Chapter 51

1510 Words
Sesampainya di dapur aku tidak menemukan siapapun, akan tetapi aku melihat di atas meja suda ada sarapan yang tersaji disana, aku mendekati meja makan itu disana ada menu nasi goreng juga sayur dan lauk pauk yang telah masak, setelah itu aku menoleh ke halaman belakang mencari keberadaan mama, hingga aku mendekati pintu kaca itu dan aku tidak menemukan keberadaan mama ada di halaman belakang, hingga aku akan berbalik ternyata mama ku sudah berada di belakangku dan melakukan hal yang sama sepertiku mengintip halaman belakang, aku dan mama sama-sama bertemu tata dan saling terkejut, mama tersenyum padaku. “Ada apa, kak?” tanya mama padaku dengan senyumnya itu. “Cari mama, kakak pikir mama ada di halaman belakang.” Jawabku apa adanya. “Mama dari halaman luar, merapihkan bunga di taman. Kakak udah sarapan belum?” tanya mama yang berbalik mendekati meja makan. “Belum, kita sarapan bareng saja.” “Kalau makan bareng, akan kerasa kalau ada yang kurang, kak.” Ucap mama pelan. Aku menghela nafas, mama ada benarnya juga. Saat seperti ini akan sangat terasa, aku menoleh ke arah pintu masuk akan ke arah kamar, disana ada Fina yang tengah menguap dan menggosok-gosokkan matanya. “Adek, sini sarapan. Udah cuci muka, belum?” “Belum, ma.” “Hist, jorok. Cuci muka dulu itu di wastafel.” Titah mama yang di anggukki oleh Fina, aku menggeser kursi dan duduk di sana. “Dimana abang?” Tanya Fina yang masih berdiri di depan wastafel, saat dia telah selesai mencuci wajahnya. “Abang tadi pagi-pagi sudah pergi, di jemput sama teman barunya.” Sahut mama. “Siapa teman baru abang?” “Ya siapa lagi, dua orang polisi kemarin lah.” Sahutku, mama dan Fina melirik ke arahku dan aku hanya acuh, toh memang benarkan tebakanku. “Bener, ma?” tanya Fina memastikan. “Ya, abang kamu di jemput tadi. Jadi, mama suruh sarapan duluan dan sekalian temannya juga.” Ucap mama menjelaskan. “Ma, apa gak aneh ya dengarnya?” “Kenapa? Aneh apa?” “Teman? Lucu gak sih ma?” Tanya Fina dengan tawanya yang membahana. “Hah! Entahlah, mau di bilang apa? Dia di culik oleh dua anggota ke polisian? Lebih aneh lagi.” “Hahaha.. lebih bagus malah itu ma. Ada kan? Anggota kepolisian yang culik orang.” “Hais, sudahlah, ayo kita sarapan dulu.” Setelah perbincangan dan beberapa pertanyaan dari Fina di jawab oleh mama, kami menikmati sarapan kami yang seharusnya adalah makan siang. Aku mulai bosan dengan ke giatanku sedai tadi pagi setelah sarapan aku hanya duduk di depan Tv dan melihat beberapa acara Tv, namun lama kelamaan rasa bosan itu merasuki aku dan kini aku hanya mengganti-ganti channel Tv, tapi menurutku sama sekali tidak ada yang bagus, aku menghela nafas dan beranjak dari dudukku, Fina langsung terbangun dari rebahannya. “Mau kemana, kak?” tanyanya cepat. “Mau ikut?” tanyaku pada Fina yang langsung berdiri dan mengangguk. “Ayok.” Ajakku yang langsung berjalan menuju kamar, sesampainya kamar Fina masih terus mengekori aku dan memperhatikan gerak-gerikku. Setelah, berjalan menuju meja rias dan duduk-duduk sebentar aku meletakkan ponsel pintarku di atas nakas dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarku itu. Fina masih terduduk di bibir ranjang, menungguku. “Kak, jangan lama-lama kenapa.” Pekik Fina dari luar kamar mandi itu. “Memang kenapa?” sahutku bertanya. “kesel nunggunya.” “Yang nyuruh kamu nunggu siapa? Tadikan katanya mau ikut bukan nunggu.” Pekikku. “What? Ya kali kak, Fina disuruh ikut ke dalam nyaksiin kakak lagi boker, kalau boleh di videoin ya gak apa malah.” “Adik laknat.” “Jadi, kakak ngajak aku tadi untuk kesini? Bukan mau keluar rumah?” “Bukan.” “Ihhh, kesel loh.” Setelah ucapan itu dan suara bantingan pintu dari luar kamar mandi aku merasa dalam kamarku itu menjadi hening, tidak terdengar suara Fina yang merengek, aku rasa Fina pasti sudah keluar kamar, saat ada suara bantingan pintu tadi, pikirku. *** Aku menyapu ruang tamu, disana ada Fina yang sedang memainkan gawainya. Setelah selesai menyapu aku menaruh kembali sapu itu di tempatnya, aku mengambil tas selempang milikku dan mengambil kunci si putih modifikasi milikku, dan melangkah melewati Fina yang kini tiba-tiba mengekori aku. “Ada apa?” “Gak apa.” Jawabnya acuh, masuk ke dalam mobil langsung dan duduk di bangku penumpang. Aku membawa si putih keluar dari garasi dan meninggalkan rumah, setelah beberapa menit mengendarai si putih dan mengelilingi kota Tanggerang itu, aku menepikan mobilku di sebah halaman lumayan luas dan mengambil tempat untuk memberikan tempat si putih disana. Aku keluar dari dalam mobil yang disusul oleh Fina, kami berjalan masuk kedalam gedung itu yang memesan tempat duduk lalu kami, menyiapkan sebuah permainan di sana yaitu olahraga golf. “Mau ikut main?” “Mauuu.” “Ayok.” Ajakku, berjalan menuju lapangan. Aku dan Fina tengah asik main golf disana, disaat kami tengah fokus dan asik dengan apa yang sedang kami lakukan, ada seseorang pria yang menghampiri kami, entah sejak kapan pria itu berdiri di belakang kami dan tersenyum manis. “Abiyan?” ucapku saat melihat Abiyan disana. “Hai, Raline. Lama ya gak jumpa, apa kabar kamu?” “Alhamdulillah, baik.” “Syukurlah.” “Kamu sama siapa disini?” “Sama rekan-rekan kerja.” Jawabnya dan menoleh pada beberapa orang yang ada disana. “Lagi ada acar atau gimana?” “Ya, perayaan ada rekan kerja kami yang dinaikan jabatannya.” “Oh, okay. Terus kamu gak takut di tungguin sama mereka?” “Gak apa kok, lagian tadi aku dah pamit saat main golf dan melihat kamu dan adik kamu ada disini, jadi aku langsung pamit dan menghampiri kalian disini dan di perbolehkan.” “Ohh, oke.” Ucapku mengangguk-angguk. Setelah merasa lumayan lelah, aku dan Fina mengajak Abiyan untuk menemani kami saat makan. Kami duduk di meja yang sama minum dan berbincang berbagai hal, dan berbagai topik kami bahas, hingga dia membuka mulut saat ini. “Papa, sekarang gimana ke adaan?” tanya Abiyan. “Papa.. aku gak tau papa ada dimana, sekarang. Tapi papa bilang kalau dia baik-baik aja.” “Syukurlah kalau gitu.” “Bdw, Abiyan. Hari sudah sore, aku dan Fina mau pulang dulu ya, kamu bisa gabung lagi sama teman-teman kamu.” “Udah mau pulang? Biar aku antar ya.” “Enggak usah, aku dan Fina bawa mobil kok.” “Tapi gak apa, aku antar ya.” “Enggak usah Abiyan.” “Ya udah deh, padahal niatnya mau maen geh.” Gumamnya yang masih sedikit terdengar di telingaku. “Apa?” “Ah? Enggak kok. Ya udah hati-hati ya. Aku antar sampai kalian masuk mobil.” “Ya udah, makasih ya.” Abiyan mengantar aku dan Fina tidak hanya sampai pintu depan gedung saja tapi dia juga berjalan sampai mendekati mobil kami, hingga aku dan Fina masuk ke dalam mobil, ternyata Abiyan belum bergeser dari tempatnya berdiri, masih terum meperhatikan kami, hingga mobil kami perlahan meninggalkan tempat itu, dapat aku lihat dari spion mobilku Abiyan yang masih terus memperhatikan kami di tempat ia berdiri terakhir kali sampai kami menghilang dari pandangan Abiyan. *** Tok Tok “Kak, siapa malem-malem kesini?” tanya mama padaku aku hanya mengedikkan bahu sedangkan Fina hanya menoleh sebentar lalu kembali Fokus pada makanan yang ada di pangkuannya dan layar Tv didepannya. Tok Tok Pintu itu kembali di ketuk dan mama bangun dari duduknya mendekati pintu, melihat dari jendela lalu mama tersenyum dia langsung membuka pintu itu. “Abiyan Balin?” “Selamat malam, tante.” “Ya, malam. Udah lama gak main kesini.” “Ya, maaf tante, karena udah mulai jarang main kesini, aku baru menyelesaikan pelatihan juga di rumah sakit luar kota.” “Oh, ya gak apa, tante ngerti kok. Sinilah masuk Raline lagi nonton Tv sama Fina.” “Ya, terima kasih tante.” Mama berjalan lebih dahulu ke arah aku dan Fina sedangkan Abiyan mengekorinya. “Abiyan duduk ya, tante buatin minum dulu.” Mama meninggalkan Abiyan bersama aku dan Fina, Aku beranjak dari duduk dengan Fina di karpet dan duduk di dekat Abiyan yang terduduk di bangku.  “Abiyan aja Raline ngobrol ya, Raline memang seperti itu orangnya gak peka.” Teriak mama yang sedang membuat minuman di dapur yang ada di belakang kami. “Ya tante.” Ucap Abiyan yang tersenyum menoleh ke arah mama yang sedang membuat minuman itu dan mama tersenyum memberi semangat kepada pemuda itu.  “Mama.” Gumamku. “Malu-maluin aja deh, mukaku mau taruh mana ini.” Lanjutku yang masih de dengar oleh Abiyan yang kini tersenyum padaku. “Ada apa?” tanyaku dan ia hanya menggeleng. “Dasar.” Lanjutku dan mengalihkan pandangan pada layar Tv. “Gimana disana?” “Disana apanya?” aku kembali bertanya. “Usahanya.” “Oh, baik-baik aja kok, semakin lancar, alhamdulillah.” “Syukurlah. Jadi, gak bisa di pindah disini ya, pusatnya?” “Maksudnya?” “Ya, kamu bisa buka disini aja, jadi kamu kerjanya ya disini.” “Enggak bisa, udah nikmat disana.” ketusku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD