Eps3: Dia memiliki wanita lain

1577 Words
Aku melepaskan rengkuhan Barack. Dia menatapku dan aku membalas tatapan Barack, aku menghambur ke pelukan Barack kembali. Barack memeluk ku dengan lembut aku merasa ada kehangatan dan rasa nyaman saat di peluknya. “Sayang...” panggilku masih dalam pelukan Barack. “Ya sayang, kenapa, Hm?” tanya Barack sambil mengecup pucuk kepalaku dengan lembut. “Kenapa tidak ke toko hari ini?” tanyaku lembut. “Em?!” Barack terlihat sedang berfikir. Seperti sedang mencari alasan yang tepat, ahh! pasti hanya pikiran negatif diriku saja saat itu. Mungkin dia sedang mengingat apa yang dia kerjakan sebelum kedatangan ku tadi siang. Ya pasti itulah. “Tadi ada pekerjaan yang harus di selesaikan. Jadi tidak bisa ke toko.” Ucapnya. Aku ber-oh-ria. Tuh Kan, dia sedang ada pekerjaan. Aku tahu betul pacarku ini penggila kerja. Dia sosok lelaki pekerja keras sesuai kriteriaku. Ting tong Aku menonton acara tv saat ini, ada Massa and the bear, wah ini serial favoritku. Terdengar suara bell apartment. Barack meletakkan gawai yang sejak tadi ia mainkan, beranjak menuju pintu dan membukakan pintunya. “Hai... Barack.” Sapa seseorang dan melenggang masuk sambil menenteng sekantong kresek dan kini langkah kakinya terhenti ketika bertemu tatap denganku. “Aku ganggu gak nih ya?” tanyanya kaku. Barack melenggang mendahului dirinya dan duduk di sampingku. Aku tersenyum melihat tatapan bodoh teman Barack itu yang sepertinya masih sedikit syok. “Enggak kok, Noe.” Jawabku. Ya, dia Noe Naresh sahabat Barack. Setelah mendengar jawaban dariku, dia pun kembali melangkahkan kakinya mendekati kami. Menaruh kantong plastik putih di atas meja dan menjatuhkan dirinya di sofa grey yang bersebrangan dengan aku dan Barack. “Kamu bawa apa, Noe?” tanyaku. “Snack dan minuman, buka saja ada martabak telor juga.” Sahutnya. Aku memeriksa kantong plastik yang Noe bawa. Martabak telor yang dia bawa sungguh membuatku menelan saliva. Segera aku beranjak menuju dapur dan mengambil piring untuk menyantap martabak telor. Aku menyantap martabak telor itu, menikmati setiap gigitan. Emh... delicious. Ini lezat sekali, aahh... mantap. Noe dan Barack masih berbincang diselingi tawa ria mereka berdua. Aku sendiri tidak paham mereka membicarakan apa. Lebih baik aku menyantap Snack dan martabak telor ini saja pikirku. Ya, kalian pasti bertanya Noe itu siapa? Oke biar aku jawab dulu. Noe adalah teman kerja dan teman nongkrong Barack. Mereka bekerja di perusahaan yang sama hanya berbeda jabatan saja dan mereka sama-sama anak motor juga yang hobby touring. Noe permisi ke kamar mandi meninggalkan kami di ruang Tv. Aku meneguk minuman kaleng bersoda di meja. Menunggu Noe keluar kamar mandi lama sekali rasanya aku ingin mengumpat saja. Tapi tunggu dulu, memangnya kamar mandi di apartment ini hanya satu? Dikamar Barack 'kan ada kamar mandi juga. “Sayang... kenapa?” tanya Barack padaku. “Kebelet pipis.” Jawabku meringis. Barack tertawa mendengar sahutku. “Di kamar ‘kan ada kamar mandi juga. Kamu lupa?” Ucapnya. Tampa menghiraukan ucapan Barack lagi aku bergegas masuk kamar Barack. Kamar yang dominan warna grey. Aku tersenyum kecil ketika melihat boneka Doraemon besar di sofa yang ada di kamar itu dan selalu di situ. Selimut dan seprainya pun di penuhi karakter Doraemon. Aku meringis mengingat betapa pacarku bisa suka karakter Doraemon itu, padahal yang orang lihat dia seorang lelaki yang tampan dan terlihat gagah, berwibawa. Aku tersenyum kecil dan menggeleng pelan ketika tersadar dari lamunan. Setelah itu aku melenggang masuk kamar mandi yang ada di kamar pacarku itu. Setelah selesai aku bercermin sejenak merapihkan rambutku. Keningku mengernyit, aku berfikir sejenak melihat apa yang menempel di cermin yang ada di depanku ini. Jantungku berdegup tak karuan kacau sekali rasanya. Sesak sekali nafas ku tercekat. Tak percaya apa yang sedang ku lihat, berbagai ekspektasi yang ada di otakku mulai bermunculan. *** Lama termenung duduk di sofa berwarna merah. Dengan posisi kaki bersila, tangan di lipat antara d**a dan perut, wajah datar, tatapan kosong menghadap layar yang besar di ruangan itu. Gadis berpakaian piyama putih ini sadar betapa pedihnya kisah cinta yang di jalani. Ternyata berharap pada manusia itu sangat menyakitkan, benar ternyata lebih baik berharap pada sang Khalik. Gadis ini juga lama-lama merasa bosan, karena selalu murung dan mengurung diri di apartemennya. Dia tidak pernah lagi keluar sekedar duduk di kafe menyesap segelas s**u jahe atau coklat panas. Hanya keluar untuk ke Butiknya sebentar setelah itu kembali ke apartemennya. “Barack...”Panggilku lembut terduduk di samping Barack. “Ya sayang,”sahut Barack tak kalah lembut menatap lekat wajahku dengan senyumnya yang manis itu. “Apa saudara mu, mengunjungi kamu seminggu belakangan ini?”aku mulai mengintrogasi Barack. “Tidak.” jawab Barack singkat tanpa curiga apapun. “Apa teman-teman mu datang kemari mengunjungi kamu?”tanyaku kemudian. “Ya, untuk pekerjaan.” jawab Barack jujur apa adanya. Barack memutar duduknya menjadi berhadapan dengan ku. Ya, Kadang teman kantor Barack ada yang datang ke apartemennya seperti sekarang Noe sedang mengunjungi Barack. Selain dari 2 pramuniaganya itu, Bagas dan Agus. “Wanita?”tanyaku singkat. “Bukan sayang pria.”ucap Barack tersenyum padaku dan menggenggam kedua tanganku lembut. “Apa Noe terlihat seperti wanita?” Barack menunjukkan senyumnya dan mengajakku becanda. “Apa pria itu bawa teman wanita?”tanyaku lagi, aku bingung kenapa Barack masih terlihat santai. “Tidak.”jawabnya singkat dan terdiam, sekarang dia terlihat sedang berpikir. “Lalu...” ucapanku terjeda Barack menatapku lekat tanpa ekspresi. “Siapa saja yang boleh masuk kamar mu? Apa untuk umum siapapun bisa masuk?”tanyaku mulai sedikit emosi. “Tidak sayang. Kamu kenapa? Ada apa sayang?”Barack balik bertanya padaku dengan dahi mengernyit, bingung. “Barack. Aku harus pulang sekarang. Tolong, mulai sekarang kau harus menghargai keputusan ku!”ucapku pada Barack yang terlihat bingung menuntut penjelasan. Aku beranjak hendak pergi dari apartment Barack, belum sempat aku melangkah tanganku di cekal Barack terlebih dahulu. “Lepaskan tanganku!” Titah ku yang tidak di indahkan oleh Barack. “Sayang... sayang, Raline kamu kenapa sih?” tanya Barack dengan lembut beranjak dari duduknya dan berdiri tepat di hadapanku, dan sekarang kedua tangannya sudah di wajahku dan mensejajarkan wajahnya di depan wajahku, dengan raut wajah menuntut jawaban dariku. “Lepas Barack, singkirkan tangan mu dari wajahku.” Ucapku pada Barack dengan penuh penekanan, tanganku menggenggam pergelangan kedua tangan Barack agar Barack segera melepaskan aku. “Ada apa jelaskan padaku!”ucap Barack lagi masih dengan wajah mengernyit menatapku lekat-lekat dan menuntut jawaban. “Barak kamu tau, aku...” Ucapku terjeda menahan sesak. “Aku benci dibohongi dan diduakan!”lanjutku lantang dan mulai berkaca-kaca, aku masih dapat melihat dengan jelas wajah Barack yang terlihat mulai panik, mungkin dia sudah menyadari kesalahannya atau karena melihatku yang akan menumpahkan air mata. “Sayang... sayang, Raline sayang, kumohon maafkan aku sayang.”ucap Barack padaku, mencoba memeluk ku namun ku tepis. “Biar aku jelaskan!” lanjutnya aku masih berusaha menjauh darinya, namun dia masih menahan kedua bahuku erat. “Apa? Apa yang akan kau jelaskan?”ucapku yang mulai menitikkan air mata. Aku tidak ingin menangis di depannya, tapi apa daya aku tidak dapat menahannya, dia mengalir begitu saja. “Maafkan aku sayang, aku mohon.” Ucapnya lembut dan mencoba memelukku, aku terus menepisnya dan berusaha melepaskan tangannya. “Jangan membuang waktuku lagi.”ucapku penuh penekanan, aku mulai geram dengan Barack yang telahku percaya nyatanya bermain-main di belakangku. “Maaf, Maaf, maafkan aku sayang.” Ucap Barack berkali-kali padaku. “Kau sungguh... melupakan komitmen yang kita buat tahun lalu Barak hiks,” ucapku terisak, sesak sekali rasanya. “Sayang... aku tidak memiliki hubungan apapun dengan siapapun selain kamu.” Akunya dengan suara lembut padaku, aku tidak percaya. “Lalu? Bulu mata siapa di cermin kamar mandi mu itu, Barack? Punya Noe? Milik Bagas dan Bagus, Atau teman kerjamu yang lain?” tanyaku mulai kesal, Barack berbohong, aku kesal merasa dibodohi, aku bukan anak kecil yang tidak paham jika sedang di bohongi. “Sayang...” ucap Barack terjeda, aku melihat Barack memejamkan matanya mendongak ke atas sejenak kemudian menatapku dengan wajah memelas aku mengalihkan tatapanku ketempat lain, Barack masih memegang kedua bahuku. “Aku... memang salah. Sa...” Lanjutnya yang langsung aku potong. “Kau memang salah, Barack.” Ucapku lantang, aku memberanikan diri menatap tajam matanya yang sayu dengan bulu mata lentiknya itu. “Ya. Sayang, Dengarkan aku. Aku mohon.” Ucapnya menatap lekat manik coklatku, aku terdiam. “Kau tahu aku sayang. Aku memang suka touring, mengendarai motor dengan teman-temanku, menjelajahi berbagai tempat dan menghadiri undangan dari club lain dan suka kumpul dengan teman-teman dari berbagai kalangan. Tapi aku tidak suka minum atau bermain wanita. Lebih baik waktuku aku habiskan untuk bekerja dan kamu, kamu tahu betul itu.” Ucapnya padaku, aku masih terdiam menatap kosong layar besar Tv di ruangan itu. Aku malas menatap wajah melasnya itu. “Lalu apa yang terjadi di belakangku? Apa yang tidak aku ketahui tentang dirimu?” tanya ku menanti jawaban dari Barack, kami saling terdiam cukup lama. “Apa kau yang memakai bulu mata itu, Barack?” tanyaku yang sekarang sudah menatap matanya lekat menuntut jawaban darinya. Barack dan aku terdiam cukup lama kembali, tidak ada jawaban darinya seperti yang aku inginkan. Bahkan sekarang Barack mulai mengendurkan cekalnya. Aku mengambil kesempatan ini untuk meninggalkan Barack di apartemennya. Dua langkah kakiku, Barack kembali memelukku dari belakang, segera aku tepis, tapi aku kalah kuat dengannya. Dia terus memelukku untung saja Noe Naresh sudah selesai memakai kamar mandi yang ada di dekat pantry itu. “Auch. Maaf.” Ucap Noe salah tingkah mengusap-usap rambut kepala belakangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD