Chapter 44

1540 Words
Bam!!! Suara pintu yang setelah dibuka tertutup kembali begitu keras membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan menoleh. "Raline?" "Ya. Heehe.. kalian udah selesai makan?" "Aku belum." sahut Nike yang tengah menikmati makanannya yang belum habis, aku terduduk di tempat aku duduk tadi. "Lo kenapa?" tanya Nike menatapku dengan tatapan heran. "Gak apa." jawabku singkat. "Curiga gua, lo di toilet gak lagi godain bang Evan kan?" "Ya, enggaklah. Gila aja lu say." "Emoh, lo aja yang gila." "Tck, gak jelas lo." "Dasar lo orang dua ini. mau sampai kapan? sampai punya anak cucu nanti masih kayak gini? malu wah." "Kenapa lo banyak protes yank, hari ini." "Ya, enggak gitu sayang. tapi hari ini, lo berdua itu emang banyak debat gak pentingnya." ucap Jianzi yang membuat aku dan Nike menatapnya datar. "Hah! kebiasaan, bisa gak, tatapan datar kalian itu di buang." "Gak bisa." sahut kami kompak, dan Jianzi menghela nafas pasrah. "Terserah lo orang saja deh." Setelah selesai makan siang dan ngobrol-ngobrol di resto itu kami memutuskan untuk pulang dan Nike juga Jianzi mengantarku kembali ke butik. *** Aku merebahkan tubuhku di atas kasur king size milikku ini, dan aku terus terbayang akan bau parfum pria di restoran tadi, wangi parfum yang membuat ku merasa sangat nyaman, dan sepertinya wangi itu sangat familiar bagiku, dulu aku seperti sering mencium bau itu, akan tetapi aku merasa sulit untuk mengingat. Aku merasa lapar sekarang setelah memikirkan hal yang kurang masuk akal. Aku menurunkan langkah kakiku menuju dapur dan mendekati pantry, begitu sampai di hadapan pantry segera aku berjalan menuju lemari pendingin, setelah melihat isi lemari pendingin itu aku bisa menemukan ide bagus untuk menyelamatkan hidupku malam ini, aku akan membuat nasi goreng ayam krispi saja. Beberapa waktu aku berkutat di depan pantry akhirnya makanan yang telah aku buat sudah selesai juga, aku menghidangkan makanan yang telah aku buat sendiri itu di atas meja dan mulai menyantapnya sendirian. Seperti orang yang telah kelaparan lama tak makan jadi, bukan lagi terlihat sangat lahap aku menyantapnya, bukan juga seperti orang rakus, tapi aku memang benar-benar lapar saat ini. Ditengah makan malam ku, menyuapi sesendok, dua sendok ke dalam mulut ku sendiri. Rasanya ada yang sedang mengganggu pikiranku saat ini, aku mulai memikirkan itu, hingga pikiran ku hanya berputar-putar di saat makan di restoran tadi siang, wangi parfum seorang pria yang dapat membuatku terpesona itu, dan aku mulai ingat kembali bau parfum itu sama dengan sahabat sekaligus saudara angkat ku, Rumi. "Hhhaa?! Rumi? Ya aku ingat, Rumi sangat menyukai wangi parfum ini, parfum yang sangat mahal dan berkelas itu, ternyata di sukai oleh Rumi." Aku tersenyum mengingat sahabatku itu, sampai saat ini aku belum penah dia kenalkan dengan pacarnya yang baru setelah mengalami hal yang sama denganku, di tinggal nikah oleh kekasihnya, sudah berapa tahun setelah kejadian itu, tidak ada lagi pembahasan tentang pacarnya, lelaki yang setia namun dikhianati pacarnya yang menikah dengan pria lain yang lebih kaya dari Rumi. Aku tahu betul perasaan Rumi saat itu, karena aku telah mengalaminya lebih dulu bagaimana rasanya di tinggal nikah oleh orang yang kita cintai dan harapkan akan bersama kita selamanya. Setelah selesai makan aku mengambil gawaiku dan membuka pesan disana ternyata ada beberapa telfon dari Papa dan mama, aku bingung ada apa? kenapa mereka menghubungi aku berkali-kali begini dan kenapa tidak hanya papa saja atau mama saja, tidak biasanya mama dan papa menelphon bersamaan, ada rasa gelisah yang menelusuk ke dalam hatiku, apakah ada hal yang penting? Aku mencoba untuk menelfon balik mama dan papa, namun tidak ada jawaban juga. Aku pikir mungkin mereka juga sudah tertidur ini sudah malam juga, waktunya istirahat, aku juga mulai melangkahkan kakiku menuju kamar dan siap untuk mengistirahatkan tubuhku. *** Pagi seperti biasa melakukan aktifitasku, setelah semalam aku menerima telephon dari papa dan mama juga sempat mengirim pesan akan tetapi setelah aku bangun paginya pun tidak ada juga balasan dari mama maupun papa, aku pikir tidak terjadi apa-apa bukan? Ya, setelah memikirkan itu aku sendiri masih terbaring di atas ranjang memikirkan minggu ini akan pulang ke rumah papa dan mama atau tetap disini, untuk mengejar waktu penyelesaian gaun dari para klien setiaku. Ting Setelah terdengar suara kecil itu, aku menoleh ke arah nakas, dengan rasa sedikit malas aku menjangkau ponsel pintarku dan melihat siapa yang mengirim pesan padaku sepagi ini. “Mama.” Gumamku. Mama: Kakak, sehat sehat disana. kalau kakak belum bisa pulang gak apa, jangan ceroboh untuk telat makan atau makan sembarangan kak.” Me” Ya, mama sayang. Aku merekahkan senyuman ku melihat dan membalas pesan dari mama itu, syukurlah mama sudah membalas pesanku dan tidak terjadi apa-apa disana, mungkinkah aku hanya terlalu khawatir. *** Tidak terasa waktu memang berlalu begitu cepat, setelah 3 minggu yang lalu mendapat telefon dari mama dan dapat balasan pesan yang tidak menunjukkan terjadi apa-apa itu dapat membuatku bernafas lega dan aku juga langsung bersiap untuk melakukan aktifitas seperti biasa, hingga beberapa hari yang lalu tiba saat Nike mengambil gaunnya, dan ternyata gaun yang aku buat membuatnya tampak senang dan puas juga tidak ada yang dirombak atau kurang ini dan itu, harusnya begini begitu. Seperti pagi ini, adalah tepat hari pernikahan sahabatku itu, Nike Faradilla. Aku sudah berada di rumahnya sejak semalam menemaninya. Pagi ini kami sudah berada di sebuah gedung mewah yang ada di jakarta, semua tampak cantik dengan mengenakan gaun pesta juga mengenakan riasan make up di wajah para wanita disini. Gadis berparas cantik sama persis dengan wajah ibunya ketika masih muda, terduduk anggun didepan cermin, senyumnya yang menawan luar biasa siapapun yang memandangnya akan ikut terhipnotis oleh senyumnya itu, dia memang benar-benar sangat cantik. Knock pintu kamar gadis cantik ini diputar dari luar, tampaknya ada yang akan masuk, benar saja, semua manik mata orang yang berada di dalam kamar itu, kompak menoleh ke arah pintu, dari balik pintu itu muncul sosok wanita paruh baya namun wajahnya tidak terlihat seperti usianya kini ditambah lagi dengan balutan gaun pesta juga make up di wajah cantiknya itu, dengan senyuman ramahnya, wanita paruh baya ini sangat ramah cantik juga lemah lembut siapa yang tidak akan kagum padanya, ya dia adalah ibu dari sahabatku calon penganti yang sebentar lagi namanya akan di sebut dalam ijab qobul, Nike Faradilla. “Apakah riasannya sudah selesai?” tanya wanita paruh baya itu dengan tersenyum ramah. “Sudah bu, tinggal menunggu pengantin pria siap.” Sahut seorang MUA yang telah membantu merias Nike itu. “Baguslah jika sudah selesai.” Ucap ibu Nike, sambil menyentuh lengan Nike. “Sayang, kamu cantik banget. Sebentar lagi kamu akan menikah, sayang.” “Ya, Ibu Nike gak tau harus senang atau sedih sekarang.” “Gak boleh sedih, harus selalu bahagia.” “Ya, ibu. Nike bahagia kok, tapi juga sedih karena Nike harus mandiri bangun sebuah keluarga kecil dengan suami Nike, dan Nike harus pisah dengan Ayah juga ibu.” “Sayang, dengar ibu, bukankah Jianzi pria pilihan kamu? Dia pasti sangat mencintai kamu seperti kamu yang mencintai dia. Kamu pasti akan menjadi istri yang baik nantinya, nak. Ibu yakin itu, ibu percaya sama anak ibu.” “Makasih bu.” “Ya sudah, jangan sampai nangis, nanti riasan kamu rusak, kasian dengan MUA yang bantuin kamu ini.” “Ibu, Nike gak nangis kok.” Kilah Nike sambil memeluk ibunya kembali. “Calon suami kamu masih dalam perjalanan, menurut info mereka sudah akan sampai, kamu siap-siap ya.” “Ya, Ibu ku sayang.” Ucap Nike dengan memeluk ibunya itu. Tidak lama setelah ibu dan anak itu mengurai pelukan mereka, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Nike. Tok Tok “Mba Nike?” “Masuk aja, dek.” Titah Nike pada seseorang yang ada di balik pintu, yang ternyata adalah adik laki-laki dari Nike. Setelah knock pintu itu diputar muncul sosok lelaki tampan dengan senyumnya yang menawan. “Mba, udah siap ya?” tanyanya pada Nike. “Udah, kenapa? Calon suami mba udah sampe, ya?” “Ya, mba disuruh keluar. Groomsman sama bridesmaid juga udah siap tinggal nunggu mba lagi.” Ucap adiknya Nike. “Nol.” Nike menolehku dan tersenyum. " ayo bridesmaid ku. " lanjutnya. Kami berjalan menuju tempat kami berkumpul, dengan menggunakan adat kami mengiringi tahap demi tahap ritual akad sahabatku itu, Nike Faradilla. Hingga tiba saat sekarang, aku melihat Nike tengah menitikkan air mata, seorang pria yang ia cintai kini tengah mengucapkan ijab qobul dengan namanya. Tanpa terasa bulir bening itu juga jatuh membasahi pipiku, air mata haru juga bahagia, melihat sahabatku kini telah di pinang oleh lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Aku juga dapat merasakan senangnya sahabatku itu, aku juga sangat berharap bisa seperti dia, menikah dengan seseorang yang mencintai ku dan juga orang yang aku cintai. Seiring lafad yang diucapkan Jianzi untuk Nike, saat itu juga aku menarik nafas seiring jatuhnya bulir bening di pipiku, aku berdoa pada Tuhan agar, jalanku dengan jodohku kelak akan lancar dan Tuhan percepat, aku tersenyum menatap kedua pasangan itu yang sekarang telah sah menjadi suami istri. Tahap demi tahap acar terus berganti, kini saatnya kami mengabadikan moment yang bersejarah bagi sahabatku itu, Nike. Wajah wanita itu sekarang semakin bersinar tanpa rasa lelah ia menjalani, mengikuti arahan acar, dan melayani tamu yang datang dan ingin menggambil gambar mereka. Mereka tanpa rasa lelah dalam tatapan mereka telihat sangat bahagia kedua pasangan ini, benar-benar membuatku yang sendiri ini merasa iri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD