Chapter 28

1511 Words
Entah kenapa saat dengan Vendry aku merasa nyaman dan Aku sangat patuh dengan masukan dari Vendry itu, meski di saat ia mengatakan apa yang ingin ia sampaikan padaku, ada bantahan dariku, tapi aku tidak bisa tidak mengikuti keinginannya, dia juga benar dia menginginkan aku dan pikiranku lebih terbuka dan mulai menyibukan diri dengan karier agar aku bisa melupakan Barack. Hingga sekarang akhirnya aku meraih ke suksesan ini sudah setahun lebih aku berhubungan kenal dekat dengan Vendry, aku sangat senang sampai di tahap ini meski aku belum juga melihatnya. Karena kesibukan ku dengan mengembangkan karier, aku mulai jarang pulang ke rumah orang tuaku sekarang. Aku hanya sering teleponan dengan mereka dan akan pulang saat hari raya saja, di waktu libur akan ku gunakan untuk di rumah dan berfikir agar hasil desainku bisa di terima. Saat sore dan hampir waktunya jam pulang kerja, tiba-tiba ponselku berdering. Aku menatapnya dan mengambil ponselku yang ada di atas meja dekat sofa itu, ternyata adik laki-laki kesayanganku yang telepon. “Ya, halo. Apa dek?” “Kak, jarang pulang, udah betah ya di sana?” “Tentu saja, cari duit buat biaya nikah.” “Dasar, kapan pulang kak? Nenek kangen sama kakak.” “Hm, minggu depan aku pulang.” “Okay, di tunggu. Eh, bdw kak.” “Ya.” “Erojinya, awet loh sama aku, tenang aja aku gak boros kok, ini mungkin bisa rusak kalau aku udah kerja dan bisa cari duit sendiri.” Ucapnya. “Dasar, Mana papa dan mama?” “Ada di rumah nenek.” “Fina?” “Ikut mereka.” “Nenek sehatkan?” “Ya, cuman minggu depan akan ada operasi untuk mata nenek.” “Minggu depan?” “Ya.” “Oke, nanti kakak kesana.” “Ya, kak.” Aku menutup panggilan telepon dan melihat jam sudah waktunya untuk pulang pasti para pegawai ku sudah siap-siap akan pulang, pikirku. Aku langsung membereskan dan merapihkan ruangan ku lalu, mengambil tas jinjing ku dan keluar dari ruangan, disana aku melihat ketiga pegawai ku itu sudah siap untuk pulang. *** Hari-hari aku sekarang mulai fokus dengan perkembangan butik dan aku merasa mulai nyaman dengan kesendirian ku, meski aku tidak merasa sendiri, aku juga memiliki teman curhat, tempatku berkeluh kesah dan aku merasa nyaman sekarang. Aku sangat menekuni aktivitasku sehari-hari untuk pergi ke butik, kecuali saat libur aku mengambil libur kerjaku di hari sabtu dan minggu. Hari ini adalah hari jumat, aku berencana akan pergi kerja setengah hari saja, akan tetapi sepertinya niatku untuk kerja setengah hari urung, karena aku kedatangan tamu spesial hari ini, ada bunda Lina yang datang ke butikku, bukan mau bicara soal pakaian tapi untuk mengajakku menemaninya jalan-jalan, mau bagaimana lagi, di tolak juga gak enak. Bunda Elvina, ya, aku dan bunda Elvina masih tetap terjaga silaturahminya. Meskipun aku dan anaknya tidak ditakdirkan untuk berjodoh. Hubunganku dengan bunda tetap sama seperti dulu. “Raline, halo sayang.” “Bunda.” “Ya, bunda mau culik Raline hari ini.” “Bunda bisa aja.” “Raline gak sibukkan sayang hari ini?” “Enggak kok, bun.” “Tuh kan, bunda itu tau saat-saat Raline gak sibuk, bunda itu mau ngajak Raline besok atau hari minggu, tapi bunda mikir lagi, dari pada bunda nunggu Raline hari sabtu atau minggu malah gak ketemu, kan. Mending bunda culik hari ini.” “Ya, bunda tau aja. Raline besok mau ke Tanggerang, bun.” “Tuh kan, mau pulang ke rumah orang tua kamu ya?” “Ya, bun.” “Eh, sayang. Bunda udah di Salami belum sama orang tua kamu?” “Sering kok bun, Raline cerita sama mama dan papa.” “Ohh, sayang. Hm, Raline jarang ketemu sekarang nak sama Barack?” “Ya, bun. Raline udah gak pernah liat Barack dan terakhir itu satu tahun yang lalu, bunda.” “Lama sekali ya, dan bunda sama Raline juga baru ketemu setelah 6 bulan yang lalu, kan?” “Ya, bunda.” “Kenapa jarang main sekarang ke rumah bunda?” “Raline lagi fokus sama butik, bunda.” “Hm, ya. Bener sih, gimana sayang buka gedung baru yang khusus produksi fashion wanitanya? Lancar?” “Alhamdulillah, bunda.” “Ada rencana untuk syukuran?” “Belum bunda, kalo rencana sih Raline, udah kirim sedikit rezeki ke panti.” “Alhamdulillah.” *** Setelah percakapan terakhirku dengan bunda di butik aku langsung pergi bersama bunda ke tempat tujuan, yang akan bunda tuju. Entah tujuan Bunda Elvina akan kemana, aku juga belum tahu tapi yang jelas saat ini dia mengajak aku untuk pergi menemani dia ke salon, aku hanya manut, mengikuti ke mana langkahnya pergi, ya hari ini aku akan menjadi anak bunda Elvina satu hari. Aku dan bunda memanjakan diri kami di salon dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Seperti biasa apa lagi perawatan dari ujung rambut hingga ujung kaki pastinya memakan waktu berjam-jam. Selama perawatan, bunda Elvina bercerita banyak hal, mulai dari topik A sampai ke topik Z, bunda ceritakan semua padaku, seperti saat ini bunda menceritakan tentang Barack padaku, jika dulu aku masih ada rasa dan selalu teringat akan Barack berbeda dengan sekarang, aku biasa saja saat bunda bercerita tentang Barack, wajar saja jika sudah basi menurut hatiku, karena ini sudah setahunan, aku dan Barack tidak pernah bertemu atau berhubungan. Bunda bercerita tentang anaknya yang kini sudah dekat dengan seseorang, lebih tepatnya di dekati oleh seorang gadis cantik. “Raline, setelah putus dengan Barack, kamu pacaran dengan siapa?" tanya bunda yang membuatku kalap, sejujurnya setelah putus dengan Barack aku belum pernah berhubungan dengan siapapun lagi, kecuali dengan Vendry, tapi tidak mungkinkan aku mengatakan aku berpacaran dengan orang yang tidak ada wujudnya, hehee. Apa boleh buat? Jadi ya aku jujur saja, aku mengatakan jika aku belum punya pacar baru dan itu membuat bunda terkejut atas pengakuanku itu. “Apa sayang? Belum punya pacar?” “Ya, bunda. Raline masih fokus untuk buka cabang baru, lagi pula mumpung masih belum nikah, bun. Raline gak mau nyesel nantinya, Raline harus gapai cita-cita Raline sampai ujung, bun.” “Bagus itu, tapi..” “Raline gak mau kalau nanti Raline punya pacar tapi malah menghambat keinginan Raline, bunda.” “Ya, sih. Tapi Barack gak kayak gitu kan, sayang. Dulu waktu masih sama Raline?” “Enggak kok bunda. Barack baik dulu, hanya saja..” “Ya, bunda tahu kesalahan Barack, benar-benar keterlaluan.” “Sebenarnya bukan salah Barack saja bunda, semua itu juga karena Raline yang keterlaluan, prank Barack seperti itu dan Raline sangat menyesal bunda.” “Kalian ini, masih muda. Emosi kalian masih labil, nak. Tapi sampai sekarang bunda gak liat Barack yang aneh-aneh, Barack yang ceria seperti dulu, dia tetap ceria tapi tidak seperti dulu. Barack terlihat fokus dengan usahanya, dan Barack mulai buka usaha baru selain toko itu, bunda lihat dia tengah menekuni di bidang fotografer sesuai hobinya juga sih.” “Ya, bunda. Dulu juga Barack pernah bilang sama Raline, jika Barack akan buka usaha fotografi dan toko motobike Barack juga kan banyak pengunjung dari teman-temannya.” “Ya, benar. Tapi, Barack saat ini sedang dekat dengan seorang cewek, dia terlihat cantik tapi sedikit bar-bar deh, bunda rasa. Barack itu orangnya lemah lembut loh, cuman bunda takut saja, yang satunya keras dan tidak sabaran tapi yang satunya lagi, diem dulu dan baru cari solusi. Bunda masih ingin kamu dan Barack.” Ucap bunda sambil menghela nafas. “Tapi, ya mau gimana lagi, kalian tidak jodoh. Bunda bisa apa? Kalian punya jalan masing-masing.” “Maaf bunda.” “Gak apa, walaupun bunda tidak bisa jadiin kamu sebagai mantu bunda, tapikan kamu sebagai anak bunda.” “Makasih bunda, sangat baik sama Raline.” “Bunda sangat cocok loh, sama Raline, karena Raline baik dan bisa menyesuaikan diri, jadi bunda cepet ngerasa klop gitu sama Raline.” “Karena kita satu frekuensi ya bunda?” “Haha, ya bener, itu salah satunya.” “Senangnya, kalo bunda dapat mantu seperti Raline.” “Nanti Allah kasih bunda mantu yang jauh lebih baik untuk Barack dari pada Raline, bunda.” “Sayang jangan gitu, hah! Anak bunda taukan, kakak Barack?” “Ya, bunda.” “Dia akan menikah tiga bulan lagi, Raline datang ya.” “Pasti bunda.” “Ya, bunda gak mau dengar alasan apapun kalau Raline gak dateng ke acara anak bunda, pokoknya, Raline harus dateng.” “Iya, bunda ku sayang, cinta.” “Honey, sweet.” Lanjut bunda yang aku sambut dengan gala tawa kami. Setelah beberapa waktu, akhirnya kegiatan kami di salon itu selesai juga, tubuhku terasa ringan sekarang, dan aku rasa jauh lebih cantik dari sebelumnya. “Sayang, bunda lapar sekarang, dan bunda yakin kamu juga lapar 'kan?” tanya bunda padaku dan aku langsung mengangguk. “Bagus, kalau gitu kita mampir ke resto italia dulu ya. Kita makan sebentar setelah itu, kamu bisa kan antar bunda pulang?” “Bisa banget bunda, nanti Raline sekalian pulang dan kita juga searah 'kan?!” “Ya, oke deh, sekarang kita cari resto italia dulu ini perut udah gak sabaran pingin diisi.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD