Chapter 21

1510 Words
Saat aku akan memejamkan mataku, aku menerima sebuah pesan ternyata dari Barack. Barack: “Selamat tidur, mimpi yang indah.” Aku tersenyum tanpa membalas pesannya karena lelah aku tertidur. Ke esokan harinya, aku ada janji untuk menemani teman masa kecilku, ke mall. Mencari semua pesanan yang di butuhkan oleh calon kakak ipar dari teman masa kecilku itu, Eriko Rumi. Pagi sekali, aku sudah kedatangan tamu. Siapa yang memainkan bell pintu apartemenku, sepagi ini. Aku saja belum mandi dan baru bangun tidur tepat saat dia memainkan bell pintu apartemenku. Ah dengan kesal aku berjalan menuju pintu dan aku lihat di layar monitor ternyata Rumi, aku membulatkan mataku, tumben sekali dia datang ke apartemenku. Lalu aku buka pintunya dan menyuruhnya masuk. “Astaga, gadis.” Ucapnya memecahkan suasana ruangan menjadi ramai. “Brisik, tumben lo kesini, ada apa?” “Jadi begini.” “Gimana-gimana.” Ucapku dengan menaikan kakiku menjadi bersila. “Ya, pasti ada maunya.” Lanjutku, dengan santai. Rumi malah menunjukkan senyum manisnya. “Mandi dulu, gih.” Titahnya. “Loh kok lo malah nyuruh gua mandi, masa iya tamu di tinggal mandi.” “Ah basing lo, cepet mandi pokoknya.” Ucapnya berjalan menuju dapur. “Ada apa dulu geh?” tanyaku mengekorinya, yang kini berhendi di depan kulkas “Ada lah.” “Sepagi ini lo buka kulkas mau apa? Minum es?” tanyaku, ia malah berdecak. “Nyawa lo, emang belum kumpul semua ya. Makanya mandi dulu, belum sarapankan?” “Belum lah.” Ucapku tersenyum menunjukkan gigi kelinciku. “Makanya mandi, pokoknya selesai lo mandi, sarapan sudah siap santap di atas meja.” Ucapnya. “Benaran ya.” “Ya, udah sana, keburu sore.” Ucapnya sedikit ngegas. “Oke, oke.” Ucapku setuju. Aku berlari menuju kamar, akan tetapi saat melewati pintu masuk apartemen mataku menangkap bayang seperti ada seseorang yang baru saja keluar, akan tetapi secepat itu aku juga tidak tahu itu siapa benar atau hanya perasaan ku saja. Kemudian aku mendekati pintu masuk apartemen yang masih terbuka dan menjulurkan kepala mengecek adakah orang di luar, namun nihil, aku menatap pintu lift yang mulai tertutup, aku menghela nafas lalu menutup pintu apartemenku. Aku melanjutkan apa yang akan aku lakukan sebelumnya yaitu mandi, setelah selesai mandi aku bersiap, semua sudah wangi dan rapi, aku keluar kamar dan mencium aroma sedap dari arah dapur, aku langsung berjalan ke arah dapur dan mendekati meja makan yang kini tersaji menu sarapan, nasi goreng dan teh manis, aku lihat Rumi tengah menikmati sarapan ia menatapku dengan mulut yang penuh dengan nasi goreng ia terus mengunyah sarapannya, dengan semangat. “Astagah, kamu kesini belum sarapan?” tanyaku. “Udah lah, pake roti sama air putih, cuman sekarang aku laper lagi, ya itung-itung cicip masakan sendiri lah.” Tuturnya. “Ngadi-adi kau.” Ucapku yang mengambil sendok dan menyuapkan sarapan ke dalam mulutku, mengunyahnya dan merasakan nikmatnya nasi goreng buatan Rumi, memang lezat sih. Setelah selesai sarapan, aku menemani Rumi ke mall mencari pesanan calon kakak ipar Rumi. Kenapa Rumi mengajakku karena ukuran tubuh calon kakak ipar Rumi itu sama dengan tubuhku, bagaimana tidak calon kakak ipar Rumi juga adalah saudaraku, kakak sepupu ku. Ternyata Rumi mencari sebuah mas kawin, dan Rumi menyuruhku untuk mencobanya, entah kenapa dari gedung apartemen tadi aku merasa ada yang mengikuti ku, tapi aku masih acuh mungkin hanya perasaan ku saja. Aku tengah mencoba cincin yang karyawan toko itu tunjukkan dan Rumi yang menilai, kami juga melakukan panggilan video pada keluarga Rumi. “Bagaimana mba, mas? Untuk mas kawinnya ambil yang mana?” tanya karyawati toko perhiasan itu. “Yang ini saja, mba.” Ucap Rumi, pelayan itu membungkuskan perhiasan itu setelahnya, diberikan kepada ku dan Rumi. Saat kami berbalik ternyata Barack berdiri tepat di belakangku. Ia menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan. “Sekarang, aku sangat mengerti.” Gumamnya. Barack berbalik dan meninggalkan kami di tempat itu, kemudian aku yang baru saja kembali akan kesadaran ku itu, berlari mengejar Barack namun aku kalah cepat, Barack sudah menghilang dari kerumunan. Aku kehilangan jejak Barack, aku terdiam. Tak lama aku merasa ada yang menepukku dari belakang aku mengangkat wajahku dan bergumam nama Barack, saat aku membalikkan badanku ternyata Rumi tengah tersenyum menatapku. Aku pikir Barack ternyata Rumi, aku menunduk dan menatapnya yang tersenyum. “Sekarang, gantian kamu yang temani aku.” Ucapku, Rumi mengangguk cepat kami menuju tempat yang akan aku kunjungi, membeli sesuatu yang telah aku rencanakan. Setelah selesai kami pulang ke apartemenku. Flashback off.. Aku mencoba kembali memejamkan mataku, banyak sekali momen masa-masa bucinku dengan Barack, tapi aku sangat tidak bisa terima. Barack, aku merasa dia berubah, dia tetap berprilaku baik padaku tetapi dia telah berselingkuh, tidak aku tidak bisa melupakan itu, mataku kembali ku pejamkan berharap aku bisa tertidur dengan nyenyak karena besok aku harus kembali bekerja di butik kesayangan ku, Butik Zatulini. Aku sudah memejamkan mataku, namun ingatan itu terus muncul dikepala ku, bagai kaset rusak. Flashback on.. Beberapa hari setelah kejadian di mall, dan Barack tidak pernah menghubungi aku dan aku jarang melihat Barack di tempat yang biasa ia kunjungi, ada beberapa temannya yang mengatakan beberapa hari ini hidup Barack terlihat kacau, ia juga sering ikut teman-temannya yang lain main ke klab malam, pulang dengan ke adaan yang kacau dan tidak sadarkan diri. Besok adalah hari ulang tahun Barack, dengan semangat dan jantungku kembali berdetak tak beraturan, keringat dingin menyerangku. Malam ini, aku di temani oleh teman-temanku juga teman Barack. Untuk memberi kejutan pada Barack. Menurut info dari teman terdekat Barack, Noe dia belum keluar apartemen hari ini. Jadi aku dengan semangat perlahan membuka apartemen Barack yang aku memang tahu passwordnya. Kami persiapkan segalanya, untuk memberi Barack kejutan, aku mengintip kamar Barack yang ternyata orangnya sedang meringkuk di atas tempat tidur. Aku tersenyum menatapnya yang tengah meringkuk di atas ranjang itu, menoleh ke arah teman-teman yang sudah siap di belakangku. Tepat pukul dua belas malam aku memberi kode pada teman-temanku agar bisa masuk setelah aku memberi kejutan pada Barack. Aku menerobos masuk dengan membawa boneka doraemon besar yang aku beli saat di mall dengan Rumi. Aku masuk dengan menyanyikan sebuah lagu selamat ulang tahun, perlahan ia menggeliat dan menatap ke arahku, ia tampak terkejut kemudian terdiam, aku tersenyum menatapnya, dengan suasana kamar yang masih remang-remang. “Raline.” Gumam Barack, aku tersenyum dan mendekati Barack. Ia terdiam menatapku. “Selamat ulang tahun, sayang.” Ucapku lembut dan duduk di dekatnya, saat aku akan menggapai Barack dan memeluknya, namun Barack bukan datang ke pelukan ku tatapi malah menghindari aku, ia menjauhi ku, hal yang baru saja di lakukan Barack berhasil membuatku terpaku dan menatap ke arahnya, dengan canggung. Kemudian saat aku akan kembali membuka suara Pletek Terdengar saklar lampu dihidupkan, dan suasana dalam kamar itu menjadi terang benderang dan juga ramai. Semua teman-teman masuk dan menyanyikan sebuah lagu selamat ulang tahun dan membawakan kue ke arah Barack. Suasana malam itu menjadi campur aduk. Ada bahagianya juga sedih. Kenapa? Pasalnya aku telah menahan rindu selama seminggu ini akhirnya bisa bertemu dengan Barack dan sedih melihat respon pertama yang Barack berikan padaku, menyayat hatiku. Ini sangat menyakitkan, maafkan aku Barack, aku janji ini prank pertama dan terakhirku, aku yakin Barack sangat syok dan belum bisa terima ini semua begitu saja, mungkin ada banyak hal yang akan ia tanyakan padaku, aku siap menjawab pertanyaan dari kamu, sayang. Aku terus menampilkan wajah bahagiaku meski jantungku benar-benar mau meledak. “Nanti aku jelaskan.” Lirihku, aku menggenggam tangan Barack ternyata badan Barack demam. “Kamu sakit?” tanyaku panik. Dan hari itu aku merawat Barack sampai siang, hingga badan Barack kembali pulih, hubungan ku dan Barack juga sudah baik-baik saja, tapi sejak saat itu juga aku merasa ada yang berbeda dari Barack seperti mulai banyak diam dan seperti ada hal yang ia tutup-tutupi dari ku. Kemudian Barack juga mengatakan ia sudah mulai bekerja minggu depan, seperti komitmen kami sebelumnya bahwa kami akan fokus karier dan baru akan menikah. Barack pria pekerja keras dan juga cerdas, ia sangat fokus dengan kerjanya, hingga waktu kami berdua sudah mulai berkurang, aku juga mulai usahaku dari sisa uang saku saat aku kuliah. Kami sama-sama sibuk, sempat memiliki ke curigaan pada Barack akan tetapi melihat ia yang begitu hebat dan sangat mengutamakan pekerjaannya dan itu membuat aku sangat percaya padanya, mana ada dia menyempatkan waktu untuk main-mainkan? Flashback off.. *** Aku membuka kedua mataku perlahan, sangat berat. Ternyata mataku banyak belek yang nengkreng disana. Kenapa bisa banyak belek, ini pasti karena semalaman air mataku yang ganjeng, ingin keluar. Aku membersihkan mataku perlahan kemudian kembali membuka mata, aku menjelajahi seluruh kamar, ternyata Jingyi tidak ada di kamar, dimana dia. Aku membuka pintu kamar dan langsung tercium bau harum yang berasal dari dapur Jingyi, dia pasti sedang masak. Dengan semangat aku berjalan ke arah dapur keluarga pengusaha resto itu, pasti masakannya enak-enakkan?! “Eh, gadis ibu yang satunya sudah bangun.” Ucap ibu Jingyi aku tersenyum, Jingyi tetap fokus di pantry dan ibu Jingyi menata makanan di atas meja kemudian pergi ke kamar, untuk mandi. “Wangi sekali, masakan kau ini.” “Ya, dong dan enak pastinya.” Ucapnya, berjalan ke arahku. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD