Chapter 37

1502 Words
Seperti yang sudah di tentukan sebelumnya, pukul 1 siang ini akan mengadakan tes akhir yaitu tes wawancara yang juga merupakan pertimbangan kami untuk pegawai baru, jika tes pertama ada di gedung produksi fashion pakaian wanita, hari ini mereka akan melakukan tes wawancara di butik Zatulini. Tentu saja saat meeting aku dan para pegawaiku menentukan berapa banyak pertanyaan dan apa saja yang akan kami tenyakan, dalam tes wawancara itu juga kami harus memperhatikan betul karakter calon pegawai baru butik ini. Akhirnya, setelah selesai melakukan rincian tes itu kesepakatan kami dari awal ternyata benar-benar tepat, sepertinya Fero memang pilihan yang tepat dan tidak ada yang bisa maju mendahului Fero. Aku memberi tanggung jawab pada Tika agar keesokan harinya dia bisa menghubungi Fero. Agak berlebihan memang, harus melakukan rangkaian tes hingga dua hari, macam perusahaan besar saja. Tapi tetap saja aku harus mengutamakan kualitas di butikku agar customer kami senang dan kami juga merasa puas, tidak ada cara lain selain merekrut pegawai baru 'kan? Dengan cara begini, dari pada asal rekrut dan pilih pada akhirnya akan mengecewakan. *** Hari ini dan kemarin, lebih melelahkan dari pada hari di mana aku biasa bekerja, dari pagi hingga sore dan malam pun masih mengumpulkan ide, tentu saja berbeda karena di hari biasa merupakan kegiatan yang sudah biasa aku lakukan dan yang pasti ini adalah sebuah hobby yang sangat aku gemari, jadi tidak akan terasa lelah karena yang ada aku merasa semakin bersemangat asalkan tidak ada yang mengganggu pikiranku saja. Setibanya di depan pintu apartment, aku dapat melihat sosok pria tinggi yang juga tampan disana, dengan pose dan lirikan matanya membuat hatiku bergetar, tapi mengapa saat aku menatap mata pria itu, justru membuat ku mengingat orang lain? Aku menghela napas panjang dan menunduk. Beberapa saat kemudian aku tersenyum kemudian mengangkat kembali wajahku dan menatapnya untuk sekedar bertanya basa basi saja. “Udah lama berdiri disini?” tanya ku dengan mengembangkan senyumku, lalu menempelkan kartu itu di kunci otomatis pintu itu akhirnya terbuka. “Enggak terlalu lama juga.” Ucapnya yang memperhatikan aku yang sedang membuka knock pintu. “Ayo, masuk.” Titah ku dan berjalan masuk ke dalam apartment, bagaimana pun juga tidak bagus jika hanya bicara di depan pintu saja. “Aku pikir kamu pulang jam 5 sore.” Ucapnya yang mengekori ku. “Hari ini, di butik sedang ngadain tes perekrutan pegawai baru, jadi ada beberapa hal yang harus di urus.” Jelas ku dan dia ber-oh-ria. Ya, pria ini adalah Abiyan Balin. Asisten dokter yang menangani nenek ku, saat melakukan penyembuhan mata, yang kini penglihatan nenek sudah kembali jelas. Entah kenapa lirikan mata Abiyan itu membuatku teringat akan Vendry, aku berdecak kesal kenapa aku selalu teringat akan dirinya, aku pikir wajar karena Vendry juga berjasa dalam memulihkan hatiku kembali, hihiii. “Duduk lah.” Ucap ku dan Abiyan langsung duduk di sofa ruang Tv sekaligus ruang tamu itu. Aku berjalan ke dapur dan membuatkan Abiyan minum juga menaruh makanan ringan di atas meja depan Tv itu. Sedangkan Abiyan dia tengah asyik memainkan remote control di depan Tv, dan setelah menaruh makanan dan minuman itu aku berdeham yang sesuai tebakanku, Abiyan mengalihkan perhatiannya dari Tv ke arahku. “Silahkan di makan.” Ucap ku lagi dan Abiyan tersenyum langsung mengambil gelas berisi minuman yang aku buat. “Emh, nikmat.” Serunya. “Lagi ada dinas luar kota?” tanyaku. “Hm, aku dari kampus. Kebetulan karena aku ingat kamu tidak jauh dari kampus jadi aku memutuskan untuk sekalian mampir ke apartment kamu, gak ganggu 'kan?” “Enggak sih.” Ucapku dan Abiyan tersenyum dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. “Asal gak lama-lama juga.” Lirihku yang masih terdengar oleh telinganya, sontak saja membuat Abiyan terdiam sejenak kemudian dia tersenyum. “Aku sering banget di suruh mama kamu, mampir tempat kamu kalau ke Jakarta.” Ucapnya. ‘Aku gak peduli, kamu mau buat pembelaan atau langsung kasih senjata andalan ke aku juga. Dasar, belum apa-apa udah berani mau mengancam aku. Bawa-bawa mama lagi.’ Batinku sambil memanyunkan bibir. “Kenapa?” tanya Abiyan yang membuat ku sedikit terkejut. “Eh? Enggak cuman sedikit ngantuk aja sih.” Jawabku, ‘Kesempatan, dia juga tanya saatnya aku berkeluh semoga saja di peka.’ Batinku. “Ya, wajar sih capek, karena kamu 'kan seharian ngurusin butik.” “Ya.” Sebenarnya lagi malas banget meladeni Abiyan ini, tapi tahan dulu deh, setidaknya aku sahut aja jawabannya dengan dua kata ini, ‘Ya dan Tidak’. “Kamu libur seminggu itu dua hari, ya?” “Ya.” “Kita bisa mainkan?” “Kita liat aja nanti.” “Aku harap sih bisa, 'kan libur. Lagian kalau aku pamit sama mama kamu pasti di kasih.” Cerocosnya. “Ya, kalau gak ada kegiatan luar dugaan.” “Maksudnya? Ya, kan kamu bos bisalah kamu buat-buat alasan atau apalah itu.” “Ya.” ‘Dasar, susah amat dah, ngomong sama ini orang, pusing gua.’ Batinku protes dengan menghadapi orang yang keras kepala seperti Abiyan. “Kok diam aja?” tanya Abiyan padaku. 'Ya, sebenarnya males ladeni kamu.' batinku ingin teriak. “Ya nih panas belum mandi, kemalaman pula.” aku kembali berkeluh. “Jadi mau mandi? Ya udah kamu mandi aja dulu. Aku tunggu disini, gak apa kok.” Ucapnya dengan santai. ‘Oh nih orang gak ngerti banget ya, gimana cara ngusir ini tamu gak tau diri.’ Batinku terus berceloteh. “Gak ah ada tamu gak enak di tinggal sendiri.” “Gak apa kok, serius ini.” “Ya, nanti aja.” aku mulai kesal. Menutupi rasa kesal ku, Kami sama-sama saling menikmati makanan yang ada di atas meja dan juga minuman yang aku buat sebelumnya, aku juga mendengarkan beberapa celotehan Abiyan sambil makan sampai aku merasa kenyang. Beberapa saat kemudian, aku melirik ke arahnya. Oh Abiyan dia tidak tahu saja ini badanku sudah panas dan gatal-gatal rasanya mau mandi. “Bdw, kamu gak takut kemalaman?” tanyaku, akhirnya setelah mendengar celotehan dia, aku bisa juga buka suara untuk ngusir ini makhluk, tapi apa dia bisa peka? Hais! “Gak apa sih, ini belum terlalu malam juga.” Ucapnya masih dengan santai dan aku memejamkan mataku, menahan kesal. Sampai aku kembali membuka mataku dan baru saja aku bermaksud untuk memakinya tapi tertahan sesaat tatapan kami terkunci, hingga dia tersenyum. “Kamu udah ngantuk? Pasti capek banget deh, sebenarnya aku masih betah tau di sini, tapi liat kamu jadi gak tega, udah ngantuk banget, ya? Ya udah deh, aku pulang dulu. Lanjut konteks ya, lanjutin rencana kita.” Celotehnya, dan aku hanya tersenyum dan membuang napas lega. ‘Akhirnya, Aku bisa bernapas lega juga. Si Abiyan dokter nyebelin seperti dia yang kurang peka akhirnya berniat untuk pergi dari apartment ku, aku ingin cepat-cepat mandi dan rebahan.’ Batinku kegirangan. Setelah Abiyan mengutarakan niatnya yang akan pulang, aku mengantar dia sampai ke pintu keluar, hingga pria itu benar-benar pergi dari apartemen ku dan lenyap di telan pintu lift, setelahnya langsung aku mengunci pintu apartment ku dan bergegas masuk ke dalam kamar dan melaksanakan ritual malam ku, seharusnya tidak boleh mandi malam karena tidak baik untuk kesehatan tapi tidak apa badanku sudah gerah dan ingin segera mandi, aku yang berniat mandi dengan air hangat sebentar akhirnya aku memutuskan untuk berendam air hangat beberapa saat hingga aku merasa tubuhku sudah kembali segar, baru saja aku menyudahi mandi ku dan mengenakan piyama, setelah itu aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang king size ku. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang king size milikku, berharap agar aku bisa langsung tertidur lelap setelah seharian mengurus calon pegawai baru di butik. Akan tetapi tidak juga tertidur, aku merubah segala posisi tidur ku. Berbalik kanan dan kiri lalu aku mendudukkan tubuh ku di atas ranjang, dan menghembuskan napas lelah, aku memandang lesu dinding putih di kamarku itu. Aku menoleh ke arah nakas yang terdapat ponselku disana, setelah itu aku menunduk ada yang mengganggu pikiran ku, seperti ada yang kurang atau merasa ada yang hilang. Aku beranjak mendekati nakas dan meraih ponsel ku, setelah itu membuka aplikasi chatting, keluar lagi dari menu itu, lalu masuk lagi dan keluar lagi, hanya keluar masuk menu, sambil berusaha mengingat apa yang kurang dariku, apa yang harus aku periksa. Setelah beberapa saat akhirnya aku ingat, Vendry. Ya, apa kabar pria itu? Apakah dia sudah tidur? Dia tidak menghubungi ku, mungkin dia sedang sibuk ada pekerjaan lain. Tidak apa, selagi dia melakukan hal positif, aku berniat untuk masuk ke aplikasi chatting kembali dan akan menghubungi dia, berniat untuk mengirim pesan dan ternyata dia sudah menghubungi ku terlebih dahulu, aku tidak ingin melewati chatting dari dia. Setelah membuka chatting darinya aku tersenyum menatap sebuah kalimat yang tertulis di sana. Vendry: “Cuuuuukkkkk, Udah tidur ya?” Aku memandangi layar ponselku itu, dan tersenyum, ingin aku balas pesan singkat darinya, tetapi apa tidak telat? Aku juga merasa kantuk menyerang ku, daya tahan kelopak mata ku sudah 5 watt. Hingga tidak terasa yang tadinya aku ingin membalas chatting darinya akan tetapi aku malah tertidur dengan nyenyak dan merasa nyaman di atas ranjang king size milikku itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD