Chapter 39

1581 Words
 “Amy.” Panggilku pada Amy sambil mengambil kantung plastik yang ada bahan kebaya dan kertas, siap jahit. “Ya, Boss.” Sahut Amy di belakangku dan aku memberikan Amy kantung plastik tersebut pada Amy. “Tolong kerjakan ini, ya.” “Siap boss.” Amy menerima kantung plastik yang aku berikan padanya dan kembali keruangan produksi tempat Amy mengerjakan pekerjaan yang ku berikan untuknya, tepat ruangan Amy ada di sebelah ruangan ku. Aku juga memulai pekerjaan ku yang menyampurnakan kebaya yang akan di ambil hari sabtu ini, masih ada waktu 3 hari untuk merapihkan kebaya ini agar nilai mewahnya terlihat, kebaya yang terlihat biasa menjadi luar biasa, dengan menambahkan manik cantik payet di kebaya itu. Tok Tok Ditengah ke asikan ku menghiasi kebaya ini, ada yang mengetuk pintu ruangan ku, aku terdiam menghentikan ke giatanku. "Masuk!" titahku dan muncul Mira dari balik pintu ruangan ku. "Boss, ada klien yang mau ketemu." "Biarkan mereka masuk, ya." "Siap, boss." Mira keluar kembali. Tak lama Mira kembali membuka pintu ruangan ku. Menyuruh dua orang pria dan wanita untuk masuk ke dalam ruangan ku dan duduk di sofa, setelahnya Mira kembali keluar, sedangkan aku masih merapihkan kebaya yang tadi aku kerjakan, setelah selesai merapihkan aku menatap kedua klien ku yang terduduk di sofa begitupun mereka yang menatapku, mereka tampak menunjukkan sikap keramahan padaku, aku menghampiri mereka. "Selamat siang, mba dan mas." sapa ku tersenyum ramah, mereka membalas senyum ku. "Siang, dengan mba Raline ya?" "Ya, benar sekali." "Kebetulan, mba ini desinger kebaya teman saya. Dia merekomendasikan pada ku untuk mengambil jasa mba Raline, di hari penting kami." "Wah, terima kasih, karena sudah berkenan untuk melibatkan saya dalam rangka acara hari penting itu. Benar hari pernikahan kalian?" "Tebakan mba Raline tidak melesat, memang tepat sekali mba Raline. Aku ingin hari bahagia ku dan calon suami nanti ada kenangan yang bisa aku simpan pastinya, di hari bersejarah bagi kami, dan tentu juga ingin membandingkan jaman sekarang dan puluhan tahun yang akan datang, haha.. saya ingin kebaya bersejarah saya di tahun ini saya simpan rapih hingga nanti saat anak saya menikah, apakah ada bedanya atau tidak? atau lebih bagus kebaya saya. hahah.." jelas panjang lebar wanita itu, dan di selangi tawa kami yang menggema di ruangan itu. Aku mengambil sebuah buku, disana terdapat beberapa contoh dari kebaya hasil desain ku, dan menunjukkan buku itu padanya. “Mba dan mas, bisa melihat beberapa hasil desain kebaya yang saya kerjakan di buku ini.” Ucapku dan memberikan buku itu pada mereka yang menerima dengan wajah senang. Kedua pasangan, calon pengantin itu kini tengah asik melihat desain baju kebaya akad yang terdapat di lembaran buku itu, aku perhatikan mereka tengah berdiskusi sambil melihat dan membalikan setiap lembar kertas buku itu. Setelah selesai dengan kegiatan mereka menaruh kembali buku itu di atas meja dan mereka mengajak diriku sebagai desainer kebaya mereka berdiskusi untuk menentukan kebaya yang mereka inginkan, hingga akhirnya selesai. Aku mengatakan pada mereka bahwa team kami akan mengabarinya kembali ketika kebaya yang mereka inginkan itu telah selesai, merekapun pulang. *** Pagi ini, suasana yang sempurna kota Jakarta yang cerah secerah suasana hatiku saat ini, aku keluar dari mobil kerenku si putih modif. Sepatu booth milikku menapaki lantai halaman butikku, berjalan dengan percaya diri masuk ke dalam butikku, aku di sambut hangat oleh ke empat pegawaiku. Empat? Yups, hari ini Fero sudah mulai bekerja di butikku. Aku lihat mereka semua tersenyum cerah ke arahku, aku membalas sikap sopan dan ramah para pegawaiku itu, dan tatapanku mengarah ke wajah Fero yang masih menunjukkan senyumnya namun terlihat sedikit kaku, tak ingin melihat ekspresi itu, aku mendekati Fero. “Fero, selamat bergabung di butik Zatulini.” Ucapku menepuk bahunya, Fero yang menunduk kini memberanikan diri menetapku, tersirat dari tatapan makhluk yang ada di hadapan ku ini menatapku dengan penuh kekaguman, aku tersenyum melihat wajahnya lalu melangkah pergi meninggalkan mereka menuju ruanganku, sebelum aku mencapai knock pintu terdengar suara bising dari para pegawaiku. “Mba Raline baik ya, Am.” “Bukankah sudah kami katakan padamu, Fero??” sahut Mira. “Iya, eke ketemu dengan mba Raline saat tes dia terlihat profesional, tak nampak sikap akrab, tapi sekarang terlihat mba Raline itu hangat sangat orang nye, eke merasakan kenyamanan cin.” “Kamu pasti betah disini, Fero.” Sahut Ami yang di angguki oleh Tika dan Mira. Aku tersenyum, mendengar percakapan mereka yang terdengar jelas di telingaku, hingga aku menggapai knock pintu ruangan ku. Aku terduduk di kursi kerjaku, menyenderkan tubuhku dan melihat lelangitan itu seraya berfikir. Begitu banyak hal yang terjadi dalam hidup ini, dari segala kisahku, tentang mengarungi, mengejar sebuah kasih sayang dari seseorang yang belum tentu akan selalu bersama kita, mengharapkan kisah cinta yang sampurna tanpa adanya orang ketiga. Apakah semua orang pernah merasakan dikhianati oleh orang yang kita percaya? Atau hanya aku saja? Tidak! Aku sangat yakin ada banyak di antara mereka yang hidup di planet ini merasakan pilu melebihi diriku, aku sangat yakin itu. Aku mengingat bagaimana kisahku dengan Barack yang kini kandas, entahlah! Aku harus mengatakan beruntung atau tidak, setelah lepas dari Barack aku menemukan perasaan dengan orang yang baru, rasa yang aku pikir sebuah kenyamanan dan ketenangan. Dia, aku pikir adalah sosok yang sempurna baik dan penuh akan kehangatan, selalu mendukungku, aku merasa dia begitu menyayangiku, selalu meluangkan waktu untukku, bahagia yang ku rasakan apakah ini hanya sementara? Tidak! Aku sangat yakin, dia sangat tidak ingin kehilanganku, sama begitupun denganku, aku tidak ingin kehilangan dia, penyemangatku, pendukungku, pahlawanku saat aku merasakan sakitnya dikhianati, Vendry Sky. Pria ini, aku merasa dia adalah jodohku yang Tuhan kirim untukku terbukti dia bisa membuatku merasa nyaman, karena aku selalu berdoa pada Tuhan untuk membuatku jatuh cinta hanya pada jodohku saja. Apa aku salah? Entahlah! Kita tidak ada yang tahu kejadian yang akan datang seperti apa. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17:10 sore, saatnya untuk berkemas pulang ketempat ternyaman untuk bermalas-malasan. Dengan semangat aku berkemas sambil bersenandung ria, kadang diselangi dengan senyum dan tawa kecilku. "Kenapa aku tertawa? Apa yang aku pikirkan? Hah, macam abg sedang kasmaran saja, hahaa.." Kadang juga di selangi dengan celotehan dan rancauan dariku, aku tertawa kecil. "Dasar aneh, manusia aneh." rancauku, dengan menyusun buku-buku yang tergeletak di atas meja. "Apa kata dunia jika para pegawaiku melihatku yang seperti ini? Memalukan." aku terus merancau sambil bersenandung ria, akan tetapi seketika aku terdiam dan pupil mataku melebar. "Apa aku setres? atau jangan-jangan aku sudah gila? apa ini semua karena memikirkan dunia percintaanku yang kurang beruntung ini?" ucapku menggebu-gebu. "Tidak! Tidak! Ada apa denganku ini?" ucapku seperti orang kebingungan dengan menggelengkan kepalaku cepat dan segera menyelesaikan kegiatanku. Setelah selesai merapihkan ruanganku, aku mengambil tas jinjing milikku dan segera keluar dari ruangan yang penuh dengan bahan kebaya dan alat jahit lainnya itu. Saat tanganku telah menggapai kenock pintu dan memutarnya, aku sempat sedikit terkejut karena melihat ke empat pegawaiku itu sudah berdiri di depan pintu ruanganku. Seketika itu juga, aku terdiam dan menatap mereka dengan tatapan kosong, hatiku penuh tanya. 'Apakah mereka mendengar semua yang terjadi padaku di dalam tadi?' beberapa saat aku terdiam seperti orang lingling, dan aku mendengar suara Amy. "Bos?" "Bos.. bos?" "Bos?" panggil Amy sekali lagi dengan menepuk pundakku. "Eh?? Ya?" "Selamat sore, bos." sapa Fero. "Sore." sahutku singkat dan tersenyum dengan ramah. "Ada apa, bos?" tanya Amy penuh selidik padaku. "Tidak apa." sahutku cepat, namun aku berpikir kembali apa sebaiknya aku bertanya langsung saja pada mereka, apakah mereka mendengar pertanyaanku atau tidak. "Eh, A..?" ucapan ku terhenti. Terlihat para pegawaiku itu tengah menunggu ucapan ku, namun aku malah menggantung ucapanku, memperhatikan ucapan mereka membuatku ingin tertawa ngakak sekarang, mengapa ekspresi mereka sangat lucu sekali. "Aku lupa sesuatu." ucapku cepat dan menahan tawa, lalu kembali masuk ke dalam ruanganku untuk melepas tawa yang aku tahan karena melihat ekspresi wajah mereka. "Aku baru ingat ternyata ruanganku dan Amy kedap suara." ucapku. "Bagaimana bisa aku menjadi pelupa seperti ini, ini semua karena aku terlalu dokus dengan karirku hingga lupa dengan hal lainnya." lanjutku, dengan senyum kaku milikku ini. setelah mengatur nafas dan terlihat normal kembali, barulah aku keluar kembali dari ruanganku dan ternyata mereka masih setia menunggu aku di depan pintu persis sama seperti tadi, dengan kompak menunjukkan senyum mereka yang merekah itu, aku juga ikut tersenyum melihat tingkah mereka. "Kenapa masih disini?" tanyaku. "Mau setor muke, bos." sahut Fero dengan lantang suara khas bancinya yang terdengar sangat keras itu. "Setor muka?" tanyaku bingung dengan jawaban yang mereka berikan. "Ya, biar gak disangka ada yang pulang cepet bos. jadikan kami harus nunggu bos pulang, baru disusul kami." jelas Mira, aku menarik nafas, benar-benar para pegawaiku ini, apalagi si Mira yang polos dan blak-blakan, ditambah lagi ada Fero sekarang. "Oh, iya. Ini sudah lewat jam pulang biasanya ya?" tanyaku meresa bersalah dengan ke empat karyawanku itu, aku menunjukkan senyumku yang merasa bersalah pada mereka itu. "Heehe, iya bos." ucap Tika. "Bos, memangnya kalo pulang lewat jam kerja, akan dihitung lembur ya, bos?" tanya Fero dengan logat yang mengondek penuh lemah lembut kali ini. Amy dan Tika yang ada di sebelah Foro langsung menyikutnya. "Ya, akan di hitung lembur, tapi.." ucapan ku terpotong oleh Amy. "Jika kita benar-benar bekerja, tapi tadi kita tidak bekerja hanya berdiri saja disini." Ucap Amy yang di angguki oleh Tika dan Mira.  "Gak apa, besok aku akan traktir kalian." "Beneran, bos?" tanya Fero tersenyum senang dan aku mengangguk cepat. Baik Tika, Mira dan Amy melotot menatap Fero yang kegirangan itu sepontan terdiam dan menatap ketiga rekannya yang melotot menatap Fero. "Eh? Kalian mau pulang tidak?" tanyaku, melihat mereka yang tidak bergeser dari tempat mereka berdiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD