Chapter 74

1505 Words
Sejujurnya, aku belum tahu siapa Ven sebenarnya, pria yang kini ada di hadapan ku saat ini, aku tahu dia bekerja di SKY group, akan tetapi tidak tahu jika dia adalah seorang yang juga berperan penting dalam perusahaan itu. Aku melihat dan berfikir bahwa dia adalah seorang CEO di SKY group itu, yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di Jakarta. harus diakui memang, kenyataannya perusahaan itu memiliki cabang sampai manca negara, juga mengakuisisi beberapa perusahaan di Jakarta. Semakin lama perusahaan itu semakin besar dan tidak pernah ada pemberitaan yang merusak citra perusahaan itu. Benar-benar aku memandang kagum pada perusahaan atas nama sky group, pasti Presdir perusahaan itu sosok yang hebat. "Kenapa senyum seperti itu?" "Ah?" Saat suara Vendry terdengar di telingaku, aku sedikit linglung karena terkejut juga malu, pasalnya aku terpergok sedang mencuri pandang. Pria tampan ini tersenyum manis di hadapanku, aku yang melihat senyum itu juga seperti terhipnotis, aku jadi ikut tersenyum padanya. "Kenapa?" suaranya kembali terdengar yang kembali membuat ku kalap. "Eh? ya? Ke..kenapa? Eh, maksudnya.. gak apa." sahutku dengan canggung dan terbata. "Jangan bengong, Ayo di makan dulu yang fokus, jangan mandangin Ven aja." "Enggak kok, siapa yang selalu pandangi Ven, Raline sedang liat sekitar kok, sedikit menjadikan suasana hening, gak ada lagi pengunjung." "Ya jelas tidak ada pengunjung, bukankah memang sudah tutup resto ini." "Tapi, kenapa masih melayani kita?" "Nanti aja Ven jawab, sekarang Raline makan saja yang banyak." Aku mengikuti apa yang Vendry katakan, kami sama-sama menikmati makan malam kami yang sangat malam itu. perasaanku baru beberapa suap yang masuk kedalam mulutku akan tetapi aku melihat Vendry yang sudah mencuci tangannya dan menyapukan lipatan tisu ke area bibirnya yang seksi itu. “Sudah selesai?” tanyaku dengan tatapan tak lepas dari wajahnya. “Ya.” Sahutnya singkat dan aku melanjutkan kunyahanku dengan pelan. “Makanya jangan bengong, jangan touring aja pikirannya.” Lanjutnya. “Aku udah selesai juga, lagian masih kenyang kok.” “Aku lapar karena emang belum makan dari siang.” “Ah? Demi apa?” “Demi kian, terima kasih.” Sahut Vendry dengan cepat. “Ucuk..” suara manja Raline terdengar di telinga Vendry. “Hahhah..” suara tawa yang sangat renyah itu terdengar di telingaku. “Hm, gemas lah liat ucukku ini.” Lanjutnya yang membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya.   Setelah menikmati makan kami, akhirnya kami selesai makan juga setelah selesai makan dan datang beberapa waiters merapihkan meja kami, lalu aku memperhatikan Ven yang mendekati seseorang yang ternyata adalah bang evan dan mereka terlihat sedang berbincang, tak lama setelah berbincang Ven kembali menghampiri aku, dan kami bersiap untuk meninggalkan tempat itu. Disini kami sekarang, menempuh jalan raya menuju tempat yang akan di tuju oleh ven dan aku, entah lah yang pasti ini bukan jalan menuju apartemenku. “Ven.” “Ya?” “Ini kita mau kemana?” “Pulang.” Sahutnya singkat. “Ke?” “Apartemen kita.” “Kita?” tanyaku bergumam. “Ya, untuk masa depan kita.” “Ehm.” Percakapan terakhir kami saat berada di dalam kendaraan roda empat miliknya itu, setelah menempuh perjalanan tak berapa lama akhirnya kami tiba di sebuah gedung yang menjulang tinggi di kota ini, Jakarta. Setelah memarkirkan kendaraan miliknya di garasi, kami masuk ke dalam kotak sempit itu yang akan membawa kami naik ke lantai atas dimana apartemen yang Vendry maksud itu berada. Terdengar suara denting lift berbunyi dan kini pintu lift itu terbuka lebar yang mebawa aku dan Ven langsung masuk kedalam apartemen yang sangat mewah. Aku memandang dan melihat sekitar, ternyata benar-benar sangat mewah. Aku mengikuti langkah Ven, yang membuat pria tampan ini tersenyum menoleh ke arahku, ia mengendurkan dasinya dan membuka satu kancing kemeja miliknya. Tidak, aku tidak berani untuk menatapnya. “Ucuk, kita bermalam disini ya.” “Ini apartemen ucuk?” “Ya.” “Oke.” “Ayo, ikut Ven.” Ajaknya dan aku berjalan mengikutinya. “Ven.” “Ya?” “Ini kamar siapa?” “Kamar Ven.” “Seriously?” “Yeah.” “Kenapa di walk in closet ini banyak pakaian wanita?” “Itu memang di sediakan untuk calon istri ven nantinya.” “Kenapa harus di siapkan dari sekarang?” “Karena sekarang Ven udah nemuin wanita itu.” “Siapa?” “Menurut ucukku?” “Ya siapa?” aku di landa rasa penasaran juga bingung harus berbuat apa, pasalnya jika pria tampan yang berada di hadapanku ini memang sudah memiliki calon, mengapa dia masih neket untuk menemuiku. Ada rasa sakit juga menelusuk kedalam relung hatiku. “Seseorang yang ada di hadapanku saat ini.” Ucapnya mendekatkan bibirnya di telingaku, aku tidak menyadari saat Ven berjalan mendekatiku, tiba-tiba pria ini sudah ada di dekatku dan sangat dekat hanya berjarak 1cm. “Ven.” Lirihku juga merasa malu, aku lihat senyum di wajahnya kembali terbit. “Ayo salin.” Ucapnya, yang membuatku langsung bergegas berganti pakaian. Telapak kaki telanjangku menapaki lantai kamar itu, dan berjalan keluar dari dalam kamar mandi yang ada di kamar itu. aku mencari sosok seorang pria yang telah membawaku ke tempat ini. Kini ekor mataku menangkap sosok yang aku cari itu, sedang berdiri di depan jendela kaca kedua tangannya masuk kedalam saku celananya dengan elegan yang membuatku terdiam terpaku menatapnya. Perfect, ya satu kata itu yang terlintas di dalam otakku. Ahh.. bodoh kali aku, mudah terpesona. Pria tampan itu berbalik arah dan bola matanya langsung bertemu dengan bola mata milikku, kini tatapan kami saling terkunci, dengan pikiran masing-masing. Aku masih terpaku dengan sejuta pemikiran ku dan kini ia berjalan mendekatiku perlahan, dekat dan sangat dekat. “Raline capek?” dan aku masih terdiam menatap wajahnya itu. “Ya udah, sekarang istirahat dulu ya, Ven ada yang mau ke ruang sebelah.” Ucapnya pelan sambil menyingkirkan rambutku yang menjuntai ke belakang telingaku, aku terdiam di tempat dan masih memperhatikan langkahnya yang perlahan menghilang di balik pintu kamar. Tiba-tiba aku tertegun dan meraba tepat di letak jantungku dan mengatur nafasku yang tercekat. Lalu aku mengembangkan senyumku yang tak bisa aku tahan lagi, kini aku kembali mengingat kejadian tadi saat aku melangkahkan kakiku keluar dari kamar mandi, melihatnya yang sangat gagah dan memang bukan hanya mimpiku saja akan tetapi dia benar-benar nyata mendekat dan mengucapkan beberapa kalimat padaku. Girang, sangat senang aku meraba-raba kasur empuk di kamar ini. “Ini empuk sekali, sangat nyaman lah..” ucapku pelan dengan menepuk-nepuk dan meraba-raba kasur itu. “Berasa udah nikah dan punya suami yang sangat perhatian dan menyayangiku.” Lanjutku dengan senyumku dan melemparkan tubuhku ke atas ranjang king size miliknya. Aku memejamkan mataku dengan senyum yang terus mengembang di wajahku. “Sangat nyaman.” Gumamku. “Ehm.” Terdengar suara demaman dari ambang pintu yang membuatku terkejut, membuka mata lebar-lebar dan terduduk di atas ranjang king size itu, menatap siapa kah gerangan. “Eh, sorry lupa, lampu apa kau bisa nyaman jika ku matikan? Ya, kalau gak nyaman dimatikan akan aku biarkan menyala saja, tapi aku harus menutup pintumu. Selamat beristirahat.” Ucapnya dan akan langsung menutup pintu kamar. Sedangkan aku masih terdiam di tempat dimana aku terduduk dari baringku, “Ahh.. ini memalukan, apa dia melihat segalanya tadi. Ahhh tidak tidak.” Gumamku menggelengkan kepala, ku rebahkan kembali tubuhku di atas ranjang king size di kamar itu hingga terlentang dengan pikiran yang menerawang. *** Aku merasa kelopak mataku masih tertutup rapat akan tetapi mengapa aku merasa disekelilingku sangat terang meskipun aku tidak bisa melihat apapun hanya ada ruangan kosong atau hanya ada tembok putih saja. Aku mendengar langkah kaki yang menjauh dan kini tak terdengar lagi, hening itu yang aku rasakan saat ini, akan tetapi aku merasa bahwa di sekitarku sangatlah terang. Lama terdiam dengan keheningan dan perasaan yang penuh dengan tanda tanya. Sangat sulit dengan susah payah aku terus mencoba untuk membuka mataku, akan tetapi sangat sulit, terus aku paksakan untuk membukanya, dan perlahan-lahan hingga akhirnya aku dapat membuka mataku dan mendapati tembok polos di depanku, mengerjapkan mata beberapa saat lalu aku kembali berfikir dan memutar bola mataku menatap sekitar yang terlihat sangat asing bagiku, dengan cepat aku terduduk dan mulai mengingat apa yang terjadi semalam, ya ini apartemen Ven. Bola mataku menatap lelangitan kamar itu dan terdia mengingat segalanya, saat pagi seperti ini ternyata ingatan ku kembali segar, aku mengingat siapa Ven yang aku kenal selama ini, dia adalah lelaki yang aku kenal melalui sosmed, ya sosial media. Aku berusaha mengangkat tubuhku dan terduduk di atas ranjang king size miliknya itu. manik mataku menjelajahi ruangan sedikit pusing aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku menunduk, aku mendengar ada suara derap langkah kaki seseorang yang mendekat, segera aku palingkan wajahku mencari sumber suara itu. tepat bersamaan ketika aku menemukan apa yang aku cari dengan seseorang yang tepat berada di hadapanku saat ini. Dengan piyama tidur yang ia kenakan dan di satu tangannya menggenggam sebuah nampan sedang yang berisi air putih juga s**u hangat serta sanwich disana, aku tersenyum menatap isi nampan itu, tangannya terayun bergerak menyentuh keningku, dan aku hanya terdiam sesaat menerima perlakuannya. "Kamu baik-baik saja?" tanyannya dan tersenyum manis. "Ya." sahutku hampir berbisik menatap wajahnya yang manis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD