Chapter 73

1568 Words
Tak berapa lama, beberapa orang p*layan datang dengan membawa nampan besar di kedua tangan mereka, lalu meletakkan semua menu makanan itu di atas meja kami, setelah semua terhidang di atas meja, kami menyantap makanan itu dengan pilihan menu masing-masing. “Ayo makan.” Ucapnya, dan aku mengangguk iya. Kami menyantap makan malam yang sangat malam itu berdua dengan keheningan, kurang nyaman rasanya, jika harus diam seperti ini, sedikit canggung bagiku, dan benar-benar sangat tidak nyaman bagiku, akan tetapi melihat dia yang menyantap makanannya dengan tenang aku jadi sedikit menepis pikiranku yang membuat ke canggungan tercipta, bukan kah selama ini saat berkomunikasi kami saling terbuka satu sama lain dan tidak ada rahasia apapun, kenapa harus merasa canggung sekarang, tapi memang berbeda saat berkomunikasi di ke canggihan teknologi dengan bertemu langsung. “Apa yang sedang  dipikirkan, ucukku ini?” ucapnya yang membuat lamunan ku buyar, membuatku sedikit lingling dan ia tampak tersenyum padaku dengan wajahnya yang terlalu dekat dengan wajahku itu. “Gak apa.” Jawabku dan kembali mengayunkan sendok nasi ke dalam mulutku, aku masih mencuri tatap dengannya. ‘Kenapa aku harus canggung, sedangkan dia biasa saja?’ batinku merasa bodoh. Flashback on.. tuttttt “Halo.” “Ya, halo.” “Ucukkkk..” “Yaaaa..” “Hahah.. ucuk lagi apa?” “Baru pulang kerja.” Seperti biasa selalu terdengar gala tawa dari kedua orang itu. “Ucukkkkk..” “Yaaaa..” “Buka Vc nyaaa..” “Yaaa.” “Hay.” “Halooo.. hahaha..” Begitulah,dari keduanya selalu terdengar suara yang cetar membahana, saling melempar canda tawa dan terlihat sangat menyenangkan itu. Apakah mereka tidak menemukan titik kebosanan? Selalu saling terhubung dan terasa sangat deket, padahal kedua muda-mudi itu belum pernah bertemu sama sekali. “Sedang apa, ucukku?” tanya Pria yang terdapat di dalam ponselku itu. “Sedang menatap indahnya bulan di hadapanku.” “Kenapa bulan? Siapa Ven kah? Atau ponselnya?” “Seseorang yang ada di balik layar itu.” “Siapa? Ven?” “Siapa lagi?” “Aduh, ucukku ini. Ven jadi gak sabar, ingin cepat jumpa ucukku.” “Mauu, kapan sih?” “Secepatnya, mudah-mudahan.” “Hmm, cuman bisa sabar.” “Maaf maaf ucukku. Makasih udah mau sabar.” Ucapnya dan aku hanya terdiam saja dan memperhatikan setiap detail wajahnya, dan sedangkan ia tengah berbicara dan mengucapkan banyak hal dengan ekspresi tampang datarnya itu, yang menurutku tampak ekspresi datarnya itu membuatnya semakin terlihat menggemaskan dan imut, di tambah lahi saat ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. “Aduh, ucukku siapa sih itu ganggu aja, uhhh gak tau apa, Ven lagi kangenan ini sama ucukku.” Rancaunya, sedangkan aku hanya tersenyum menyaksikan detail wajahnya dengan ekspresi wajahnya yang terlihat sangat menggemaskan itu. Sambungan telepon itu terputus, kedua muda mudi itu mengakhiri panggilan telefon itu. Raline tersenyum menatap ponselnya yang baru saja mengakhiri panggilan telefon, ia merasa senang dan gemasnya ia sampai mencubit lembut pipinya yang masih mengembangkan senyumnya itu. "Ah, sepertinya aku sudah mulai gila." gumamnya. Gadis itu terus tersenyum dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang king size miliknya itu, ia masih terus menggenggam ponsel itu, ia memeluknya dengan sayang dan dan memejamkan matanya sambil mengatur nafas. "Kenapa aku masih saja merasa sebahagia ini jika ditelpon olehnya? apa aku selalu terus jatuh cinta? ah, dia membuatku gila." gumam gadis itu. perlahan s iring berjalannya waktu, gadis itu kini tertidur pulas di atas ranjang king size miliknya di apartemen yang gadis itu tempati. dering ponsel, yang terdengar tanda seseorang telah menghubungi, terus berbunyi akan tatapi tidak ada pertanda bahwa panggilan itu akan terjawab. sepertinya gadis itu sudah tertidur pulas, dan sedang tengah asik bermimpi. Karena tidak ada tanda-tanda akan terjawab telefon itu, mati dengan sendirinya, dan tidak ada lagi panggilan masuk, di ponsel gadis itu, yang sudah tergeletak di atas kasur tempat gadis itu tertidur pulas. Flashback off.. Aku tersenyum mengingat itu semua, sambil terus menatap wajahnya aku kembali teringat saat-saat kami menjalin komunikasi saat itu. Dia sosok pria yang hadir dalam kehidupan ku, disaat aku benar-benar membutuhkan seseorang yang bisa mengerti dan selalu menemani hariku, dia dengan sabar menemani hariku yang merasa di penuhi dengan kesedihan, aku mencurahkan segala isi hatiku padanya, dia selalu dengan sabar meluangkan waktunya untukku dan menghibur hariku, benar-benar membuatku lupa akan hal yang membuatku merasa sedih, dia sangat pandai membuatku terus tersenyum bahagia, selalu menghiburku, mengisi hari-hariku menjadi jauh lebih bahagia dan menyenangkan ya dia pria baik hati itu yang kini sekarang sedang ku tatap, kelembutan senyumnya, tawanya, juga suaranya menimbulkan ketenangan di hatiku, terima kasih telah hadir dalam hidupku, kau selalu meluangkan waktumu untukku itu adalah suatu keberuntungan bagiku. Aku kembali mengingat saat pertama kami saling menemukan dalam aplikasi perjodohan saat itu, dia sangat ramah dan sopan, sayang jika aku lewatkan seseorang seperti dia, ya semua juga tahu jika banyak hal negatif yang tercipta dalam ruang aplikasi semacam itu tapi ternyata tidak semua pribadi seperti itu, aku sangat senang juga beruntung bisa mengenalmu, Vendry Sky. Flashback on.. Vendry Sky: “Halo, boleh kenalan dengan Raline?” Raline: “Ya.” Vendry Sky: “Raline, tinggal dimana?” Raline: “Jakarta.” Vendry Sky: “Ven lagi di luar negeri, mudah-mudahan kita cepat ketemu.” Raline: “Ya.” Vendry Sky: “Raline, sudah makan siang?” Raline: “Ya, sudah.” Vendry Sky: “Syukurlah.” Raline: “Ya” Vendry Sky: “Hei, kenapa Raline nie?” “Raline: “Kenapa aku?” Vendry Sky: “Ya saja jawabnya, cantik.” Raline: “Hahah.. benarkah?” Vendry Sky: “Ven harus jawab apa nih?” Raline: “Hahah.. kamu lucu ya, menyenangkan.” Vendry Sky: “Oya?” Raline: “Ya..” Vendry Sky: “Ya lagi aja.” Raline: “Menurut kamu, aku orang yang seperti apa?” Vendry Sky: “Gadis yang cantik, baik, menyenangkan dan nilai pulusnya kamu gadis yang elegan.” Raline: “Elegan?” Vendry Sky: “Ya, gak gampangan juga tetap ramah.” Raline: “Hmm?” Vendry Sky: “Masih gak paham?” Raline: “Emm..(Mengangguk-anggukkan kepala sendiri.)” Vendry Sky: “Ven minta w******p Raline.” Raline: “(Liat ke atas sambil mikir ‘Aku pikir dia baik dan asik, gak salah dong jadi teman online.’ Kemudian tersenyum) 08** **** ***” Vendry Sky: “Oke, Ven save.” Flashback off.. Ya, itulah awal mula percakapan kami tercipta yang membuat kami saling mengenal pada akhirnya. Awal perkenalan kami yang membuat kami saling nyaman satu sma lain, entah hanya aku atau dia juga merasakan itu, tapi saat itu dia selalu ada untukku dan mengisi hari-hariku, hingga saat ini dia berada di hadapanku. Pria tampan ini, memiliki wajah ramah dan senyum yang manis ini adalah teman online ku, dan kami memiliki janji masing-masing, ya janji yang akan saling kami tepati. Flshback on.. Saat itu, pagi yang cerah, suara berisik dari aktivitas pagi dikota jakarta membangunkan ku dari tidur ku yang sangat nyenyak. Membuka mata perlahan, merenggangkan otot tubuhku yang terasa kaku, hawa dingin dalam ruangan itu membuatku menguap. Menyibak selimut aku berjalan membuka gorden jendela kamarku, berhenti sejenak melihat cerahnya cuaca di luar, membuatku mengembangkan senyumku, lalu aku berjalan menuju nakas yang terdapat airputih dan meneguknya membasahi tenggorokanku. Aku menggapai gawaiku yang bertengker di atas nakas, dan melihat terdapat notif dari nomer baru, aku membuka notif pesan dari nomer baru itu, ternyata dari Vendry Sky aku tersenyum menatap pesan itu. +628** **** *** Save ini nomer ponsel Vendry. Me: Oke, Raline save. Aku meletakkan kembali gawaiku di atas nakas dan melangkah menuju kamar mandi yang ada dalam kamarku itu, selesai mandi aku masuk kedalam walk in closet untuk mengganti pakaian, memilah beberapa potong pakaian yang akan aku kenakan, aku tersenyum dan mengenakan pakaian itu yang membuatku merasa nyaman, lalu aku keluar dari kamarku itu dan menuju dapur, menyiapkan sarapanku, ya hari ini aku akan menjalankan aktifitasku seperti biasa sebagai seorang modista atau biasa di sebut sebagai penjahit, aku memiliki cita-cita sebagai seorang fashion desinger di butikku sendiri, memiliki butik sendiri dan produksi sendiri lalu memiliki cabang yang banyak, itu cita-citaku setelah aku lulus dari kuliahku, kini aku harus memulainya dari nol, sebagai penjahit kecil yang menyewa toko kecil ini lalu mengerjakan beberapa pesanan dari costumerku. Flashback off.. Pria yang ada di hadapanku saat ini, benarkah dia pria yang selama beberapa waktu ini menemaniku? Saat aku baru putus dengan Barack benarkah dia yang selalu ada dalam hidupku, setiap kali aku membutuhkannya? Dia tidak hanya tampan tapi juga baik hati, dengan sabar, dia sangat pandai membuat seseorang menjadi nyaman didekat dia. Ven, teman online ku yang satu-satunya pria dapat merubah persepsiku, bahwa tidak semua teman online buruk, bertemanan dengan teman online juga bisa membuat kita merasa real live meski hanya virtal, terima kasih Ven karena sampai sekarang kamu masih bertahan menjadi teman ku, dan kita benar-benar bisa berjumpa, seperti sekarang ini tengah menikmati makan malam berdua, yang menurutku ini sangat romantis karena saat ini keadaan resto ini hening sepi pengunjung hanya kami berdua, ya kalian tahu kenapa, karena hanya ada kami berdua saja pengunjungnya, ini sudah lewat waktu tutup, seharusnya sudah tutup sedari tadi, bersyukur saat kami sampai sini masih banyak makanan yang tersedia, tentu saja masih banyak, karena stok di gudang masih ada, jadi tidak ada kata tidak ada makanan di resto itu, apa lagi yang datang adalah bos mereka sekarang, resto milik bang Ivan ini sudah lama di akuisisi oleh Sky Group. jadi, tidak bisa tidak di layani meski sudah lewat waktu oprasi resto itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD