ku di toilet akhirnya aku pergi dari toilet itu. Setelah aku keluar dari toilet aku melihat bunda duduk sendiri disana, ‘Loh, dimana Barack dan pacarnya itu?’ Batinku. “Bunda.” Panggilku. “Ya, sayang. Raline, sudah dari toilet?” “Sudah, bun.” “Barack dan pacarnya dimana? Sudah pulang?” “Ya, mereka sudah pulang nak.” Ucap bunda Barack, dan aku ber-oh-ria. “Bunda mau langsung pulang?” Tanyaku pada bunda. “Ya, ayo kita langsung pulang. Bunda sudah lelah seharian ini.” Ucap bunda. Aku mengambil mobilku lalu melesat di jalan raya mengantar bunda pulang ke rumahnya. Setelah selesai mengantar bunda pulang ke rumahnya, aku kembali melajukan kendaraan ku menuju apartemenku, hingga akhirnya aku telah sampai di garasi dan memarkirkan si putih yang sudah di ajak jalan-jalan seharian ini. Aku berjalan menenteng tas jinjing ku menuju lobby dan masuk kedalam lift, saat sampai di pintu apartemen, aku tidak sabaran ingin segera masuk, hingga pintu apartemenku benar-benar terbuka lebar, aku langsung masuk dan kembali menguncinya. Setelah itu aku melangkahkan kakiku ke kamar dan melempar tas jinjing ku, lalu merebahkan tubuhku di atas ranjang king size itu, tanpa di sadari aku langsung terlelap dalam tidurku. *** Pukul 17:00 wib, aku terbangun dari tidurku yang lelap sepulangnya makan siang dengan bunda, dan juga Barack. Aku menguap dan merentangkan kedua tanganku, aku memang terlihat mandiri dan dewasa juga profesional di depan orang-orang apa lagi pegawai ku, tapi jika di rumah dan masih sendiri begini, siapa yang tahu jika mereka tidak melihatku. Aku beranjak dari ranjang dan menuju kamar mandi, aku akan mandi membersihkan tubuhku, lalu setelah selesai mandi aku mengenakan piyama lalu mengambil ponselku dan berjalan menuju dapur, aku menghampiri lemari pendingin dan mencari apa yang bisa di makan, selain itu juga aku menuangkan minuman dan membawanya ke depan Tv, aku menaruh semua makanan yang aku peluk di atas meja, meletakkan ponselku lalu aku berjalan menghampiri mbah Hayati. “Halo, mbah Hayati. Bagai mana kabarmu hari ini?” “Apa? Baik? Syukur alhamdulillah jika baik.” “Ya, ya, berati kamu dah siap kerja dong, mbah Hayati ya?” “Ah, mbah Hayati pintar sekali, ya sudah kalau udah siap kerja, silahkan kerja dulu ya.” “Ya, bagus, bagus, mbah Hayati, baik sekali, silahkan kerja.” Rancau ku dan menyetel robot yang aku beri nama mbah Hayati itu. Setelah menyetel robot itu aku langsung kembali duduk di sofa depan Tv dan mencari acara Tv yang bagus, aku tengah asik dengan makanan juga remot Tv, mencari film komedi lalu remotku berhenti di sebuah chanel yang menampilkan upin dan ipin, aku asik menontonnya sambil makan snack yang telah tersaji. Saat tengah asik menonton acara Tv, tiba-tiba ponselku berdering tanda ada yang meneleponku, segera aku lihat nama si pemanggil, ternyata dia adalah Vendry, segera aku angkat. “Halo.” “Halo, cuk lagi apa?” “Lagi nonton, ucuk lagi apa?” “Lagi, baru selesai makan nih, ucuk dah makan?” “Belum, makannya nanti malem aja, tanggung kalau makan sekarang.” “Ya juga sih.” “Ialah.” “Gimana kalau Kita buat challenge, yuk?” “Tentang apa?” “Tanya jawab.” “Oke mulai dari Ven, ya.” “Okay.” “Silahkan di mulai.” “Cuk, kalau Ven ada di situ sekarang, akan di cuekin enggak?” “Enggak dong, mana mungkin di cuekin, apa lagi, ucuk orang jauhkan?” “Ya.” “Memang kapan ada rencana ke sini?” “Belum tau sih ini masih sibuk juga.” “Hm, kenapa tanya itu sih.” Ucapku dengan nada kecewa. “Kita udah setahun kenal ya?” “Ya.” “Kok, bilang iya ‘nya lemes gitu sih?” “Perasaan mu aja mungkin.” “Ya udah kita lanjut lagi ya.” “Okay.” “Ya udah sekarang ucuk Raline yang tanya biar Ven yang jawab.” “Hm, ucuk seandainya Raline nikah apa yang akan Ven lakuin?” “Nikah dengan orang lain?” “Ya.” “Pokoknya, Raline harus temani Ven saat Ven ada di Jakarta.” “Walaupun udah nikah.” “Ya.” “Okay.” “Kenapa Raline tanya itu sama Ven?” “Karena Raline bosan tanya Ven kapan Ven akan main ke Jakarta.” “Maaf.” “Ya, selalu di maafkan.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD