Chapter 16

1506 Words
“Jangan lupa ya, kak. Erojinya di paketin aja.” Ucapnya dengan senyum miliknya itu. “Tenang aja.” Sahutku yang tetap fokus pada piringku, papa berdeham. “Mayan dapat kado kasih sayang dari kakak.” Ucap Fari tersenyum manik matanya melirik seluruh orang yang ada di meja makan itu. “Jadi, sebenarnya niat gak, latihanya? Atau hanya karena ingin dapat hadiah saja.” Celetuk papa, pasalnya papa selalu membujuk Fari untuk latihan fisik akan tetapi jawaban yang Fari berikan selalu nanti pa, besok pa, lagi ngerjain ini pa. Dan masih banyak lagi lainnya yang Fari lontarkan. Papa selalu gagal membujuk Fari. “Keduanya pa, tapi tenang aja pa, Fari sungguh-sungguh kok pa.” “Bagus. Baru anak papa.” Ucap papa, sambil mengakhiri kegiatan sarapannya. Seperti biasa saat makan papa selesai terlebih dahulu dari kami, seperti pagi ini saat sarapan, papa meninggalkan meja makan dan menuju kursi santai di teres depan rumah, sambil menysap secangkir kopi dan sebatang rokok di antara jari tengah dan telunjuknya. “Kakak, minggu depan pulang lagi kan?” tanya mama disela-sela suapannya. “Belum tahu, mah. Kakak harus ngembangin usaha kakak, dan akan buka cabang baru.” “Wihh, makin sukses? Sok sibuk nih sekarang.” “Hm, doakan.” “Selalu, semoga makin sukses deh, rejekinya lancar terus, aaamin.” Ucap Fari, yang di amini kami di seluruh ruangan itu. Setelah selesai sarapan dan seperti biasa aku dan Fina akan membantu mama beberes-beres, tapi tidak hari ini, Fina langsung pamit pergi main ke rumah temannya. Di saat aku akan mengangkat piring menuju wastafel, tiba-tiba Fari menghampiri aku dan tumben, dia menawarkan bantuan padaku. “Kakak, jangan capek-capek kak, sini Fari bantu.” Ucapnya dan mengambil alih tumpukan piring di tenganku, lalu ia letakkan di wastafel, aku mendekatinya dan akan mencuci, akan tetapi lagi dan lagi Fari menghalangi aku. “Kakak, duduk saja, biar Fari yang cuci, Fari biasa kok. Kalau kakak gak disini Fari yang bantu mama.” Ucapnya lagi. Hah! Biasa lah. Lagi ada maunya, adik ku memang pandai mengambil hati, tapi ini terlalu transparan. Dia mengambil hatiku saat ada maunya seperti ini, biasanya juga selalu debat. Tepi setiap lagi ada maunya dia selalu bersikap seperti ini, memanjakan aku, ohh adik ku yang cerdik ya. *** Siang ini cuacanya sedang saja, tidak sepanas kota Jakarta sih. Aku duduk di ayunan taman kecil depan rumah, Fina sudah pergi ke tempat temannya, dan Fari duduk di sampingku, kami memainkan gawai kami masing-masing. Papa hari ini pergi, entah kemana katanya sih ada pertemuan dengan klien. Ya, papa mulai merintis usahanya lagi beberapa tahun belakangan ini, meski susah payah ia rintis yang mulai dari nol lagi. Kini mama menghampiri aku dan Fari yang duduk di bangku ayunan depan rumah. “Kakak, siang ini temani mama arisan ya.” “Okay, mama.” “Ya sudah, siap-siap gih.” Titah mama yang langsung aku laksanakan. “Mama, Fari ikut ya.” “Ngapain ikut, tunggu rumah saja.” “Tapi ma, Fari pingin ikut.” “Disana gak ada laki-laki, Fari. Kalau kamu ikut yang ada kamu tambah bosan nanti.” “Ya sudah, Fari tunggu di rumah saja.” Ucapnya. Mama melongos pergi meninggalkan Fari di taman, dan masuk ke dalam rumah, aku mengambil tasku dan merapihkan rambutku, mama juga sama mengambil tasnya yang sudah siap di atas meja ruang tamu itu. “Kak, sudah belum?” “Sudah, ma.” “Kakak, dandan dulu dong, ganti bajunya.” “Tapi, ma. Pakai ini saja lah. Ini lebih nyaman.” Ucapku. Aku mengenakan celana santai yang aku gulung sampai di atas mata kaki dan kaus oblong, dengan rambut yang aku gulung ke atas separuh dan rambut setengah bagian bawah aku biarkan tergerai. Aku juga mengenakan make up tipis di wajahku dan tas kecilku dengan santai. Mama berdecak. “Ganti, kenakan dress putih dan tambah lipstiknya, rambut pakai catokan, rapihkan.” Titah mama. Aku menghela nafas dan pergi ke kamar untuk mengganti penampilan ku. “Memang mau pergi ke kondangan apa, ma.” Gumamku yang masih terdengar di telinga mama. “Raline bergumam?” tanya mama. “Tidak, ma.” Pekikku yang sudah menghilang di balik pintu kamar “Bagus. Anak mama harus terlihat cantik.” Ucap mama. Beberapa menit aku keluar dari kamarku dengan mengenakan dress di bawah lutut berwarna putih dan make up ku tambah sedikit biar terlihat lebih tegas di wajahku. Rambutku aku keriting dan mengenakan tas jinjing, aku menghampiri mama yang tersenyum cerah. “Nah, begini kan cantik. Putri sulung mama. Ayo berangkat.” Aku dan mama pergi menuju rumah teman mama, untuk kumpul arisan ibu-ibu. Aku pikir aku akan merasa bosan nanti saat di sana, tapi ternyata teman-teman arisan mama semuanya asik-asik dan setiap rumah yang di tempati akan menyediakan makanan dan juga tempat untuk karoeke, ternyata ini asik juga aku sangat menikmati acara mereka, pantas saja mama menyuruhku agar tidak terlalu berpakaian santai, meski disini isinya semua wanita, tapi acara mereka rekam dan mengabadikan sebuah gambar yang akan mereka uploud di akun media sosial mereka masing-masing, mama ingin anaknya terlihat cantik, dan ternyata mama memiliki motif lain juga. Mama mencarikan aku sebuah kenalan anak dari teman-teman mama, aku sangat malu. Tapi apa lah daya, aku harus tebal muka, menahan malu mendengarkan percakapan mereka. “Jeng Ivana, ini Raline kan?” “Iya jeng, ini putri sulungku. Cantik gak jeng, kayak aku.” “Iya jeng, Raline cantik loh jeng.” “Makasih loh.” “Eh, Raline sudah punya calon belum jeng? Kapan unduh mantu?” “Haduh jeng unduh mantu bagaimana? Kan Raline belum punya pacar loh.” “Ahh, masa sih jeng? Belum punya pacar? Bohong kali ya? Jeng Ivana, kalo becanda suka buat syok ihh.” “Aku serius jeng, Raline belum punya pacar, buktinya selama hidup Raline belum pernah kenalin pacarnya sama aku, dia masih fokus karier.” “Ohh, begitu jeng? Raline sukses ya jeng, tinggal di Jakarta?” “Alhamdulillah, jeng.” “Alhamdulillah, Raline pinter loh jeng, dia bisa sukses mulai usaha dari nol.” “Ya. Anakmu hebat ya.” “Aku pernah loh jeng saat jalan-jalan ke Jakarta bulan lalu, aku lihat butik Raline selalu ramai.” “Kamu pernah ke butik Raline, jeng?” “Iya, nama butiknya Zatulini, butik itu selalu ramai loh jeng, aku penasaran, karena saat itu sempat melihat Raline keluar dari dalam ruangan yang ada di butik dan meninggalkan butik, saat aku ingin menghampiri Raline, ternyata Raline sudah pergi. Jadi, aku kepoin sama pegawainya di butik, ternyata setelah aku tanya-tanya pada pegawainya ini butik Raline.” “Owalah jeng. Sukses selalu ya, Raline. Masih muda tapi sudah sukses.” “Terima kasih ibu-ibu.” Ya, apa yang bisa aku laukan selain ikut tertawa saat mereka tertawa dan menyahut saat mereka mengajakku berucap. “Gimana, jeng Ivana. Raline kita jodohkan saja sama anakku.” “Ahh, kalau saya sih terserah anak-anak saja ya jeng, kan yang akan menjalani mereka, ya jeng.” “Ya, jeng Ivana benar juga.” “Mana kontak Raline, biar nanti saya kasih ke anak saya, jeng.” “Ya, Raline kasih kontak mu sayang.” Titah mama. “Ya, mama.” Patuhku. *** Ini sudah sore, aku harus kembali ke Jakarta. Setelah menemai mama arisan di rumah temannya, aku dan mama kembali ke rumah, setelah kami sampai rumah, ternyata papa juga Fina sudah pulang. Aku masuk ke kamarku dan mengganti pakaian ku dengan apa yang telah aku kenakan sebelumnya, setelah selesai salin aku keluar kamar dan dalam ke adaan yang tetap rapih dan wangi meski sudah beda penampilan. “Kakak, cantik banget tadi abis ikut mama arisan ya?” tanya Fina padaku, saat kami semua telah kumpul di ruang tamu. “Ya.” Sahutku sambil mengenakan kaos kaki, karakter panda kesayangan milikku. “Mau pulang sekarang apa, kak?” tanya papa. “Ya, bentar lagi pa, 30 menit lagi.” “Kak, hati-hati ya di jalan.” Ucap Fari dengan semangat. “Hm.” Sahutku. “Semangat amat, bang?!” celetuk mama, Fari tersenyum. “Harus selalu semangat.” Kilahnya dengan lembut. Aku lihat papa dengan senyumnya dan mama mendengus, Fari juga tersenyum dan Fina, tersenyum tipis menunjukkan giginya dengan mengunyah kue yang ada di atas meja. “Kakak, mau bawa seafood gak kak?” tanya papa. “Mau lah pa, kalau ada.” “Ma, kemasin dulu, biar kakak bawa.” “Mang ada, pa?” tanya mama. “Waktu mama dan kakak, masih di luar. Papa pulang bawa seafood, papa pikir mama ada di rumah, tapi papa lupa. Ternyata mama ada arisan di rumah temen mama hari ini. Terus, langsung papa olah sendiri deh.” Jelas papa. “Wah, papa selalu the best.” Pujiku. Mama tersenyum dan berjalan menuju dapur. *** Setelah berpamitan dengan mama, papa juga Fari dan Fina tadi aku langsung melajukan si putih, untuk kembali ke ibu kota Jakarta dan setelah menempuh perjalanan beberapa waktu kini aku menepikan si putih di gedung apartemen dan memerkirkan si putih di garasi. Lalu aku melangkahkan kakiku menuju pintu apartemen ku yang ada di kota Jakarta ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD