Chapter 18

1542 Words
Hari ini pikiranku benar-benar masih kacau. Aku berniat akan berangkat siang untuk hari ini. Aku merasa tak berdaya, benar-benar males gerak alias mager. Akan tetapi lama kelamaan aku merasa bosan, maksud hati ingin pergi ke butik, tatapi aku urungkan niat awalku, jadi aku pikir saat ini aku butuh sebuah hiburan. Aku ingin ada yang menemani aku bersenang-senang hari ini, aku pikir jika aku meminta Nike yang menemani aku dia pasti akan di introgasi oleh papanya, karena bolos kerja. Jadi, aku berencana berkunjung kerumah teman semasa kuliahku saja. Bergegas menuju pelataran parkir dan memanaskan si putih. Setelahnya aku dan si putihku, berbaur dengan kendaraan lain membelah jalan raya di kota Jakarta ini. 15 menit perjalanan akhirnya aku telah sampai di depan rumah Jingyi dan memarkirkan si putih. Tok tok tok... “Assalamualaikum..” “Walaikumsalam..” terdengar sahutan dari balik pintu dan menampilkan sosok yang ingin ku temui. Ya, dia Jingyi Tzuyu. “Hola..” sapaku dengan cengir kuda. “Line.. tumben lo maen ke rumah, ada apa?” tanyanya membalas senyumku. “Kangen aja sama lo.” “Apa aku harus percaya?” “...” hanya hela nafas yang menjawab. “Ck. Suntuk? Masalah apa lagi?” tanyanya setelah berdecak menatapku. “Apa aku menemui kamu hanya karena ada masalah?” “Sepertinya, jika tidak berubah.” Jawabnya tak acuh berlalu menuju dapur meninggalkan aku sendiri di depan Tv. Tak lama Jingyi keluar dengan membawa sepiring dimsum dan semangkuk klapertart. “Lo harus cobain ini. Lo pasti gak nyesel sama rasanya.” “Dimsum?! Ah aku mau coba.” “Gimana? Apa ada yang kurang?” “Emh.. aku rasa tidak ada yang kurang. This is delicious. Memang tidak diragukan ya kemampuan memasakmu Amazing.” “ Thanks!” “Bye the way, aktifitas lo sekarang apa Jingyi?” “Ah.. hanya santai, bantu kaka di restaurant.” “Owh...” sahutku mengangguk-angguk sambil menyantap dimsum. “Emh.. lo gak ada kegiatan hari ini?” “Free gengs. Lo libur gak bantu kakak lo, untung gue kesini ketemu orangnya.” “Yaps! Kebetulan. Gue free minta libur hari ini.” “Kenapa free? Lo sakit? Sepertinya sehat.” Tuding Raline memicing curiga. “Ya! Gue sehat line. Cuman agak capek sedikit.” “Emh..” tampak Raline sedang berfikir. “Ya ya pasti capek mungkin ya.” “Pake acara mikir lagi. Gue gak lagi minta persetujuan, say.” “Hehehee..” aku hanya bisa cengengesan. “Hadeh, mata udah ilang makin ilang aja, tambah ketawa lagi. Berapa lama lo, nangis?” tanyanya, aku hanya tersenyum tanpa menolehnya dan sok sibuk dengan gawaiku. Aku dengar ia menghela nafas dan kini kembali bersuara. “Ikut gua aja hari ini.” Lanjutnya. “Kemana?” tanyaku yang juga penasaran. “Lapangan.” “Ngapain? Lo mau nyiksa gue, gak ahh, gue gak mau.” “Ck, ini perempuan.” Ucapnya berdecak kesal. Aku melipat kedua tanganku dan membuang muka ke arah layar Tv. “Gua yakin, lo sembuh udah, denger kata gua, gak nyesel gak lo, pulang dari sana, lo pasti balik happy lagi.” Lanjutnya yang kini sudah siap-siap dan memoleskan make up tipis di wajahnya. Aku melirik ke arahnya dan ia masuk ke dalam kamar tak lama kemudian ia memberikan sesetel pakaian padaku. “Ganti sekarang, cepetan, gua tunggu disini, gak pake lama.” Titahnya. Aku mengambil set pakaian itu dan menatapnya, lalu aku melangkahkan kakiku ke dalam kamar Jingyi dan mengganti pakaian ku. “Lama lo. Ini sepatu lo. Cepet pakai, biar kita langsung cus.” “Okay.” Sahutku dan langsung mengenakan sepatu. Kini kami melajukan metik roda dua milik Jingyi. Kami berencana akan main ke lapangan yang biasa untuk olah raga, banyak disana yang datang untuk berolah raga, joging, bersepeda dan lainnya. Kami berencana akan menghabiskan waktu seharian di sini, karena disini juga ada sebuah tempat untuk gym dan olahraga lainnya, sangat menyenangkan, bisa menjadi penyusup di tempat para prajurit berolah raga. Kami berdua, aku dan Jingyi asik mengendarai metik milik Jingyi, mengitari lapangan kemudian kami memarkirkan kendaraan kami di garasi tempat biasa untuk nge-gym. Setelah itu, aku dan Jingyi berlari-lari di sekeliling lapangan beberapa kali kemudian kami kembali ke dalam gedung untuk berolahraga. Ternyata olah raga berlari di luar ruangan yang benar-benar lari mengitari lapangan itu, benar-benar melelahkan, perasaan lebih ringan berlari di dalam ruangan meski berjam lamanya, aku dan Jingyi memutuskan untuk berolahraga mencoba berbagai alat olahraga disana seperti barbel. Jika aku sedang bersama Jingyi, ia biasa membawaku ketempat-tempat seperti ini, karena ia banyak sekali kenalan dari anggota, yang biasa mengisi waktu untuk berolahraga disini. Aku sih yes aja, gratis ini. Wkwkwk “Hei.” Aku melihat ada dua orang pria menghampiri kami, seorang pria menepuk punggung Jingyi dari belakang. “Hei, honey. Kamu sama siapa, mas?” tanya Jingyi pada seorang pria. “Ini sama teman, lebih tepatnya yunior ku.” “Halo kak.” “Ya, halo.” Balas Jingyi menyapa teman dari kekasihnya itu. Ternyata yang menepuk punggung Jingyi tadi adalah kekasihnya, dia adalah seorang anggota tentara, dan biasa melakukan kegiatan olahraga di sana tempat mereka biasa latihan fisik dan berolahraga. Ternyata disini, seharian benar-benar membuat bebanku bisa terlupakan, meski mungkin hanya sesaat. Disini teman-teman Jingyi sangat menyenangkan benar-benar pandai mengubah suasana, dan mengendalikan keadaan menjadi sangat menyenangkan, biasa kebanyakan orang akan merasa bosan, tapi lain bagiku disini aku bisa melupakan segalanya. Banyak teman-teman dari kekasih Jingyi yang mengajari kami berbagai olahraga latihan fisik, mereka menyarankan yang berawal dari hal ringan dan aku sangat menikmati dan mempelajari apa yang telah mereka ajarkan padaku. Setelah selesai berolahraga, kami semua berniat akan renang, akan tetapi masih di tempat yang sama. Meski bukan di lapangan atau di gedung untuk nge-gym, melainkan di pantai. Maju sedikit dari lapangan, tidak perlu memakai kendaraan cukup jalan kaki saja sudah sampai, karena sangat dekat dari gedung. Ternyata di pantai, kami tidak hanya berenang dan mandi air laut. Tetapi juga kami mengadakan acara barbaeque, benar-benar sangat menyenangkan. Kami tertawa bahagia menikmati setiap suguhan yang tercipta. Kami bercanda ria dengan lepas tanpa beban, karena mereka juga sefrekuensi dengan kami, orang yang kocak-kocak dan semua hal tercipta dengan mengalir begitu saja, tanpa ada kecanggungan. Bahkan ada yang memainkan gitar, juga menyanyi, cukup ramai yang ikut bergabung, bagaimana tidak kekasih Jingyi adalah Laksamana besar. Hah! Maafkan kami para bapak-bapak yang telah mengacaukan kantor kalian, wkwkwk “Bisa nyanyi?” tanya seseorang yang mengejutkan aku dan kini duduk tepat di sampingku. Aku tersenyum menatapnya dan menggelengkan kepalaku, lalu aku kembali menatap ke arah deburan ombak. Ya, lebih baik jujurkan? Dari pada aku bilang bisa dan saat ia menyuruhku nyanyi terbongkar sudah ke bohonganku. Pria itu tampan dan sangat cool, dia membawa sebuah gitar dalam pangkuannya, aku mencuri pandang ke arahnya dan juga melirik gitarnya. ‘Haduh, yang di pangkuin malah gitarnya, aku aja kenapa pak, yang di pangkuin. Kan biar lebih so sweet gitu.’ Batinku tersenyum sendiri. “Jangan senyum-senyum sendiri, kalau ada hal yang lucu, bagi-bagi napa, jangan di umpetin sendiri.” Celetuknya yang masih dengan fokus memainkan gitarnya, membuatku terdiam terpaku mendengar apa yang telah ia tuturkan, aku meringis menatapnya. “Aku tiba-tiba ingat, panda jam bekerku di rumah, ternyata sangat menggemaskan.” Kilahku. “Kamu suka panda?” tanyanya menghentikan kegiatannya, dengan cepat aku mengangguk. “Sangat suka, aku suka karakter panda, sangat menggemaskan.” “Berati kita sama dong, aku juga suka panda.” Ucapnya tersenyum, oh sangat manis sekali. Sekalinya senyum mampu mengalihkan duniaku, aku terpaku menatapnya tanpa sadar, dan mungkin aku tidak akan sadar-sajar jika ia tidak melambaikan tangannya dan mendekatkan wajahnya untuk menegurku yang sedang terpaku, oh ini sangat memalukan, dia sangat keren. “Eh?! Kamu juga suka panda, ya?” “Ya.” Sahutnya cepat dan aku mengangguk-anggukkan kepalaku. “Ya udah, kalau kamu gak bisa nyanyi, biar aku aja yang nyanyi. Kamu cukup dengarkan dan beri aku nilai setelahnya, okay?!” ucapnya meminta persetujuan yang langsung ku jawab. “Okay, boss.” Ucapku dan kami sama-sama tersenyum. Dia mulai memainkan gitarnya dan bernyanyi, yang tadinya di sampingku dan kini kami saling berhadapan, aku memperhatikan tingkah dan caranya bermain gitar, aku benar-benar terpaku, dia tidak hanya tampan tapi juga sangat keren, aku berdecak kagum menatapnya tanpa aku sadari, dan ia tersenyum menatapku, ia menghentikan kegiatannya. “Kenapa liatinya seperti itu?” tanyanya, aku yang bingung, balik bertanya padanya. “Me..memang seperti a..apa? Aku li..liatin kamu seperti apa?” tanyaku dengan gugup. Dia cekikikan entah kenapa, aku sendiri bingung dan aku rasa pipiku memerah saat ini. Ck sebenarnya apa salahku, dimana? Aku juga hanya manusia biasa, tidak munafik juga kan, jika melihat pria tampan? Wkwkwk, masa dibiarkan mubazir, gak boleh lah. Ternyata dia mengelus-elus rambutku. Hei, apa yang baru saja ia lakukan? Apakah dia menganggap aku sebagai apa? Perempuan atau hanya sebagai adik? Aku menunduk malu. “Kamu sakit?” tanyanya. “Sakit? Enggak kok.” Jawabku yang bingung akan pertanyannya. “Kenapa pipimu memerah? Aku pikir kamu demam.” Tuturnya, seketika itu aku memegang pipiku. Hah! Dasar pipiku tidak bisa di ajak kerja sama nih, aku juga merasa aliran darahku mengalir dengan sangat cepat, pipiku terasa memanas, aku memegang kedua pipiku, dan aku melirik ke arahnya, dia meletakkan gitarnya dan beranjak dari duduknya lalu tak lama ia membawa sebuah piring yang terdapat seekor ikan yang sangat besar. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD