Eps6: Bersenang-senang

1522 Words
“Urusan apa?” tanya Nike lagi, masih dengan posisi yang sama. “Eh?!” “Ahaha... sudahlah jangan terlalu di hiraukan.” Ucapku pada waiters itu, waiters itu tersenyum. Setelah selesai menata semua menu yang telah kami pesan, waiters itu pamit undur diri. “Selamat menikmati, cik.” Tuturnya sambil menunduk hormat, kami membalas perlakuannya. “Ck, namaku bukan cici, apakah nama kamu cici?” tanya Nike padaku yang reflek menggeleng. “Aku bukan keturunan china, kenapa di panggil cicik? Kau juga bukan, ‘kan?” rancu Nike lagi, aku hanya mengangkat alisku dan memanyunkan bibirku. Pandangan Nike beralih pada hidangan yang tertata rapih memenuhi meja kami. Nike tersenyum dengan mata yang berbinar menatap semua hidangan yang tersaji di atas meja dan meletakkan gawai yang dari tadi ada di genggamnya. Kami menyantap hidangan yang tersaji itu dengan khidmat, rasa yang khas dari resto itu dan tidak ada rasa yang berubah dari yang kami pesan sebelumnya, rasa dan aroma masakannya tetap enak, luar biasa, karena selain tempat yang bagus dan nyaman dengan nuansa Jepang resto ini mengutamakan rasa dari sajian mereka. Hingga hidangan yang tersaji memenuhi meja di depan mata kami itu kini tinggal takoyaki dan minuman, sambil menyantap hidangan terakhir kami kembali mulai membuka percakapan. “Nol, taruh hp aku di meja!” titahku yang melihat dia mulai kembali menggapai gawaiku. “Jangan galak-galak napa, kaka.” Sungutnya, dan aku berdecak sedikit kesal. “Gua tau lo lagi galau, ‘kan?” Imbuhnya yang membuatku kembali menatapnya. “Gua? Galau?” ketusku dengan membubuhi pertanyaan dan Nike mengangguk menatapku. Aku merampas ponselku dari genggaman Nike saat dia lengah. “Enggak banget.” Lanjutku, aku lihat dia masih menatapku tanpa ekspresi dan menyuapkan takoyaki ke dalam mulutnya. “Baguslah.” Ucapnya masa bodoh dan kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, ia memicingkan matanya sambil mengunyah takoyaki yang ada di dalam mulutnya itu. Aku masih acuh, kami kembali menyuapkan makanan ke dalam mulut masing-masing, meski mataku tidak melihatnya tapi aku masih mengawasi gerak-geriknya yang mencuri-curi lihat ke arahku dengan terus menyuapi makanan ke dalam mulutnya. Aku hanya menyunggingkan senyumku, aku perhatikan dia masih melihat ke arahku sambil meneguk habis minuman di gelas itu. Saat makanan Nike sudah habis bersih, yang ada di piringku juga tinggal sedikit lagi, dan Nike masih menyempatkan untuk mengganggu makanan di atas piringku menyuapkannya ke dalam mulutnya sendiri, tiba-tiba terdengar suara gawai tanda ada pesan masuk, aku menatap gawaiku yang ada di dekat piringku dan Nike sibuk dengan piring bekas ia makan, aku mengambil gawaiku dan membuka kuncinya. “Nooooll... hmp!” reflek aku membulatkan mataku dan menjerit, aku lupa bahwa aku ada di resto Jepang saat ini. Nike langsung berdiri dan membungkam mulutku dengan tangannya, aku lihat dia sedang memaksakan sebuah senyum menatap sekeliling dan meminta maaf. Aku berusaha melepaskan tangannya dari wajahku. “Kau gila,” dengusku dan dia meringis dengan cengir kuda tanpa dosanya. “Kita masih di resto, loh.” Bisiknya, aku mendengus kesal. “Sudah selesai, aku ingin pulang.” Ketusku melangkah menuju meja kasir, dia berlari kecil dan mengejar langkahku. “Hehehe... jangan marah dong,” tuturnya di belakangku, dan aku mengabaikannya. Kami membayar makanan yang kami santap di meja kasir itu, setelah selesai membayar makanan kami keluar dari resto itu, aku bergegas jalan cepat menuju si putih, mobil modifikasi milikku yang keren. Tanpa di minta dan ada ucapan Nike mengikuti diriku dan langsung masuk ke dalam mobil bersamaku, aku melihatnya membuka pintu dan kini ia tengah terduduk manis di bangku penumpang samping kemudi, aku menatapnya dengan tampang datar dan dia menampilkan senyum tanpa dosa menunjukkan cengir kudanya. “Aku gak bawa mobil, tadi di antar supir ayahku.” Ucapnya, seolah menjawab pertanyaan. “Aku tidak bertanya.” Sungutku, langsung menyalakan mobilku dan menancap gas meninggalkan tempat itu. “Kita mau kemana?” tanya Nike di tengah keheningan, hanya terdengar suara mesin dan suara kenalpot yang membahana, terdengar sedikit ditelinga. “Tempat biasa.” Sahutku santai, ia tengah asik menganti-ganti lagu. Setelah menempuh perjalanan hanya beberapa menit saja dari tempat kami makan, karena aku melajukan kendaraan dengan kencang, beruntung tidak kena macetnya jalan Jakarta. Kini kami tengah berada di halaman parkir sebuah gedung, ia langsung membuka pintu penumpang dan keluar dari dalam mobil itu. “Wah, ini weekend. Tapi hari ini keliatan sepi ya.” Tutur Nike, ia merogoh gawainya dari dalam tas. Kami berjalan masuk ke dalam gedung itu, ia tengah sibuk dengan gawainya. “Raline.” Panggilnya, aku menatapnya. “Boleh aku mengajak Jianzi?” tanyanya meminta persetujuan. Aku mengangkat sebelah alisku, “Ajak saja, dia berguna untuk traktir kita.” Ucapku santai, dan masuk kedalam gedung itu, duduk di sebuah bangku dan menaruh tasku di atas meja. Aku lihat dia masih dengan wajah senangnya mengotak-atik gawainya itu, dan Nike juga ikut terduduk di depanku. Ya kami ada di gedung karaoke saat ini, ini kebiasaan kami, jika lagi galau kami selalu kesini berdua, menghabiskan sejumlah uang untuk menjerit-jerit di sebuah ruangan. Hei, reader. Jangan salah paham! Maksud dari kalimat “Menjerit-jerit di sebuah ruangan.” adalah bernyanyi, akan tetapi karena kami sama-sama tidak pandai bernyanyi jadi kami hanya menjerit sambil membaca lirik lagu yang kami putar dan itu membuat kami sangat puas. “Selamat siang.” Sapa suara berat di dekat kami, sontak Nike dan aku mendongak untuk menatap sosok yang ada di depan kami itu. “Jianzi.” Ucap Nike dengan senang. “Sama Rianzi?” “Ya, sama siapa lagi?” “Ya udah, yok kita daftar dulu.” “Okay.” Ucap Jianzi, yang mengajak Nike ke meja kasir itu. Rianzi duduk di depanku mengajak diriku bicara sepatah dua patah kata. Setelah Nike dan Jianzi selesai ada seorang pegawai yang menuntun kami menuju ruangan yang akan kami tempati saat karaoke. Kami mengikuti pegawai itu, hingga kami sampai dan masuk kedalam ruangan itu. “Terima kasih.” Ucap kami saat ada pelayan masuk membawakan makanan yang kami pesan. Setelah selesai menaruh makanan ringan dan minuman itu di atas meja pelayan itu keluar, tinggallah kami berempat sekarang. Saatnya kami beraksi, menyakiti telinga Jianzi dan Rianzi, hahaa Lagu yang kami siapkan adalah lagu mellow. Eitz! Sebelumnya aku ingin kenalkan dulu nih Jianzi dan Rianzi mereka adalah bersaudara kembar dan mereka adalah kenalan Nike dari aplikasi perjodohan itu. Setelah menghabiskan waktu 2 jam jejeritan dan kini suara kami hampir habis. Kami keluar dari gedung itu dengan senang dan seolah lupa akan semua masalah yang terjadi. Jianzi dan Rianzi menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap kami. Rianzi tak dapat menahan tawanya kini lepas, mengingat kami saat di dalam ruang karaoke itu, bukan bernyanyi tapi kami malah menjerit mengucapkan lirik lagu itu seolah kami tengah menumpahkan segala unek-unek yang bersarang di kepala kami. Kami meneguk habis sisa air mineral yang kami bawa dari ruangan tadi, kini kami berdiri di depan kendaraan kami masing-masing. “Well, thank you! Sudah menemani kami hari ini,” ucap Nike pada Jianzi dan Rianzi. “Nothing, lain kali ajak kami lagi,” ucap Jianzi. “Okay.” “Yakin nih, kita gak makan dulu?” tanya Jian meyakinkan kami sekali lagi. “Lain kali, okay.” Jawab Nike, masih menolak. Setelah itu Jianzi dan Rianzi melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu dan tak lama kemudian aku dan Nike juga meninggalkan halaman gedung itu, untuk pulang. Setelah mengantar Nike pulang ke rumahnya, aku kembali ke apartment milikku. Di sini aku sekarang di depan meja makan tengah menyantap makan malamku sendirian. Seperti inilah hari-hariku di apartment, tidur sendiri, makan sendiri dan serba sendiri. Hm, kadang merasa lelah dengan ke sendirian ini, aku juga butuh teman bicara, bertukar cerita, bertukar pendapat dan sekedar berkeluh-kesah. Kadang rindu masa di mana banyak teman-teman di sekitar aku setiap harinya, seperti saat aku kuliah dulu. Setelah selesai menyantap makan malam, aku merapikan meja makan dan mencuci piring bekas aku makan malam. Jika ada pertanyaan, Pernah tidak sih merasa bosan? Jawaban aku, ada rasa bosan itu wajar. Sama halnya menu makanan setiap hari jika kita makan dengan sayur asam setiap hari pasti akan merasa bosan bukan? Nah kita ganti makan kita dengan sayur sup atau tumisan. Seperti itulah cara aku menangani rasa bosanku saat pulang ke apartment, membuat kegiatan ini dan itu untuk menghilangkan rasa bosanku. Setelah selesai beberes pekerjaan rumah, dan sebelum aku kembali melihat pekerjaan sekaligus my hobby itu, aku menonton acara Tv meski sebentar, sekedar melihat gosip atau berita, dan kadang aku nonton Drakor berepisode-episode itu, dua hari semalam bisa sampai selesai 1 season, yang langsung aku lahap habis. Biasanya saat weekend untuk hiburan diriku, karena setelah lulus kuliah aku lebih sering beraktivitas di dalam rumah. Hah! Setelah selesai nonton Tv, disini aku sekarang. Di depan meja kerjaku, membuka laptop yang selalu aku bawa ke manapun, dan sebuah buku juga pensil. Aku mencari referensi baru untuk desain pakaian wanita selanjutnya, agar butikku tidak ketinggalan fashion. Aku sangat mencintai pekerjaan aku, pekerjaan yang merupakan cita-cita sejak kecil dan sekarang aku berhasil menggapainya dan Bisnisku semakin melebar, karena pekerjaan itu bukan di lihat dari nominal saja, tapi bagaimana kita menekuninya. Jika kita tidak cinta dengan pekerjaan kita sekarang bagaimana kita bisa sukses, mengenalnya dengan dalam, mencintainya dan menekuninya itulah kuncinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD