Chapter 58

1516 Words
“Sudah siap semua nih, Bahannya?” “Ya, sudah. Lalu bagaimana?” “Raline, dengar baik-baik ya pertama-tama, Cara memasaknya itu, Cuci dan sayat.” “Sudah, tadi pertama malah langsung di cuci.” “Oke kalau sudah sekarang, beri sedikit garam dan jeruk nipis pada gurame.” “Siap.” Ucapku dan langsung melaksanakan titahnya. “Jika sudah, guramenya di Goreng, setelah masak di tiriskan, dan sisihkan.” “Ya. Aku akan masukkan kedalam wajan, oh my god, susah juga ya. Bukan susah tapi sulit.” “Apanya yang susah, sulit?” “Gorengnya.” “Siapa suruh, apinya tidak di kecilkan lagi, kecilkan sedikit lagi.” “Ya, bos.” Patuhku dan langsung mengecilkan apinya. “Bagus, memanglah aku bos.” Ucapnya dengan gaya yang sok cool. “Bos, bosok.” Ucapku pelan yang masih terdengar di telinganya. “Apa?” “Apa?” tanyaku balik. “Apanya yang apa?” “Entah, hahahaa.” “Gak jelas lo, Raline.” “Udah ahh, gak penting juga kan. Lanjut lagi.” “Lanjut, liat dulu yang lo goreng, udah di balik belum?” “Udah lah.” “Udah mateng?” “Kayaknya sih belum.” “Nah, itu. biar mateng dulu. Setelah itu baru tiriskan, taruh di dalam piring.” “Ya, bos.” “Pinter.” “Memang lah aku pintar.” Ucapku. Aku membolak balikkan ikan gurame itu hingga benar-benar matang dan kering, aku tiriskan dan setelah memastikan minyaknya kering dan tidak ada yang ikut baru ku masukkan ke dalam piring putih yang sesuai porsi besarnya ikan itu, untung lah ada piring yang pas. “Rumi.” Panggilku pada sahabatku itu saat aku menghadap layar ponselku, dan melihat Rumi yang tengah sibuk dengan mangkuk dan sendoknya, mengunyah salad buah. “Ya.” Sahutnya. “Bagaimana, sudah matang?” “Sudah, selanjutnya bagai mana?” tanyaku kembali. “Tumis lah sebentar semua bahan pelengkap.” “Bahan pelengkap?” “Ya.” “Yang mana? Apa saja?” tanyaku bingung dan Rumi menepuk jidadnya. “Bahan pelengkap itu, tadi ada potongan buah nanas, bawang bombai, paprika, dll.” “Oke, aku paham. Aku akan menumisnya.” “Ingat, tumisnya sebentar.” “Ya.” “Kemudian, Tumis bawang putih juga, masukkan wortel dan beri sedikit air.” “Oke, selanjutnya?” “Tuang saus sambal, saus tomat, beri garam, gula, lada bubuk, dan kaldu jamur. Aduk rata.” “Ya, oke aduk rata.” “Tuang air dan biarkan hingga mendidih. Airnya jangan banyak-banyak, nanti seperti laut.” “Ya.” “Bagus, sekarang Masukkan bahan pelengkapnya dan aduk rata.” “Siap. Aduk rata.” “Sudah?” “Sudah.” “Sekarang saatnya Tuang larutan tepung. Masak sambil di aduk. Ingat sambil di aduk.” “Ya, di aduk-aduk deh ini.” “Pinter.” “memang lah aku pintar.” “Pede banget dah kamu.” “Apa?” “Gak apa, sudah tuh?” “Lalu?” “Ya di cicipi, kemudian jika rasa sudah pas, angkat dan Tuang bumbu di atas ikan. Lalu, Beri taburan daun bawang.” “Wah, aku memang pintar ya. Aku bisa memasak, dan ini terlihat sangat lezat,boleh gak sih, aku makan nih, sekarang? Hahahaa..” “Boleh, bole.” “Enggak ahh, takut hilaf, nanti tiba-tiba habis gitu aja, dan aku belum sempat pamer.” “Huahhh! Punya sahabat asli buat tepok jidat terus nih.” “Tepok jidad kenapa?” “Gak apa, awas aja kalau gak melibatkan aku saat pamer masakannya nanti ya.” “Lah memang kenapa? Kan aku yang masak.” “tapi berkat aku kamu bisa berhasil masak.” “Ya, tapi tetap saja dengan tangan halus ku ini sendiri kan yang buat makanannya?” “Ya deh, ya. Terserah elu aja. Tante juga pasti tahu, gue lah yang bantu, memang siap lagi.” “Ya udah sekarang ajarin gue masak udang goreng tepung dan udang asam manisnya lagi.” “Gak ahh, capek.” “Hm, gitu aja ngambek ihhh.” “Enggak siapa yang ngambek ihhh. Gue cuman lagi males aja.” “Jangan gitu dong.” “Kenapa?” “Ajari lagi.” “Maunya di rayu.” “Di rayu?” “Ya.” “Gimana?” “Ya terserah elo yang penting di rayu.” “Pakai gombalan.” “Terserah, pokoknya aku mau bantu kalau di rayu.” “Gimana?” “Gue lagi pingin dirayu, Raline. Terserah elu masa gak bisa bujuk sih, busyet.” “Ya aku lagi mikir.” “Jangan kelamaan mikir, keburu gue berubah pikiran.” “Jangan gitu. Ihhh, males deh.” “Busyet, lo dah berapa lama jomblo? Gak ada romantisnya.” “Ck, kalau lo mau yang romantis gitu, sama pacar lo aja lah. Jangan sama gue dong.” “Bilang aja gak bisa lo.” “Bisa, cuman males aja.” “Lah, gak bisa. Udah sih akui saja.” “Hm. Ihhh, Rumi ngeselin deh, lama-lama.” “Hahhah, ya iya maaf deh. Gue cuman lagi pingin goda lo aja Raline.” “Basi.” “Apanya? Kan baru mateng, kok udah basi aja?” “Gak tau ahhh, hahaaa.. lo malah keliatan bego kayak gitu sumpah, hahahaa..” “Biarlah, demi sahabat kembali tertawa lagi, apapun akan gue lakuin.” “Benarkah itu?” “Tentu saja, apa kurang bukti?” “Ya, gue rasa cukup. gue merasakannya selama ini. Terima kasih Rumi, lo udah seperti saudara gue sendiri, seperti abang gue sendiri.” “Ya, Raline. Gua sudah menganggap lo dari kecil sampai sekarang juga sama udah kayak adek gue sendiri.” “Terima kasih, Rumi.” “Sama-sama.” “Ya udah sekarang mau masak lagi ya.” “Oke, kita mau masak apa dulu?” “Mmm, kira-kira apa ya? Udang goreng tepung atau udang asam manis? Menurut lo gimana master chef Rumi?” “Hm, lebih baik kita mulai dengan udang asam manis dulu deh, baru terakhir kita masak udang goreng tepung.” “Oke master chef Rumi. Tapi..” “Ada apa?” “Ini sudah jam makan siang kan?” “Sudah lewat, kamu tadi liat aku lagi makan siang pakai salad buah.” “Ya, benar.” Ucapku menundukkan kepalaku, dan tak lama aku melihat layar ponselku ada sebuah pesan masuk. Segera aku mebukanya, ternyata dari mama yang mengatakan, tidak pulang makan siang, karena mama ada di rumah nenek, saat ini. Aku menghela nafas dan menatap Rumi yang juga menatapku lekat dalam diam, aku tahu dengan ekspresinya seperti itu dia sedang menungguku untuk bercerita. “Rumi?” panggilku dengan cepat dia menjawab. “Ya.” Sambil terus menatapku. “Terima kasih, Rumi.” “Sama-sama.” “Ya udah sekarang masak lagi ya.” “Oke, kita mau masak apa dulu?” “Mmm, kira-kira apa ya? Udang goreng tepung atau udang asam manis? Menurut lo gimana master chef Rumi?” “Hm, lebih baik kita mulai dengan udang asam manis dulu deh, baru terakhir kita masak udang goreng tepung.” “Oke master chef Rumi. Tapi..” “Ada apa?” “Ini sudah jam makan siang kan?” “Sudah lewat, kamu tadi liat aku lagi makan siang pakai salad buah.” “Ya, benar.” Ucapku menundukkan kepalaku, dan tak lama aku melihat layar ponselku ada sebuah pesan masuk. Segera aku mebukanya, ternyata dari mama yang mengatakan, tidak pulang makan siang, karena mama ada di rumah nenek, saat ini. Aku menghela nafas dan menatap Rumi yang juga menatapku lekat dalam diam, aku tahu dengan ekspresinya seperti itu dia sedang menungguku untuk bercerita. “Rumi?” panggilku dengan cepat dia menjawab. “Ya.” Sambil terus menatapku. “Mama gak pulang siang ini. Mama ada di rumah nenek.” “Gak apa, Raline. Kan bisa di makan untuk makan malam, bukan kah biasanya jika malam akan kumpul semua di meja makan?” “Ya, kau benar juga Rumi.” “Tapi capcay dan guramenya dingin.” “Bisa di panaskan.” “Kau benar juga.” “Siapa dulu.” “Master chef Rumi, hahahaa..” “Benar. Ya sudah, sekarang kamu makan siang dulu. Gak apa, mumpung belum megang udang.” “Baiklah, aku akan makan siang.” “Bagus, aku akan temani, aku tidak kemana-mana.” “Terima kasih, Rumi.” “Ya, jangan ucap terima kasih melulu, bosan aku dengarnya.” “Hm.” “Hahaaa.. ayo makan siang.” Ucap Rumi dan aku mengangguk. Aku berjalan menuju kitchen dan langsung mengambil piring dan menuangkan nasi ke dalamnya, aku mengambil capcay dan juga gurame yang ada di meja makan itu, aku mendudukkan tubuhku di kursi dan menggenggam ponselku, menruhnya di hadapan ku. “Rumi terima kasih menemani ku makan, kau yakin hanya makan siang dengan salad buah?” “Tentu saja tidak, aku akan ke meja makan dan makan siang dengan nasi dan sayur disana.” “Baguslah, tunggu apa lagi, tinggalkan dulu pekerjaanmu itu, sekarang ayo makan.” “Baiklah, aku akan ke meja makn sekarang, kita makan bersama.” “Ya, ayo makan bersama.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD