Chapter 38

1503 Words
Abiyan POV. Hari ini aku pergi ke kampus ku untuk menemui dosen pembimbing yang memberiku tugas magang di rumah sakit Tanggerang, sengaja aku membuat janji temu dengan dosenku di siang hari karena pagi hari aku masih di rumah sakit. Aku berniat setelah menemui dosenku aku akan bermain di apartment Raline. Tepat pukul 16:00 sore aku telah menyelesaikan urusan ku dengan dosenku itu. Aku melirik ke arah jam tangan ku, waktu Raline pulang 1 jam lagi, jika sekarang aku langsung ke apartment Raline aku akan menunggu selama satu jam, berhubung aku sedang lapar saat ini jadi aku akan mencari restoran untuk mengisi perutku. Setelah berputar-putar mencari restoran yang sesuai seleraku dengan menghabiskan waktu 40 menit, akhirnya aku menepikan mobil abu-abu milikku di sebuah restoran, setelah memarkirkan mobil, aku masuk dan mengisi perut ku. Setelah beberapa saat aku menikmati hidangan yang disajikan di atas meja ku, dan menikmati beberapa pemandangan di restoran terbuka itu, aku menatap arloji ku dan membulatkan mata. Bukankah baru saja aku duduk dan menikmati hidangan yang aku pesan disini? Kenapa cepat sekali sudah pukul 17:20 wib. Segera aku meninggalkan tempat itu dan berjalan menghampiri mobilku, aku masuk kedalam dan melesat ke jalan raya berbaur dengan kendaraan lain, menuju apartment Raline. Setelah 10 menit ke gedung apartment Raline dan menuju garasi di gedung apartment Raline, memarkirkan mobil abu-abu milikku itu, aku bergegas menaiki lift dan menuju pintu apartment Raline, setelah menekan tombol di dekat pintu itu aku menunggu sang pemilik membukakan pintu mungkin dia sedang ada di kamar pikirku, setelah sekian lama tak juga di bukakan pintu hingga tidak terasa 10 menit, 20 menit dan kini sudah 30 menit, tidak juga di bukakan pintu aku kembali melihat arloji ku ternyata sudah jam 6 sore, ini waktu shalat Maghrib. Segera aku turun kembali dan mencari mesjid terdekat untuk melaksanakan ke wajiban ku sebagai umat muslim. Sekarang sudah pukul 6 lewat 20 menit, aku berpikir Raline kenapa belum pulang? Aku dilema antara kembali ke apartment Raline atau pulang saja ke Tanggerang. Beberapa saat aku menimbang akhirnya aku memilih untuk kembali ke apartment Raline, setelah tiba di lobby aku bertanya pada pegawai yang bertugas disana dan bertanya apakah Raline sudah kembali, ternyata pegawai itu mengatakan jika Raline memang belum pulang, aku berusaha untuk menghubungi Raline tapi tidak juga ada sahutan, setelahnya aku baru saja akan kembali ke garasi dan mengambil mobilku untuk pulang, tetapi aku melihat seorang gadis yang akan aku temui di sini, sedang memarkirkan mobilnya aku tersenyum dan bergegas langsung masuk kembali menuju pintu apartment Raline dan menunggunya tiba disini. Setelah menunggunya beberapa menit akhirnya dia tiba juga, aku dapat melihat raut wajah cantiknya yang terkejut melihatku ada di depan pintu apartment Raline. Aku tidak tahan untuk menahan senyum ku, wajahnya yang memilik ekspresi menggemaskan, aku tidak tahan ingin menggodanya, melihat ekspresi wajah Raline yang muncul sesuai suasana hatinya, gadis cantik teman ku saat sekolah menengah pertama dulu, dia gadis yang manja, setelah sekian lama dan akhirnya melihat dia kembali aku rasa sudah banyak perubahan padanya, tapi nyatanya dia masih sama meski sekarang jauh lebih mandiri dan berusaha agar tidak terlihat manja, nyatanya dia tetap saja sifat manjanya itu muncul secara alamiah. Meski sifat gadis cantik didepan ku ini polos dan suka kekanakan, tapi dia bisa menempatkan diri yang kadang pemikiran gadis ini bisa dewasa dan luas, aku mengagumi usahanya yang luar biasa. Setelah dia menyapaku dengan sebuah pertanyaan lalu ku jawab, Dia masuk ke dalam apartment miliknya terlebih dahulu, kemudian menyuruhku untuk masuk ke dalam, segera aku menyusulnya sambil mengucapkan unek-unek yang ingin segera tersampaikan dan menuntut sebuah penjelasan. Gadis cantik ini menyuruhku untuk duduk di sofa, dan aku juga duduk setelah melihatku duduk di sofa gadis ini berjalan menuju dapur, dapat aku lihat apa yang di lakukan gadis ini, dia membuka lemari pendingin lalu mengambil makanan dan membuat minuman, aku memperhatikan gadis ini, tentu saja aku dapan melihat apa yang dia lakukan di dapur itu, bagai mana tidak, dapur dan ruang tamu sekaligus ruang Tv itu tidak memiliki sekat ruangan. Aku menatap arloji milikku, ternyata waktu semakin lama semakin bergerak jauh. Aku memperhatikan dia kembali, dia yang seharian bekerja di butik, hingga pulang malam. Aku menunduk dan tersenyum, ‘Dia pasti sangat lelah, aku tahu betul apa yang ingin di lakukan gadis ini ketika ia telah sampai di tempat tinggalnya. Tapi aku malah mengganggunya, maaf Raline. Aku ingin menguji batas ke sabaran kamu hari ini.’ Batin ku berpikir licik. Aku melihat dia sedang membawakan kue dan juga minuman yang ia letakkan dia atas meja, ia menyuruhku untuk menerima jamuan yang ia siapkan, segera tanganku mengayun mengambil kue dan minuman itu. “Emh, nikmat.” Seruku. “Lagi ada dinas luar kota?” tanyanya. Kemudian aku menjelaskan padanya tentang ke kedatangan ku di jakarta hari ini, dan ia mengangguk mendengar penuturan ku. “Gak ganggu kan?” tanyaku kemudian. “Enggak sih.” sahutnya dan Aku tersenyum dengan mengangguk-anggukkan kepala ku. “Asal gak lama-lama juga.” Lirihnya yang samar-samar masih di dengar oleh telingaku, sontak saja membuat ku terdiam sejenak aku kembali berfikir dia pasti sangat lelah, kemudian aku tersenyum, tidak Raline aku ingin egois untuk diriku malam ini, aku tahu kau pasti sangat lelah tapi aku masih ingin melihat dan mengajak kamu berbincang-bincang. Aku melihat raut wajah Raline yang mulai berubah, aku tahu dia mulai  malas meladeni aku, tapi segera aku buat alasan yang memang mama Raline, tante Ivana. Dia selalu menyuruhku untuk sering-sering menemui kamu, agar kita bisa lebih dekat. Tapi sepertinya melihat dari raut wajah Raline juga acuh mendengar penuturan ku itu. “Kenapa?” tanyaku yang membuat Raline sedikit terkejut. Setelahnya Raline menjawab, bahwa dia merasa mengantuk. Aku memberi Raline beberapa pertanyaan yang di jawabnya “Ya dan Tidak.” Ada rasa tidak tega juga hingga ku bertanya padanya, dengan maksud ingin mengajak dia pergi jalan-jalan saat dia libur, tapi sepertinya dia tidak ingin berjanji padaku untuk meluangkan waktu bersama, ada rasa kecewa di lubuk hatiku. Tadinya, jika dia berjanji dan akan meluangkan waktunya untuk bersama, aku akan membiarkan dia istirahat tapi mendengar jawabannya aku sedikit kecewa padanya, jadi dari pada lama tidak bertemu lagi, lebih baik aku duduk disini beberapa menit lagi, aku juga bingung harus bicara apa lagi jadi aku memutuskan untuk menyantap hidangan yang ia sajikan untuk ku, aku juga mulai bercerita pada Raline, ia terlihat sangat memperhatikan dan mendengarkan ceritaku dan sepertinya dia juga terlihat sedang lapar, Raline ikut menyantap kue bersamaku. “Bdw, kamu gak takut kemalaman?” tanyanya. Aku mendengar pertanyaan dari Raline seolah dia mengatakan, “Pulang sana sudah malam.” Tapi aku masih ingin tetap tinggal disini, hingga aku melihat dia yang sepertinya juga sangat lelah, akhirnya aku memutuskan untuk pulang, dan aku perhatikan raut wajah Raline perlahan berubah menjadi lebih ringan dan tampak sedikit bersemangat setelah mendengar ucapan ku itu dan aku benar-benar meninggalkan apartment Raline, dia mengantarku sampai depan pintu keluar apartment miliknya hingga aku benar-benar masuk ke dalam lift. *** Raline POV. Semalam aku berniat untuk membalas pesan Vendry tetapi, ternyata aku tertidur sebelum mengirim pesan. Segera aku mengecek ponselku dan mengetik dengan cepat disana, aku mengirim pesan pada Vendry yang tertunda semalam. Me: “Cukkkk, Maaf, baru balas. Ini baru bangun. Semalam ke tiduran.” Setelah mengirim pesan pada Vendry segera aku turun dari ranjang, dan berniat untuk membersihkan diriku, melakukan sejumlah rangkaian aktifitas di pagi hari ku. Aku juga memasak untuk membawa kotak bekel, untuk makan siang ku. Setelah selesai semua aku merias diriku di depan cermin lalu aku mengambil tas bekalku siap meninggalkan gedung apartment tempat aku tinggal selama di jakarta. Setelah beberapa menit perjalanan menuju butik akhirnya aku sampai juga di butikku, Zatulini Butik. Aku memarkirkan si putih di halaman gedung butikku, kemudian aku masuk ke dalam langsung menuju ruangan ku, aku lihat Amy, Mira dan Tiara sedang merapihkan butik. “Pagi semua.” Sapa ku, yang kini menggapai kenop pintu. “Pagi, boss.” Sahut mereka kompak, aku tersenyum yang mereka juga membalas senyumku. Aku menaruh tas jinjing dan tas bekal ku di atas meja dan menjatuhkan tubuhku dia atas sofa, aku menghela nafas menatap lelangit plafon di ruangan ku. Setelahnya, aku merogoh ponselku dari dalam tas jinjing milikku, dan mengecek apakah sudah ada balasan dari Vendry, dan ternyata belum juga. Ya sudah, aku pikir Vendry pasti tengah asik bekerja, jadi aku kembali menaruh ponselku di atas meja, dan aku melangkah meninggalkan ruangan ku dan menghampiri pegawai ku. “Hai, hai.” “Hello.” “Tiara, Fero sudah di hubungi?” “Baru saja saya telephon, boss.” “Terus?” “Dia terdengar sangat senang, boss. Dia juga siap untuk bekerja mulai senin depan.” Jelas Tiara. “Bagus. Amy, nanti jadi senior yang baik ya buat Fero. Jangan di goda, takut dia nyesel ketemu kamu.” Ucapku. “Kenapa gitu, boss?” “Karena, kalau ketemu kamu nanti dia berubah jadi lelaki sejati, mana mau dia jahit itu kan pekerjaan perempuan.” Sahut Mira. “Amy, ikut aku.” Aku cekikikan kecil dan melangkah meninggalkan mereka, kembali masuk ke dalam ruangan ku dengan Amy yang mengekori aku.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD