Chapter 12

1512 Words
Kami memutuskan untuk mengakhiri karaoke hari ini, ia rebahan di atas sofa dan aku melangkah menuju depan gordeng dan membukanya. Ternyata cuaca di luar hampir gelap kami melihat jam dan ternyata sudah hampir maghrib. Nike langsung mengeluarkan gawainya dan sudah banyak panggilan masuk di gawai Nike itu.  Segera Nike menelepon balik, ternyata adalah ayahnya, yang langsung menyuruh sopir untuk menjemput Nike. Tak lama terdengar gawai Nike bergetar yang mengatakan sopir Nike itu sudah menunggu di bawah gedung, karena jarak rumahnya dan apartment ku sangat dekat. Aku mengantar Nike turun ke bawah sampai masuk ke dalam mobil ayahnya itu. Setelah mengantar Nike sampai masuk ke dalam mobil ayahnya itu, aku kembali ke dalam apartment ku. Aku membersihkan bekas kami karaoke dan menaruh sampah-sampah bekas kami makan ke dalam tong sampah. Setelah semua sudah selesai, aku berjalan menuju kulkas dan mengambil bahan makanan untuk makan malam ku, aku berkutat di depan pantry, dengan berbagai alat masak disana. Setelah masakkan makan malamku selesai, aku menaruhnya di atas meja makan dan berjalan menuju kamar, lalu aku bersiap untuk membersihkan tubuh ku. Kegiatan hari ini benar-benar membuatku semakin lupa, jika aku punya masalah dengan sang mantan kekasih, aku sudah memilih keputusan yang tepat untuk putus darinya, aku sangat yakin itu. Aku selesai mandi dan berjalan mengambil piyama di dalam walk in closet dalam kamarku. Lalu aku keluar berjalan ke ruang makan untuk makan malam, menyantap hidangan yang aku buat sebelum aku mandi tadi. *** Aku duduk di kursi meja makan dan menikmati makanan yang tadi aku masak, melahapnya dengan semangat, karena rasa lapar telah melakukan aktivitas yang menguras energi. Setelah selesai makan malam, aku masuk ke ruang kerja ku dan melakukan aktivitas rutin dari profesi ku sebagai desainer fashion, di ruangan itu dihiasi dengan kebutuhan ku, seperti meja tempat aku menciptakan hal baru yang menghasilkan fashion baru, dan ada juga beberapa mesin jahit, agar aku bisa langsung membuatnya. Di dalam ruang kerjaku, aku mulai berfikir dan membuat pakaian baru, akan tetapi tiba-tiba aku menerima sebuah panggilan masuk dan itu ternyata dari Barack, seketika itu juga mood aku menjadi buruk. Aku berusaha untuk fokus kembali dengan pekerjaan aku, akan tetapi gagal, kini mood ku semakin buruk saja, dengan kesal aku menggebrak meja kerjaku dan mencubit batang hidungku, aku merenung sejenak untuk berusaha fokus dan hanya memikirkan desain selanjutnya, lagi dan lagi aku gagal memusatkan pikiran ku pada pekerjaan karena yang ada dalam pikiran ku saat ini hanya ada Barack dan Barack saja. Kenangan yang mulai mengingatkan aku kembali akan masa lalu kami, banyak momen yang telah kami lalui bersama, hingga kami tiba di akhir hubungan kami ini. Karena aku tidak mengangkat panggilan itu berakhir dengan sendirinya, dan tak lama kemudian terdengar suara dering telepon genggam ku yang kembali menjerit, aku bingung apa yang harus aku lakukan. Tidak, aku harus bertahan dengan pendirian ku, benar kata Vendry Sky, aku tidak boleh lemah dan terbujuk lagi atau aku akan terluka. Aku memutuskan untuk men-silent telepon genggam milikku itu. Karena mood ku yang kacau, akhirnya aku memutuskan untuk menghentikan pekerjaan ku dan aku keluar dari ruang kerjaku itu. Aku mengayunkan langkah kaki ku menuju kulkas dan mencari sesuatu yang bisa di makan di dalam lemari pendingin itu, aku mengeluarkan beberapa makanan dan minuman lalu aku taruh di atas meja, ruang Tv. Aku berencana untuk menonton film komedi saja malam ini, karena aku yakin, merebahkan tubuh di atas ranjang juga tidak akan membuat ku mudah tidur, hingga aku putuskan untuk menonton komedi saja, agar aku juga dapat terhibur. Aku sangat menikmati film komedi yang tersaji di layar kaca depan mataku saat ini, cukup mengocok perut dan olahraga wajah. Sungguh hatiku sangat cepat merubah mood. Tadinya mood ku kacau, karena aku merasa galau, Barack menghubungi ku dan aku masih sangat mencintai dia aku takut aku akan kembali luluh lagi. Tidak Barack, tolong jangan sakiti hati kita lagi dengan hubungan kita yang seperti ini. Aku akan sulit untuk memaafkan kamu, dan jangan lagi membuat aku semakin membenci mu. Aku melirik gawaiku yang aku taruh di atas meja dalam keadaan silent. Akan tetapi layar ponsel ku yang terus menyala membuat ku sangat kesal, fokus nonton ku jadi terganggu. Aku memutuskan untuk membalik ponsel Android ku itu, akan tetapi saat aku akan membalikkan ponselku, manik mataku yang berwarna coklat terang itu menangkap nama lain, bukan Barack? ahh, ya mana mungkin Barack, bukankah nama Barack baru saja aku blokir? Aku tersenyum kecut, aku mengingat mood ku yang rusak, karena masih memikirkan Barack. “Mama?” gumamku. Ya, ternyata mamaku yang melakukan panggilan, aku tersenyum menatap layar ponsel ku, saat aku akan melakukan panggilan telepon pada mama, ternyata mama kembali meneleponku. Segera aku mengangkat panggilan telepon dari mama. “Halo, mama.” “Kakak, ke mana saja?” aku mendengar suara mamaku yang ngegas, aku menjauhkan sedikit ponselku dari telinga. “Mama, jangan jerit-jeritan. Sakit telinga kakak.” Keluhku. Aku mendengar mama menarik nafas. “Haduh, kakak buat mama cemas juga kesal.” “Kenapa begitu, ma?” “ Karena kakak, lama angkat telepon mama.” “Oke, tadi kakak masih kerja mama.” “Jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan.” “Tidak mama hanya sebentar, mengusir rasa bosan.” “Hah! Makanya, kakak nikah saja.” “Mama, nikah itu sekali seumur hidup bukan asal nikah.” “Jangan terlalu memilih.” “Tidak, ma. Raline hanya menunggu seseorang yang tepat untuk Raline.” “Mama bisa apa, kak.” “Maaf, mama.” “Em, kakak kapan pulang ke Tanggerang?” “Saat weekend, ma. Kakak pulang.” “Okay, mama tunggu, sayang.” “Iya, ma.” “Ya sudah, kakak istirahat saja. Mama tutup teleponnya.” “Ya, mama. Bye bye.” Panggilan telepon itupun berakhir. Aku menaruh kembali telepon genggam milikku. Aku sudah lama tidak pulang biasanya seminggu sekali aku akan pulang ke rumah mama di Tanggerang, dan berkumpul bersama keluarga. Ada kehangatan yang aku rasakan saat mengingat mereka di Tanggerang. Saat aku ada masalah biasanya aku akan lebih sering pulang kerumah orang tua ku, dan setelah itu semua terasa ringan meski aku tidak menceritakan masalahku. Seperi yang terjadi padaku saat ini. Aku tidak harus menceritakan pada mereka karena pada dasarnya aku belum aku belum bercerita tentang Barack pacarku pada kedua orang tuaku. Sangat beruntung bukan? Ya karena aku takut hal ini akan terjadi. Tak lama setelah aku menaruh telepon genggam milikku, telepon itu kembali menyala tanda ada yang menelepon. Rasa penasaran, aku mengambil telepon genggam milikku itu dan melihat siapa yang menelepon ku. Aku mengernyitkan dahi, berpikir siapa yang menelepon ku? Disini tidak ada nama, ini nomor ponsel baru yang menelepon. Karena rasa penasaran aku mengangkat telepon itu. “Halo?” “Halo, Raline, nak?” Ya, aku kenal suara itu yang juga sering menghubungi ku. Dia Lina, mama Barack. Aku membeku, bingung harus berbuat apa, dan harus berbicara apa. Aku dan mama Barack sangat dekat, sudah seperti ibu dan anak. Kadang kami suka bertukar kabar, dan saling menghubungi tanpa sepengetahuan Barack, kami sangat dekat. Apakah mama sudah tahu aku putus dengan anaknya? Atau mama belum tahu? Pikirku, aku sangat gugup. “Raline, apa kabar sayang, mama sudah kangen lagi sama kamu.” “Makasih, mama. Raline baik-baik saja.” “Syukurlah. Mama senang mendengarnya.” “Ya, mama bagaimana?” “Mama juga sehat sayang.” “Papa?” “Ya, papa juga sama sehat. Tadi sepulang kerja, papa langsung istirahat di kamar.” “Ya, mama dan papa, sehat-sehat ya disana. Jaga kesehatan.” “Ya, sayang itu pasti, mama kangen deh sama Raline, kepingin main ke Jakarta lagi dan bertemu Raline.” “Ya, mama yang penting sehat-sehat disana.” “Ya sayang, ya sudah selamat istirahat ya sayang, mama ganggu Raline nih.” “Enggak, ma. Ya, mama juga istirahat ya.” “Ya, sayang. Bye.” Panggilan telepon itu akhirnya berakhir, aku berpikir sejenak, jika seperti ini, itu artinya, Mama Lina belum tahu, tentang aku dan Barack, yang hubungan kami telah berakhir. Memikirkan itu semua membuatku lelah dan kantuk datang, aku mematikan Tv besar di depan mataku itu, lalu melangkahkan kaki ku menuju kamar, setelah sampai di kamar aku meletakkan telepon genggam milikku di atas nakas, dan aku berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah ku juga buang air kecil, setelah selesai aku keluar dari kamar mandi dalam kamar ku itu, dan naik ke atas ranjang king size milikku. Aku merebahkan tubuhku dan menutup sebagian tubuhku dengan selimut, aku mencoba untuk memejamkan mataku, ternyata tidak butuh waktu lama, aku langsung terlelap dalam tidur. *** Matahari menyapaku yang masih bergulung di bawah selimut tebal, tadinya aku merasa kedinginan kini aku merasa ada hawa panas di wajahku, aku mengernyitkan dahi dan berpikir apa yang ada di wajahku? Kenapa panas, aku yang ke bingungan dengan mata yang masih terpejam itupun bergerak gelisah, aku mencoba untuk menggapai dan memegang apa yang ada di wajahku, namun rasanya sulit sekali aku tidak dapat memegang benda itu, sesulit itukah? Aku yang mencoba untuk menggapai benda apa yang menempel di wajah cantik ku itu, namun tidak juga bisa ku gapai, dengan kesal aku mengentakkan kaki dan tanganku yang mulai lelah, aku mengerucutkan bibirku karena kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD