Eps7: Bertemu Barack kembali

1632 Words
Banyak hasil desainku adalah gaun pesta, tapi juga ada hasil desainku gaun sehari-hari, karena aku sangat menyukai pekerjaan ini, jadi mudah bagiku untuk menyelesaikan satu buah desain, yang sulit itu saat aku berjuang di bawah untuk bisa sampai di titik ini. Ini sudah larut malam waktunya aku mengistirahatkan tubuhku yang lelah, agar esok aku dapat melakukan aktivitasku seperti biasa dengan kondisi yang fresh. *** Alarm sudah menjerit agar aku terbangun dari tidur lelapku. Aku membuka mataku perlahan, sebelah mulaiku buka dengan paksa dan yang sebelah masih aku pejamkan, ada rasa malas yang masih menyelimutiku. Namun alarm terus menjerit aku mulai kesal, mendengar jeritannya, sangat mengganggu telinga. Aku menggeliat merentangkan kedua tanganku dan menatap lelangitan kamarku. Mengangkat tubuhku untuk menggapai alarm itu dan mematikannya. Setelah itu aku menjatuhkan tubuhku kembali dan memeluk bantal panjang dengan erat. Tak bergerak sangat lama, s**t! Ternyata aku kembali tertidur satu jam sudah. Alarm kembali membangunkan aku, aku terkejut dan membuka lebar-lebar mataku. “Bukankah tadi aku sudah bangun sangat pagi, sekarang sudah jam berapa? Di mana aku sekarang, ya?” Gumamku, ke bingungan dan menatap sekeliling, yang aku lihat sama seperti saat aku terbangun tadi pagi, hanya saja ini lebih terang dan terlihat jelas aku masih ada di atas ranjang king size, di apartment. “Hah! Apa yang terjadi dengan diriku? Sepertinya ini dampak hidup sendiri.” Lirihku dan menurunkan kaki ke lantai, mengenakan sandal lantai dan berjalan menuju Walk in closet. Aku menyiapkan pakaian yang akan aku kenakan, seperti biasanya, bergegas menuju kamar mandi. Setelah dari kamar mandi aku merias wajahku dan mengenakan pakaian ciri khas diriku, mengenakan dress selutut atau di bawah lutut dengan di padukan sebuah blazer. Aku membawa tas selempang dan mengenakan sepatu kets milikku. Ya, hari ini aku tidak masak. So, kalian tahu pasti, kenapa aku tidak masak? Ya, meskipun aku bekerja di butikku sendiri, aku bisa datang kapanpun yang aku mau, tapi tidak! aku pekerja keras dan disiplin, karena aku takut telat, so aku berencana untuk sarapan di butik saja nanti minta karyawati, memesankan sarapan. Setelah tiba di garasi, aku langsung masuk ke dalam mobilku dan melajukannya dengan kencang, karena aku sangat suka mendengar suara kenalpot mobilku itu ketika aku menambah kecepatan. Baiklah, beberapa menit selama perjalanan, kini aku sudah ada di ruangan kerjaku. Tengah melihat buku customer, di mulai dari di mana aku akan mengerjakan pekerjaan aku sekarang. Aku melihat setiap harinya mulai banyak pelanggan yang memesan gaun khusus dan pesanan kian naik, aku sangat bersyukur banyak yang percaya akan ke ahlian yang aku milikku dan banyak yang menyukai hasil desain dan butikku. Sepertinya aku akan membuka cabang butikku yang baru dan khusus produksi, Sangat senang rasanya aku mengembangkan senyumku menatap keluar jendela di ruang kerjaku. Tidak terasa waktunya makan siang, melihat karyawati yang setia bekerja di butikku sedang membalik sebuah papan kecil yang menggantung di pintu, aku tersenyum mendekati mereka. “Kalian bawa bekal?” Tanyaku “Bawa dong, seperti biasa,” ucap mereka bersemangat dan menyunggingkan sebuah senyuman. “Okay, selamat menikmati makan siangnya,” ucapku berlalu dan keluar butik. Aku berencana untuk makan siang di luar, karena aku tidak membawa bekal hari ini, biasanya meskipun aku tidak membawa bekal, aku akan memesan makanan melalui food online, tapi hari ini aku ingin makan di luar dan tidak di butik. Aku melajukan si putih menuju sebuah mall, berjalan di dalam mall sekedar melihat-lihat sekitar, dan kini aku masuk ke sebuah restoran dalam mall itu, memesan makanan dan setelah selesai membayar aku segera menyantapnya. Saat aku selesai makan manik mataku bertemu dengan seseorang yang beberapa pekan ini tidak pernah aku lihat, ia tengah berbincang dengan 2 orang disana, ada sebuah kerinduan di dalam manik matanya itu, dengan ekspresi wajah yang sulit di artikan. Setelah aku kembali dalam kesadaran aku mengalihkan pandangan dan berdiri lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Setelah jauh dari tempat itu, aku tidak melihatnya lagi, sungguh masih ada rasa berdebar di jantungku, lama menjalin hubungan dan pernah percaya dia akan menjadi jodohku, itu merupakan sebuah harapan besar yang telah aku tanam dalam hati dan pikiranku, aku tidak bisa bohong bahwa aku masih memiliki perasaan untuknya, lalu kenapa aku memutuskan hubungan kami, jika masih cinta? Itu semua karena aku tidak ingin kami saling menyakiti apa lagi jika di sini aku yang harus terluka, tidak, tidak bisa seperti itu. Aku mematikan mesin mobilku ketika aku telah sampai di parkiran butikku, aku keluar dari mobil modifku dan masuk ke dalam butikku yang penuh dengan keringat perjuangan ini. Saat aku tiba di butikku, ternyata sudah buka kembali dan banyak pengunjung di sini, aku langsung masuk ke ruang kerjaku. Di tengah asiknya mengerjakan pekerjaan, gawai milikku berdering dan aku segera mengangkat panggilan itu. “Mama.” Gumamku, aku mengembangkan senyumku dan langsung menyahut panggilan telepon itu. “Halo, ma.” “Halo, sayang. Kamu sudah makan siang?” “Sudah, ma.” “Bagus, putri mama yang cantik juga pintar, wanita karier yang tangguh dan kuat.” “Mama, aku di puji yang tinggi-tinggi, ketinggian nanti aku gak bisa turun. Kasihan juga nih, plafonnya jebol nanti.” “Enak kalo cuman gak bisa turun, gimana kalo jatuh ‘kan sakit.” “Mama, setelah di puji yang tinggi anaknya di banting,” selorohku, aku mendengar galak tawa dari seberang. “Hahah, okay, okay. Putri mama kapan akan pulang?” “Maaf, ma. Belum bisa pulang,” lirihku dengan lembut. “Sayang, mama menunggu kamu pulang dan tidak hanya mama tapi juga papa dan adik-adik kamu.” “Ya, mama. Aku akan menyempatkan waktu untuk pulang ke rumah.” “Okay, mama dan yang lain menunggu kamu di rumah, sayang.” “Ya mama.” Setelah selesai percakapan kami, panggilan itu terputus, aku menghela nafas dan menaruh kembali gawaiku di atas meja. Tak lama aku mendengar sebuah ketukan pintu, aku membuka pintu itu, Amy tersenyum dengan ramah menatapku. “Mbak, ada client yang mau ketemu mbak.” “Siapa?” Tanyaku yang tanpa menunggu jawaban Amy aku langsung menemui customer itu dan Amy yang mengikuti langkahku untuk mengarahkan aku bertemu dan melayaninya dengan baik, ternyata ia datang untuk mengambil pesanannya, karena sesuai janji hari ini gaunnya sudah jadi dan akan di ambil pula hari ini. Aku menatap wajah customer itu, dia terlihat sangat senang saat menerima gaun itu dan sangat bahagia rasanya melihat wajah puas dari mereka saat melihat hasil kerjaku, mereka tidak ada yang kecewa, karena menurut mereka sangat bagus dan tidak mengecewakan, itu membuatku merasa senang dan puas tentunya aku akan semakin semangat lagi. Setelah melayani customer itu, dan telah mengantarnya sampai depan pintu butikku, aku masuk dan akan kembali ke dalam ruang kerjaku, akan tetapi langkahku terhenti ketika tanganku di cekal seseorang. Aku mengernyitkan dahi dan berfikir, ‘Siapa yang mencekal tanganku? Perempuan? Tidak mungkin ini seperti tangan lelaki, tapi siapa dia?’ Batinku bertanya-tanya. Perlahan aku membalikkan badan dan menatap wajah seseorang yang kini berdiri dengan wajah sendu di depan wajahku, aku yang kembali dari kesadaran, refleks mundur dan berusaha untuk melepaskan cekalan tangannya. “Lepas.” Kesalku, karena ia seperti tidak memiliki keinginkan untuk melepaskan cekalan tangannya pada tanganku. “Kita harus bicara, please!” ucapnya memohon. “Tidak ada lagi, yang perlu di bicarakan.” Ucapku. “Tolong,” lirihnya, “Jangan seperti ini,” lanjutnya menatapku lekat dengan wajah sendu. “Memangnya, ingin seperti apa?” “Seperti dulu,” ucapnya mantap. “Barack Bahtiar ...tidak ada cermin yang telah retak, bisa memantulkan sebuah pantulan yang sempurna kembali,” Geramku penuh penekanan, masih berusaha melepaskan cekalan tangannya. “Please, setidaknya untuk bunda,” mohonnya, dengan wajah melasnya. Aku merasa sangat kacau saat ini, aku tidak bisa berfikir dengan jernih, aku masih mencintai dia tapi aku selalu terbayang akan kejadian saat itu, aku tidak bisa terima jika di duakan. Sungguh itu dapat melukai hatiku, aku tidak mau sakit karena itu, tapi sikapnya hari ini bisa membuatku luluh kembali. “Beri aku waktu lagi, untuk memikirkan kembali,” lirihku, aku melihat raut wajahnya yang berubah menjadi tersenyum meski senyum yang berbeda dari biasanya, dengan wajah yang tampak lesu tapi ia berusaha untuk kembali bersemangat. “Terima kasih, sayang,” ucapnya mencium punggung tanganku. “Aku belum menerima kamu kembali,” ucapku pelan. “Tapi aku percaya kita akan kembali seperti dulu,” ucapnya penuh percaya diri. “Seyakin itu? Jangan terlalu percaya diri. Saat semua tidak sesuai harapanmu, kamu akan sangat terluka,” ucapku. “Dan, kamu tidak akan membiarkan aku terluka.” “Jangan memberi harapan pada dirimu sendiri,” lirihku hampir berbisik. Ia menatap wajahku dengan tatapan datar tapi aku dapat melihat tatapan itu adalah tatapan sendu, ia tersenyum dan berusaha mengajak bicara. “Pulang jam berapa?” Tanyanya dengan sebuah senyuman di wajah tampannya. “Bukankah, kamu tahu, aku biasa pulang kerja jam berapa?!” “Maaf, aku akan menunggu kamu di sini,” ucapnya, aku terdiam sejenak. “Pulang saja, jangan menunggu aku di sini.” “Tidak apa, aku tetap menunggu,” bantahnya, aku menatap jam tanganku sejenak. “Barack, waktu aku pulang masih lama,” tegasku. “Aku tahu, kamu pulang jam 5 sore, sayang. Gak apa, aku tunggu kamu disini,” kukewuhnya, aku mengangkat sebelah alisku dan berlalu masuk ke ruang kerjaku. “Kita lihat saja, apa kau betah menunggu aku pulang sampai jam 5, dan sekarang masih jam 2,” gumamku di dalam ruang kerjaku, sambil mengerjakan sebuah gaun pesanan customer. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16:45, aku merenggangkan otot-otot tubuhku yang terasa kaku. Aku menatap keluar jendela, segera aku bereskan pekerjaan yang sedari tadi kugeluti agar ruangan rapi kembali, sisa pekerjaan akan aku kerjakan kembali besok. Aku mengambil tasku dan keluar dari ruangan, betapa terkejutnya aku ketika aku menutup pintu ruangan, manik mata coklat terangku menangkap seseorang yang Tertidur pulas di atas sofa, sempat terdiam sejenak. Hingga ketiga pegawaiku menghampiri aku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD