Eps2: Barack yang romantis

1664 Words
Hah! Aku cekikikan kecil kala ingat masa itu. Entah apa yang mereka yakini aku adalah keturunan kebangsaan China. Apa karena mataku yang sipit? Tapi nyatanya aku Indonesia tulen tidak ada darah kebangsaan China, dan aku tak ingin ambil pusing untuk itu. Baiklah kita lanjut lagi. Pukul 08:15 WIB. Ya! Disini aku sekarang, bekerja di butikku sendiri sebagai fashion designer. Meski aku yang punya butik tapi aku tidak ingin memberikan contoh yang kurang disiplin untuk karyawanku. Aku memiliki tiga orang karyawan, untuk membantuku di butik, Mira, Amy dan Tika. Jam kerja di butikku di mulai dari pukul 08:30 – 16:30 WIB. Awalnya aku hanya bekerja sebagai modiste. Duduk di depan mesin jahit sebagai seorang modiste. Mengerjakan pesanan client di sebuah Ruko kecil dan mempromosikan jasaku melalui internet. Aku bersyukur uang tabungan beasiswaku untuk biaya hidup, bisa aku gunakan untuk modal memulai usahaku. Beruntung aku dulu tidak terlalu boros. Hingga aku dapat menggunakannya sebagai modal usaha kecil-kecilan untuk menyewa Ruko yang tak jauh dari apartemenku dan hanya menempuh waktu 10 menit saja bisa sampai. Walaupun tidak terlalu besar seperti butikku sekarang, meski hanya sepetak, tapi lumayan untuk usahaku kala itu yang hanya sebagai modiste. Modiste merupakan wanita yang ahli membuat pakaian wanita. Masyarakat mengenalnya dengan penjahit. Pakaian yang di produksi oleh modiste biasanya di buat sesuai dengan permintaan pelanggan, sehingga mereka tidak mengikuti standar ukuran pada umumnya. Pengukuran di mulai dari lingkar pinggul, d**a, lingkar tangan, panjang tangan, lingkar kaki serta paham untuk celana, hingga panjangnya pakaian yang di inginkan, begitulah pekerjaan seorang sebagai modiste dan aku menikmati pekerjaan itu. Tidak terasa waktu kini menunjukkan pukul 16:30 WIB, jam kerja telah habis, waktunya pulang. Aku bersiap untuk pulang dan seperti biasa menunggu ojek online yang telah aku order untuk menjemput diriku. Tak lama ojek online yang aku pesan untuk mengantarku ke tempat tujuan yaitu apartment, sudah tak sabar aku ingin berendam dan mengistirahatkan tubuhku yang terasa lelah ini. Inilah aktivitasku sekarang, dengan mimpiku sebagai fashion designer, suatu saat bisa memiliki butik dan menjahit hasil desainku sendiri. Alhamdulillah setahun sebagai modiste dan kini aku bisa menjadi fashion designer sesuai gelarku sarjana desain (S. Ds) di butikku sendiri. Hem... Selain aktivitas harian aku yang bekerja, aku memiliki masalah pribadi. Ah, menyebalkan! Ini memalukan! Tapi... i hate men, ketika pergi tanpa pamit, meninggalkan di saat sayang-sayangnya tanpa alasan. Membuatku Broken hearted rasanya dadaku sangat sesak hingga sulit ‘tuk bernapas. Breng*ek! Aku juga bisa apa? Hanya mengumpat dan mewek, sangat melankolis sekali aku. *** Ini weekend dan aku bingung, mau apa? Kumpul bersama keluarga? Hem... mereka jauh, aku merantau disini mencari keberuntungan. Jalan-jalan sama pacar? Jelas yang aku rasakan jomblo akut. Pacaran rasa percuma, kebanyakan lelaki tidak mau pacaran tanpa s*x. s**t! mungkin itu sebabnya pacarku sibuk dengan urusannya sendiri dengan alasan pekerjaan. Barack Bachtiar, dia kekasihku, sosok yang dewasa dan pekerja keras. Sejak aku lulus kuliah kami sudah berkomitmen untuk menata masa depan aku memegang teguh komitmen itu dia pasti juga berfikir sama seperti diriku. Dia sering sekali mengajakku untuk tinggal bersama, tapi aku menolak, karena alasan belum menikah, dan aku takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, aku membenci skandal. Aku berpikir akan tinggal bersama, jika memang sudah sah nanti. Jadi sementara kami tinggal terpisah. Dia sosok pekerja keras, bekerja di salah satu perusahaan manufaktur, sebagai manajer. Aku bangga padanya di usianya yang lebih tua setahun dariku (24), dia sudah diangkat sebagai manajer padahal baru 2 tahun bekerja di perusahaan itu, aku akui dia cerdas dan cekatan. Selain itu dia membuka usaha toko yang memiliki dua pramuniaga untuk mengurus tokonya yang menjual berbagai aksesoris kendaraan roda dua maupun roda empat. Untuk sampai ke tokonya hanya membutuhkan waktu 5 menit dari apartemennya. Well! Setiap akhir pekan atau hari libur dia akan ada alasan untuk sibuk dengan pekerjaannya. Ya, nothing. Aku tidak pernah berpikir hal negatif tentangnya. Hari ini aku berencana untuk berkunjung dan membawakan makan siang di tokonya, tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Ya! Aku rasa tak masalahkan. Aku bersiap menyiapkan berbagai bahan yang dibutuhkan. Dia suka sekali makanan khas Italia, itu sebabnya Ayam Parmigiana dan Gnocchi saus keju yang akan aku masak untuknya hari ini. Aku bersiap berkutat di pantry, hingga kini masakan terhidang di atas meja dengan uap yang mengepul di rantang yang akan kubawa untuk makan siang kami hari ini. Aku melirik ke arah jam dinding, sekarang sudah jam 11:20 WIB. Aku bergegas masuk kamar dan bersiap mengenakan kardigan panjang berwarna baby blue dan mengenakan flat shoes senada. Aku mengambil rantang dan tas selempang milikku dari meja makan dan pergi menuju Toko Barack Bachtiar. *** Setelah 10 menit perjalanan menuju toko Barack, akhirnya aku sudah berada di depan toko sekarang dan langsung memarkirkan mobil putihku. Aku melihat jam yang melingkar di tanganku sudah menunjukkan pukul 11:35 WIB. Aku memasuki Toko kekasihku, Bachtiar Motobike itu nama tokonya. Kedatangan diriku di sambut oleh kedua karyawannya, Agus dan Bagas. Kebetulan setiap jam isoma toko itu tidak melayani pembeli, harus menunggu atau datang kembali selepas Isoma. “Siang Mbak Line.” Sapa Agus dengan tersenyum ramah. “Siang,” jawabku tak kalah ramah. “Mbak Line, kok datang sendiri, Mana mas bos, Mbak?” tanya Bagas padaku. Aku mengerutkan kening halus. “Loh, Barack gak datang hari ini?” tanyaku. Serempak mereka menggeleng dengan cepat. “Tadi pagi sempat ke sini, Mbak. Tapi tidak lama setelah menerima telepon, dia pergi lagi.” Jawab Bagas. Aku ber-oh-ria. “Mau maksi bareng ya, Mbak? Hehe...” tanya Agus dengan cengir kuda. “Hem, iya," Aku menghela nafas dan mengangguk. “Sebelumnya gak menghubungi dulu, Mbak?” tanya Bagas. Aku hanya menggeleng. “Coba telefon dulu, mungkin ada pekerjaan kantor yang mendesak, Mbak Line.” Saran Agus yang di-iya-kan oleh Bagas. Aku mengambil gawai dari tas selempang milikku dan menghubungi Barack, kekasihku. Lama menunggu panggilan telepon tak terjawab juga, hingga ke tiga kali akhirnya diangkat juga. “Halo sayang...” terdengar suara berat dari seberang. “Hola, kamu lagi di mana?” tanyaku langsung. “Ada di apartment sayang. Ada apa?” tanya Barack. “Kamu sakit?” “Ah... e-enggak sayang.” “Okay, aku otw.” Tegasku, tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dan langsung mematikan sambungan telepon kami hingga terdengar. Tuttt... Aku memasukkan gawai milikku kembali ke dalam tas selempang milikku. “Aku bawa banyak ada 4 porsi Ayam Parmigiana. Kalian mau?” tanyaku pada Agus dan Bagas. Mereka mengangguk cepat dengan mata berbinar. Aku pun memberikan Ayam Parmigiana 2 porsi pada mereka yang di sambut cepat. Kemudian aku pamit ke apartment Barack. *** Setelah 5 menit menuju apartment Barack, akhirnya aku sudah ada di dalam lift sekarang menuju lantai 7. Setelah terdengar denting pintu terbuka aku langsung terburu-buru keluar dan tak sengaja bahuku menabrak seorang gadis berambut pirang dan bibir semerah darah dengan mengenakan pakaian yang seksi. Aku meminta maaf, dia pun hanya menunjukkan senyum samar yang lebih mirip sinis dan berlalu begitu saja menuju lift. Sempat heran tapi aku tak ambil pusing, mungkin itu memang karakternya. Di sini aku sekarang berdiri di depan pintu apartment Barack, mengembangkan senyumku dan menekan tombol bell. Tak lama pintu apartment itu terbuka dan menampilkan sosok Barack dengan senyum manisnya. “Hai sayang...” sapanya kemudian memelukku dengan erat. “Hai aku rindu sekali dengan pacarku.” Ucapku dengan membalas pelukan Barack tak kalah erat. “Sayang, bawa apa?” tanya Barack padaku sambil melepaskan dekapannya. “Aku bawa makanan khas Italia Ayam Parmigiana dan Gnocchi saus keju. Untuk makan siang kita.” Jawabku sambil berlalu menuju meja makan. Aku mengambil piring serta gelas dan menatanya di atas meja. Barack sudah duduk di kursi meja makan dan memegang sendok dengan mata berbinar. Aku menuangkan Ayam Parmigiana dan Gnocchi saus keju di piring. “Wah sayang, kamu paling mengerti aku.” Celetuknya sambil menyantap makanannya. “Aku bahagia sekali memiliki pacar sebaik kamu sayang.” Lanjutnya sambil mengelus punggung tanganku dengan lembut. “Aku juga sangat bahagia punya pacar seperti kamu Barack, dewasa dan setia.” Ucapku tulus. “Terima kasih ya sudah bertahan untukku hingga sekarang.” Tambahku menampilkan senyum termanis milikku sambil menatapnya. Aku sangat bersyukur Barack bertahan di sisiku meski aku tak banyak memberikan kebahagiaan yang dia inginkan, aku merasa jadi wanita yang paling bahagia. ‘Aku berjanji akan memberikan kamu segalanya nanti kekasihku, kau telah membahagiakan hatiku dan menjadikan aku seorang gadis yang beruntung yang tidak bisa di miliki oleh orang lain dan aku akan berusaha menjadi yang terbaik untukmu, semoga kita bisa sampai menikah sehingga aku dapat memenuhi janjiku ini. Itu janji di hatiku jika kami sampai bersama nanti.’ Batinku. Barack menghentikan kegiatannya dan menatapku lembut “Ya sayang.” Gumamnya hampir berbisik. Lalu kembali fokus dengan piringnya. Aku dan Barack menyelesaikan makan siang kami. Aku merapikan meja makan dan menaruh piring kotor di wastafel untuk mencucinya. Barack menghampiri aku yang berkutat di wastafel. “Biar Aku bantu.” Aku tersentak mendengar suara berat milik Barack berbisik di telingaku. Aku menolehkan kepalaku menatap Barack yang tepat di belakangku sedang tersenyum padaku. “Ah... Barack, kamu ini mengejutkan saja.” Ucapku. “Maaf, biar aku bantu.” Ucapnya lagi. “Tidak usah sayang, biar aku saja.” Ucapku tak memedulikan niatnya. Aku hendak membilas piring dan aku merasakan tangan menyelusup dari pinggangku. Aku menemukan tangan kekar Barack mengunci pergerakan, tangannya kini sudah memegang piring yang aku bilas. Aku merasakan hembus nafas di tengkuk leherku. Aku menghela nafas pasrah. Barack membantuku membilas piring dengan lembut, aku sadar keadaan seperti ini membuatku sedikit canggung. Dia memelukku dari belakang sampai cucian piring itu selesai. Barack menggenggam tanganku dan menarik tanganku menuju sofa depan Tv. Aku merasa sangat bahagia dengan perlakuan Barack yang lembut dan penuh perhatian ketika sedang bersama seperti ini. Inilah yang kami lakukan sekarang, setelah selesai makan siang, kami bersantai di depan Tv sambil berbincang-bincang dari masalah kerja hingga masalah pribadi. Aku tersenyum menatap Barack yang sedang menyeruput kopinya. “Sayang...” panggilku lembut. “Iya.” Sahut Barack sambil memelukku dan mencium singkat bibirku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD