Chapter 56

1559 Words
Setelah menyelesaikan ritual pagiku di dalam kamar mandi, segera aku keluar dan melihat ke arah nakas, ternyata ponselku berdereng, segera aku menghampirinya dan mengambil ponselku itu, ternyata ada panggilan Video dari Nike, aku tertawa menatap ponselku ada apa dengan Nike, sahabatku itu kadang suka semanya sendiri, tidak diangkat panggilannya marah, ketika di telfon balik dia acuh, giliran didiamkan dia akan semakin protes, pasti dia sedang merajuk dan mengomel.  “Ya, halo.” “Haloooo.. nol, kemana saja kau?” Pekiknya, tuhkan sudah ku bilang, segera aku menjauhkan ponselku dari telingaku. “Maaf, baru siuman.” “Apa, jam segini? Tumben, biasanya pagi udah di sini.” “Gue pulang.” “Ada acara apa? Lo lamaran ya? Kok gak kasih tau gue?” “Ck, siapa yang lamaran? Aku gak lamaran, cuman kangen keluarga, pingin ada waktu sama keluarga di sini.” “Hmm, gue kesana boleh?” “Boleh.” “Soalnya, aku akan ikut suamiku.” “kemana?” “Luar negri, dia ada bisnis disana.” “Hm, kapan berangkat?” “Minggu depan.” “Ya sudah kita akan jalan-jalan sebelum kau terbang, okay.” “Okay, tapi kelamaan, aku pingin sekarang.” “Lagi gak bisa.” Lirihku. “Hm, oke. Aku ngerti, tapi kalau lo mau cerita, aku siap dengerin. Kalau sekarang lo belum siap gak apa, sampai lo siap.” “Ya, terimakasih Nike.” “Aku sayang kamu, Raline.” “Aku juga.” Sambungan telephon kami akhirnya terputus, aku tersenyum menatap ponselku dan menaruhnya kembali di atas nakas dan melangkahkan kaki keluar kamar. *** Pov Vendry Sky. Hari ini, aku akan mengunjungi sebuah restoran yang sering di kunjungi Raline. Merupaka sebuah restoran yang telah ku akuisisi menjadi milik Sky Group. Restoran ini, tidak begitu jauh dari Sky group, kebetulan kami akan mengadakan rapat dengan klien yang berasal dari luar negeri, dan aku rasa resto ini pilihan yang tepat karena klien kami berasal dari negara Jepang, sekalian mengadakan makan siang bersama. Setelah perjalanan panjangku dan asistenku akhirnya kami telah sampai di halaman resto ini. Kami masuk kedalam yang langsung di sambut oleh pemilik resto ini sebelumnya Evan, kami juga langsung di arahkan ke private room. Sambil menunggu klien datang, aku berniat akan ke kamar kecil sebentar, akan tetapi dalam perjalanan menuju kamar kecil itu aku berpapasan dengan seorang gadis cantik namun terlihat sedikit ceroboh, sampai aku tersenyum di hadapannyapun dia terlihat sangat acuh dan mengabaikan aku atau bahkan sebenarnya dia tidak memperhatikan aku, aku semakin melebarkan senyumku hingga aku membalikan tubuhku dan berjalan cepat menuju kamar mandi, ya kalian pasti dapat menebak dia adalah Raline, ketika gadis cantik itu ada tanda-tanda akan berbalik badan segera aku melebarkan langkahku masuk kedalam kamar kecil, sungguh jantungku berdetak tak karuan saat ini, aku mengatur nafasku. Setelah selesai di dalam kamar kecil, aku sedikit mengintip di luar kamar kecil itu, apakah dia masih ada di luar atau sudah pergi, saat di luar itu terlihat sepi aku menghela nafas lega, akhirnya aku keluar dengan senyumku menuju private room itu. *** Aku terduduk di kursi kebesaran ku, dengan senyum yang mengembang di wajahku, ini sudah beberapa minggu sejak kejadian itu dan sudah beberapa bulan juga aku menghilang tanpa kabar dari gadis cantikku itu, bukan tanpa alasan aku menghilang, tapi benar-benar tidak bisa memberikan banyak waktu untuknya saat ini, karena aku masih mengurus proyek baruku di luar negeri, dan aku harus mondar-mandir. Aku ingin menghubunginya kembali tapi, aku masih bingung harus mulai dengan cara apa dan bagaimana, lagi pula proyek baruku belum begitu selesai, jadi aku memutuskan untuk menunda niatku untuk menghubunginya kembali. Tok Tok “Masuk.” Muncullah seorang pemuda yang di kenal sebagai asistennya di perusahaan Sky Group itu. “Kita ada rapat 10 menit lagi.” “Baiklah, aku bersiap.” *** Raline pov. Ini sudah seminggu aku berada di rumah mama dan papa, aku menatap bingkai besar di ruang Tv itu. Aku sedikit mengembangakan senyumku, menatap setiap wajah yang ada dalam bingkai itu. “Papa, apa kabar?” tanyaku pelan dan mengulurkan tangan ingin menyentuh gambar itu, namun tak dapat aku jangkau. Tak lama dering yang berasal dari ponsel pintarku, menyadarkan aku dari lamunan, apa yang aku pikirkan? Tapi aku sangat merindukan papa, segera ku hapus bulir bening yang melintasi pipiku, dan merogoh ponselku yang ada di dalam saku bajuku. “Ya, halo.” “Halo, Raline.” “Papa.” “Ya, nak. Ini papa, dimana mama kamu?” “Mama sedang ke pasar, pa. Di temani Fina.” “Baiklah, kau dimana sekarang?” “Ada di rumah, papa gimana kabar papa?” “Papa baik-baik saja.” “Papa selalu mengatakan itu, saat kami bertanya tentang papa, tapi kami juga berharap papa memang baik-baik saja.” “Bagaimana keadaan mama dan adik-adikmu saat tidak ada papa.” “Papa jangan khawatir, karena mama sudah jauh lebih baik saat ini, apa lagi sejak ke hadiran Yanuar disini.” “Ya, Yanuar sudah banyak membantu kita. Dia anak yang baik, Papa disini juga di bantu oleh Yanuar, itu sebabnya kasus papa akan segera terpecahkan dan selesai, kamu jangan khawatir. Karena, sebentar lagi, papa akan kembali, nak. Papa sangat merindukan kalian.” “Kami juga, pa.” “Jaga diri kalian baik-baik, sampai papa benar-benar terbebas dari tuduhan.” “Baiklah, pa.” Percakapan kami berakhir, aku mengembangkan senyum, mendengar kabar bahwa kasus papa akan segera selesai, artinya papa akan pulang dan kasus papa bisa terbukti bahwa papa tidak bersalahkan. Aku berjalan menuju dapur dan melihat meja makan yang kosong, aku tahu mama, meski sudah terlihat baik-baik saja, akan tetapi tetap saja jika ada yang kurang dari dirinya dia tidak bisa menutupi itu dariku, mama kadang pergi dari rumah dengan terburu-buru dan papa jarang membuat sarapan atau masak untuk makan siang, alasan kesiangan. Tidak apa, ma. Sebentar lagi, papa akan kembali dan kau bisa kembali seperti saat papa ada di rumah, mama tidak perlu berpura-pura di depan kami, menunjukkan bahwa mama baik-baik saja. Melihat meja makan yang kosong, aku berini siatif untuk membuat makan siang. Meski aku sendiri tidak tahu harus membuat apa, saat aku berjalan dan mendekati lemari pendingin, aku tersenyum masih banyak stok makanan di dalam lemari pendingin itu. aku mengembangkan senyumku, Mengambil ponselku dan mencoba untuk menghubungi sahabatku, Rumi. “Halo, Raline. Ada apa?” “Ajari aku memasak, aku ingin memasak makan siang hari ini.” “Ingin masak apa?” “Capcay, udang goreng tepung, udang asam manis, ikan gurame asam manis.” “Oke, pertama-tama. Raline ingin buat yang mana?” “Capcay.” “Bahan sudah siap semua?” “Belum, apa saja bahannya? Ganti Vc dulu.” “Oke.” Aku dan Rumi mengganti panggilan suara menjadi panggilan video, kemudian aku mencari tempat untuk menaruh ponselku di tempat yang strategis. “Halo, halooo.” Ucapku melambaikan tangan di depan layar ponselku, aku dapat melihat senyum manisnya sekarang. “Hey, kau sedang apa?” “Apa? Melihat tampak semangat, kau sudah alih profesi?” “Bukan alih profesi, tapi aku baru menyadari, pandai memasak itu adalah salah satu skil yang harus di miliki oleh semua wanita.” “Hey, cantik. Kemana saja, eh? Baru sadar? Ck ck.” “Eh, sudah lah. Ajari aku!” “Jadi, kau sama sekali belum bisa memasak apa itu capcay?” “Jangan banyak tanya, kalau aku minta ajari berarti aku belum bisa.” “Astaga, Raline.” Ucapnya menepuk jidadnya dan aku memanyunkan bibirku di depan ponselku, aku melihat senyumnya yang kini merubah menjadi tawa yang mengejek. “Tolong, jangan mengejekku.” Pintaku, akan tetapi tidak di indahkan oleh Rumi dia masih saja tertawa dengan memegang perutnya. “Tolong woy tolong.” Pekikku yang membuatnya menghentikan tawanya perlahan menatapku. “Ada apa?” “Kau mengejekku, jahat sekali.” Keluhku, dia tersenyum. “Oke, dengarkan aku baik-baik Raline.” Ucapnya dan aku mengangguk cepat. “Ya, cepat, cepat, katakan apa saja?” “50 gram jagung muda 2 batang wortel, iris. 2 batang daun bawang, iris. 150 gram brokoli, rebus matang. 150 gram kembang kol, rebus matang. 12 bakso, 1 sdt tepung maizena, larutkan dengan sedikit air 100 ml air, 2 sdm minyak goreng.”cerocos Rumi, yang tadinya aku ingin menyiapkan jagung muda dan wortel kini urung dan terdiam menatap Rumi dengan memanyunkan bibirku. “Rumi.”rajukku menatap kesal pada sahabatku itu. “Ya, ada apa?” “Belum, pelan-pelan.” “Oke, oke, yang udah apa aja.” “Pelan, pelan bukan baca buku kan? Aku ambil dulu wortel dan jagung muda, lalu brokoli dan daun bawang.” “Nah itu pintar.” “Ya, aku memang pintar.” “Kembang kol, lalu bakso, lalu?” “Tepung maizena 1 sendok saja, siapkan air sedikit, kurang lebih 100ml, kemudian minyak goreng untuk menumisnya. Raline, kau masih disana?” tanya Rumi yang tidak melihatku ada di depan layar ponsel. “Ha? Ya, aku masih di sini. Aku siapkan dulu.” “Bagus, sudah kumpul semua bahannya?” “Ya.” “Sekarang, iris-iris dulu.” “Oke, oke.” Aku langsung mengambil tempat dan mengiris semua bahan yang harus di iris. “Bagaimana cara irisnya?” “Sesuai selera saja, biasanya kau makan capcay seperti apa irisannya kau bisa mengikuti itu, atau terserah ke inginan kamu saja.” “Oke, baiklah aku mengerti.” “Pinter.” Pujinya lagi. “Aku memang pintar.” Aku menimpali dengan cepat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD