Chapter 49

1502 Words
“Kak.” “Kak Raline.” Samar-samar aku mendengar ada suara seseorang memanggil namaku. “Kak.” “Kak Raline.” “Kak.” Suara itu semakin jelas ditelingaku, aku terdiam sejenak, kemudian aku mulai membuka mataku perlahan ketika namaku mulai di panggil kembali, samar-samar manik mataku menangkap bayang seseorang, pas di hadapanku, dia seorang anak perempuan yang cantik, aku seperti mengenal gadis kecil ini, perlahan manik mata kami bertemu aku mengedipkan mataku untuk memastikan siapa gadis kecil yang ada di hadapanku ini, sepersekian detik, seperkian menit kemudian aku tersadar dan langsung beranjak duduk dari tidurku. “Kak Raline kecapean?” “Aku.. eh, tidur disini enak dek. Kena sepoi angin.” Ucapku. “Dimana mama?” “Mama lagi mandi tadi, kak.” “Kamu udah mandi, dek?” “Udah.” “Dimana abang Fari?” “Masih ada di luar, kak.” “Ngapain?” “Mungkin main game, atau ngobrol-ngobrol sama polisi yang ada di luar.” “Ya udah, kakak mau mandi dulu.” “Ya, kak.” Aku beranjak dari dudukku dan bergegas masuk ke dalam rumah yang kini di ekori oleh Fina, aku masuk ke dalam kamarku dan mengambil handuk, aku lihat Fina menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, dengan tangannya menggeser-geserkan layar ponselnya, setelah itu aku berjalan memasuki kamar mandi dan bersiap untuk membersihkan diri, aku menyempatkan diri untuk berendam dengan wangi vanila menguar yang menguar di seluruh penjuru memenuhi ruangan kecil itu. Setelah selesai dengan ritualku aku beranjak mengambil handuk dan meninggalkan tempat yang masih kental dengan wangi vanila itu. Saat keluar dari dalam kamar mandi aku melihat Fina masih dengan posisi yang sama dan memainkan ponselnya, aku melempar handuk muka ke samping Fina dan duduk di bibir ranjang. Aku membuka gelungan handuk di rambutku dan menggosok-gosoknya agar cepat kering dan airnya tidak menetes ke lantai jika aku buka handuk itu. “Fina, udah makan dek?” tanyaku sambil menggosokkan rambutku dengan handuk. “Makan malam belum, kak.” Sahutnya. Setelah aku rasa rambutku mulai mengering aku beranjak menuju meja rias dan duduk di bangku itu, aku mengambil hair drayer dan mulai mengeringkan rambutku setelah vitamin rambut merata ke seluruh rambut, aku mengambil gelang karet di laci meja riasku dan menggulung tinggi rambutku ke atas dan mengikatkannya. Aku berjalan menuju walk in closet dan berganti pakaian dengan mengenakan piyama karakter panda milikku yang selalu tertata rapih di walk in closet dalam kamar. Aku keluar dari walk in closet dan melewati Fina. “Kak, mau kemana?” “Mau buat makan malam kita.” “Ikut.” Fina berlari kecil mengikuti aku dari belakang, hingga aku sampai di dapur, aku membuka lemari pendingin, dan manik mataku menangkap sosok Fina yang berdiri di belakangku. “Kamu ngapain?” “Aku, liat kak Raline masak untuk makan malam kita.” Sahutnya. “Ya kan gak harus ngikutin kayak gini kali, dek. Serem ihh, jadi takut malah.” “Hehee..” cengirnya. “duduk aja sana di kursi meja makan.” “Ya deh.” Ucapnya dan berjalan duduk di kursi sambil memainkan gawai miliknya itu. Aku mulai melihat isi lemari pendingin itu, ada makanan apa saja yang bisa aku buat untuk makan malam kami, setelah melihat isi lemari pendingin itu, aku mengambil potongan ayam dan juga kangkung, aku pikir goreng ayam dan membuat cah kangkung tidak begitu buruk, kan? Aku mulai menyiapkan bahan-bahannya, dan tak berapa lama mama menghampiri aku dan Fina di dapur, dengan ke adaan yang sudah wangi. “Ngapain, kak?” “Buat sayur untuk makan malam, ma. Mama udah mandi?” “Udah dari tadi.” Ucap mama dan aku ber-oh-ria. Aku mulai berkutat di pantry dan menggoreng ayam, aku menoleh ke arah Fina yang tengah sibuk dengan gawai dan memakan buah, juga melihat mama yang tengah asik memakan buah diatas meja, aku kembali membalik ayam goreng itu agar masak merata. “Papa kamu nyuruh kamu untuk tetap tinggal disini sampai papa pulang bawa bukti?” tanya mama tiba-tiba memecahkan ke heningan. “Ya, ma.” Sahutku tanpa menoleh ke arah mama dan tetap fokus pada masakanku. “Mama menghubungi papa?” tanyaku. “Ya.” “Apa papa memiliki pesan lagi?” “Ya, papa bilang izinkan Fari berteman dengan mereka.” Jawab mama, dan aku menoleh ke arah mama. “Mereka? Yanuar dan Tama?” tanyaku. “Ya.” Jawab mama cepat, dan aku kembali pada kegiatanku. “Papa berpikir mereka bisa bersahabat, seperti papa kalian dan papa Yanuar itu, dan papa kalian berfikir ini akan menguntungkan Fari agar dapat menjadi lelaki yang bisa di andalkan, seperti yang papa kalian inginkan.” “Mudah-mudahan Fari bisa, ma. Karena bagaimanapun juga tetap bagaimana Fari, tidak bisa kita paksakan kemampuan Fari.” Ucapku menoleh ke arah mama yang duduk di kursi meja makan bersama Fina yang tengah mengunyah apel itu. “Ya. Fari sebenarnya harapan papa, karena dia putra satu-satunya di keluarga ini, keturunan papa.” “Fari bisa, ma. Hanya mungkin belum saatnya.” “Ya. Fahri lelaki yang bisa di andalkan.” Ucap mama. “Ngomong-ngomong, dimana Fari?” lanjut mama bertanya. “Tadi sih masih di luar, ma.” Sahutku dan Fina mengangguk cepat. “Ya, ma. Abang tadi masih di luar, main game sama dua orang polisi itu.” sahut Fina. “Main game?” tanya mama menaikan sebelah alisnya, dan Fina mengagguk cepat aku tersenyum menoleh ke arah mama dan Fina. “Kenapa, ma?” tanyaku. “Ya gak apa.” Jawab mama pelan. Beberapa saat hening hanya ada suara kunyahan dan kenceng yang beradu dengan spatula. Tak lama terdengar sebuah suara. “Permisi, tante.” “Eh? Oh ya, Yanuar? Ada apa?” tanya mama yang sedikit terkejut saat tiba-tiba mendapati Yanuar yang sudah ada di dapur itu. “Mau ke kamar kecil, tante.” Sahutnya dengan senyum manisnya itu. “Oh, ya belok kiri paling pojok.” “Ya, terima kasih, tante. Saya permisi dulu.” “Ya, ya silahkan.” Ucap mama dan Yanuar langsung pergi ketempat tujuan. Akhirnya sayurku telah masak dan kini aku sajikan di atas meja. Setelah selesai menata masakan ku itu, Yanuar keluar dari kamar kecil dan akan melewati kami kembali. “Yanuar.” “Ya, tante?” “Dimana teman kamu?” “Ada di luar, tante.” “Ajak makan bersama ya.” “Fari dimana? Masih di luar juga ya?” “Ya tante.” “Ya sudah, kamu langsung duduk saja disini, biar tante yang panggil Fari dan teman kamu.” “Ya, tante.” Patuh Yanuar dan mulai mendekati meja makan. Yanuar duduk tepat di hadapan aku dan Fina, kami saling tatap dan sama-sama tersenyum. “Maaf ya, makan malamnya cuman dengan ini saja.” Celetukku dan iya tersenyum manis. “Gak apa, dari pada semua di masak tapi ujung-ujungnya gak ke makan kan sayang, mubazir.” Sahutnya. “Ya, kamu orangnya pengertian ternyata ya.” Ucapku dan ia masih mengembangkan senyumnya. “Aku harap, kamu memang orang baik.” Celetukku yang seolah masih belum bisa percaya dengannya. Ia menoleh ke arahku dan aku membuang muka. “Kamu tenang saja, semua pembicaraan ku bisa kamu pegang. Karena aku juga tidak di ajarkan untuk menjadi lelaki pengecut oleh ayahku.” “Ya, bagus lah.” Ucapku menatap menu makanan yang tersaji di atas meja itu, sedangkan Fina hanya menoleh ke arahku dan Yanuar bergantian. Tak berapa lama keheningan kami di meja makan itu terpecahkan dengan ke datangan mama, Fari juga Tama. “Ayo, ayo kita makan bersama.” Ucap mama ku dengan semangat. Aku dapat melihat semangat mama yang membara, ada rasa senang melihat mama tersenyum dan dari wajah mama memancarkan sebuah binar yang tulus, yang belum aku lihat sebelumnya, saat aku sampai di rumah ini, bukankah tadi siang hingga sore ini mama terlihat begitu murung dan sangat putus asa sekali, dan sekarang mama memancarkan secercah harapan. Apakah itu artinya mama mempercayai pria yang kini ada di hadapan ku? Tapi mudah-mudahan pria ini tidak akan mengecewakan mama dan benar bisa di percaya. Mama menuangkan nasi ke dalam piring yanuar dan temannya, begitu juga Fari, disusul dengan Fina dan aku. Kemudian kami mengambil sayur dan lauknya, kami makan bersama malam ini dengan wajah yang terlihat jauh lebih bahagia dari pada sebelumnya yang terlihat suram. Setelah selesai sarapan, aku merepihkan meja makan dan Fari juga kedua anggota kepolisian itu beranjak dari meja makan dan berjalan menuju ruang tamu, mama dan Fina membantuku menaruh cucian piring ke dalam wastafel, lanjut aku mencucinya, mama membuatkan minuman untuk kedua anggota itu, juga mengeluarkan makanan ringan dari dalam lemari pendingin. Setelah aku selesai mencuci piring mama yang tengah sibuk dengan ke giatannya itu, menyuruhku untuk menyajikan minuman itu kepada kedua anggota itu, namun aku menolaknya. "Kak, sudah selesai cuci piringnya?" tanya mama padaku. "Ya, ma." sahutku. "Kak, hantar dulu minumanya untuk Yanuar dan temannya di depan." titah mama padaku. “Mama saja yang mengantar minuman ini, aku mau menghubungi pegawaiku dulu.” Ucapku melongos pergi dari hadapan mama. "Fina mau bantu kakak, ma." ucap Fina yang langsung mengekoriku masuk ke dalam kamar.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD