Chapter 35

1508 Words
Aku mengambil alat penyiram bunga yang ada di sana, di taman kecil itu. Lalu aku menyirami bunga-bunga cantik itu, dengan senyum yang terus mengembang. Entah kenapa saat melihat bunga yang bermekaran dan cantik-cantik itu membuat hatiku terasa damai, dengan terpaan angin yang membuat baju dress putih di bawah lututku terbang seiring hembusan angin juga tercium wangi harum bunga yang kuat, hembusan angin itu juga membuat rambutku yang terurai menjuntai, saat aku tengah asik menyirami bunga. Papa dan mama keluar dari rumah dan kami siap untuk pergi kerumah nenek. Dari rumahku menuju rumah nenek itu sangat dekat, tetapi jika jalan kaki harus memakan waktu satu jaman juga, dari pada jalan kaki bukankah akan lebih baik menggunakan kendaraan? Ya, aku dan Fari menggunakan mobilku sedangkan Fina dan mama ada di mobil papa. “Kak, mau kemana?” tanya mama yang ikut keluar sedikit dari dalam mobil papa, saat melihatku keluar lagi dari dalam mobil. “Mau ambil buah, ma. Lupa.” “Udah mama bawa.” Ucap mama yang mulai masuk kembali ke dalam mobil papa. Aku ber-oh-ria, dan kembali masuk ke dalam mobil, aku keluar dari garasi yang di susul oleh papa, kemudian kami berbaur dengan kendaraan lainnya di jalan raya. Setelah beberapa menit di perjalanan akhirnya kami sampai di depan rumah nenek. Sesampainya di rumah nenek, kami menghampiri nenek yang lagi dalam masa pemulihan itu. Kami juga berbincang-bincang dan bercanda tawa bersama seperti biasa. Hingga tiba waktunya hatiku merasa di senggol oleh keluarga. “Sebentar lagi giliran Ivana ini akan mantu.” “Semoga-semoga secepatnya.” Sahut mama. Mendengar ucapan mereka membuat ku merasa sedikit tersinggung, di perhatikan atau tidak, raut wajahku sudah berubah sekarang, mama mengamini ucapan bibi, apa itu artinya mama ingin aku cepat dapat mantu? 'Mama, aku belum ingin menikah dalam waktu dekat ini.' Batinku. “Ya, apa lagi Raline sudah lulus kuliah, dan juga sudah memiliki usaha sendiri, Ivana pikir Raline juga sudah cukup umur untuk menikah dan membangun sebuah keluarga kecil, lagi pula apa yang masih dipikirkan? cita-cita sudah tercapai, yang ingin menjadi desainer seperti aku meskipun dia di bagian fashion bukan sama persis seperti aku di bagian arsitek bangunan.” Lanjut mama. “Kak, bisa main ini gak?” tanya Fari yang menyodorkan eroji phone padaku, belum sempat aku menjawab. “Aku mau ke toilet dulu, buru-buru.” Ucapnya. “Jangan sampai mati ya.” Lanjutnya dan langsung pergi menuju toilet. Mau tidak mau, bisa tidak bisa, aku sudah menggenggam eroji phone miliknya sekarang, apa dia tidak tahu jika aku tidak bisa bermain game, semacam ini? Aku bingung bagaimana cara memainkannya, apa boleh buat, aku mainkan saja, asal-asal juga bukan masalah besar kan? Salah sendiri menyerahkan padaku, aku 'kan tidak bisa main game. Baru beberapa detik aku memencet-pencet phone itu akan tetapi langsung mati, aku bingung kenapa main game seribet ini, malas sekali rasanya, kemudian aku langsung mencari gplay lalu aku mendownload game, cook. Setelah selesai mendownload dan terinstal, aku langsung memainkan game itu dengan semangat. Tanpa aku sadari, ternyata Fari sudah ada di sampingku dan mendekatkan wajahnya pada layar phone eroji miliknya, yang membuatku terkejut. “Fari.” Ucapku yang terkejut, masih dengan mata yang membulat. “Udah ke toiletnya? Kok gak bilang-bilang sih?” lanjut ku bertanya, dan langsung memberikan eroji phone itu pada Fari. Tanpa menjawab ku Fari malah fokus melihat game yang telah aku mainkan. Aku hanya meliriknya sekilas, hingga tiba waktu makan siang, aku dan Fina ikut mama ke dapur, aku membantu mama dan bibi menyiapkan makan siang kami. Setelah semua tertata rapih di ruang tengah, aku memanggil papa dan paman yang sedang berbincang-bincang di teras untuk makan siang bersama. Aku mengambil posisi yang dekat dengan nenek, aku menaruh nasi dan lauk ke piring nenek, dan semua mata tertuju padaku dan nenek. “Kalau udah nikah nanti, pasti akan lebih dekat dengan suaminya, dan akan lebih melayani suaminya ketimbang nenek.” Ucap nenek tiba-tiba. 'Kan salah lagi aku, kena mental terus huaaa.. “Ya, iya lah. Istri yang baik juga harus melayani suaminya dengan baik, nek.” Sahut bibi. “Bukankah, sudah ada calon? Benar-benar sebentar lagi ini.” Celetuk paman. “Ya, kalau jodohnya udah Allah tetapkan tahun ini ya insya allah, tapi kita juga gak bisa nyalahin takdir dan orangnya yang gak mau usaha, tapi emang dasarnya belum sekarang.” Rancau Fina yang membuat semua mata di ruangan itu tertuju pada Fina. “Entahlah, Kak Raline dulu atau Bang Fari lebih dulu.” Lanjutnya yang membuat semua mata tertuju padaku dan juga Fari, hingga terjadilah saling tatap, sejenak. “Gak mungkinlah Fari dulu, lagi pula masih SMA juga baru kelas 2.” Ucap bibi. “Tapi kan yang udah punya pacar bang Fari.” “Kak Raline kamu gak pake pacaran, mau langsung nikah sama dokter itu.” ucap paman. Sedangkan mama dan papa hanya diam dan Fari hanya menunjukkan cengirnya sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Dan aku hanya terdiam dan menunjukkan senyum canggung dan kaku milikku. Aku tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Aku kembali terdiam dan menyuapi mulutku dengan nasi dan lauk menu makan siang kami dalam kecanggungan ku siang ini. Sungguh secara mental aku benar-benar belum siap untuk menikah meskipun aku sangat senang melihat dan bermain dengan anak-anak kecil. Tapi untuk menikah, itu benar-benar langkah besar yang harus aku ambil. *** Setelah selesai makan siang aku bermain dengan kedua keponakanku yang seperti upin dan ipin itu, bagaimana tidak, meskipun bukan kembar, tapi jarak usia mereka tidak berjauhan hanya berjarak 2 tahun. Ke dua saudara itu sama seperti upin dan ipin. Pakaian yang mereka kenakan pun sama persis. Ternyata sangat menyenangkan bermain bersama mereka berasa kembali ke masa kanak-kanak bisa bercanda dengan mereka, akan tetapi ini lebih ke arah momong, sebagai orang yang lebih tua dari mereka. Tidak terasa, waktu sudah hampir sore, mama mendekati ku yang sedang tengah asik bermain game di gawai Fina. Ya, setelah bermain dengan anak-anaknya bibi aku bermain dengan Fina, bergantian bermain game yang ada di ponsel Fina, salon game. Tentu saja aku bisa, hal mudah meskipun jarang menang memainkan game nya. “Raline, Fina.” “Ya, mama.” Sahut ku dan Fina bersamaan. “Raline akan langsung ke Jakarta atau ke rumah dulu?” “Kenapa, ma?” “Mama dan Papa ada keperluan, jadi gak bisa lama-lama di sini.” “Mau pulang dulu , ma. Raline mau tidur sebentar, setelah tidur Raline baru balik ke Apartment.” “Ya udah, mau pulang bareng mama, atau nanti aja?” “Bareng mama dong.” “Okay, kalau gitu pamit sama nenek dulu di dalam.” Aku langsung ke masuk ke dalam dan menemui nenek yang sedang istirahat di dalam kamarnya, setelah masuk kamar nenek ternyata nenek sudah bangun dari tidurnya, segera aku langsung pamit pada nenek. Setelah pamit pada nenek, bibi juga paman. Aku,Fari dan Fina langsung pulang ke rumah, sesampainya di rumah aku langsung merebahkan tubuhku di depan Tv kami bertiga ada di sana bukan tidur tapi kami malah mengobrol dan bercanda bersama. Hingga tanpa aku sadari, entah sejak kapan aku terlelap, dan tiba-tiba sekarang aku sudah terbangun dari tidurku. Mama dan Papa sudah ada di rumah, aku melihat jam yang menggantung di dinding, ternyata sudah pukul 16:40. Aku langsung bangun dan masuk ke dalam kamar untuk bersiap-siap, agar nanti aku tidak kemalaman ketika sampai di Jakarta. Lagi pula jika tidak macet aku akan sampai di Jakarta kurang lebih satu jam. Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, aku keluar dari kamar menemui mama dan papa untuk pamit pada mereka untuk kembali ke Jakarta. Kemudian aku langsung masuk ke dalam mobil putih cantikku , keluar dari garasi rumah dan berbaur dengan kendaraan lainnya di jalan raya, berharap tidak macet, tapi sayang sekali, ini waktunya pegawai pulang kerja, yang tadinya aku berharap akan tidak kesorean tapi ternyata senja juga akan berganti malam aku baru sampai di Apartment. Ya, come back Jakarta, aku sudah ada di Jakarta lagi hari ini. Tempatku menggapai cita-cita dan mengembangkan karierku sampai seperti sekarang. Ya, meskipun kadang aku terlihat kekanakan, tapi jika di depan pegawai dan costumer aku akan terlihat aura profesional dan berjiwa atasan mereka. Ya, di kota ini aku yang sekarang berbeda dengan aku sebagai fashion desainer yang dulu terlihat sederhana dan polos, penampilan ku yang dulu make up tipis, rambut coklat sebahu yang lurus, mengenakan dress di bawah lutut di padukan dengan blazer tak ketinggalan tas selempang kesayangan yang selalu aku bawa, ya masih terlihat sederhana dan polos bukan? Meskipun di rumah atau luar jam kerja aku masih memiliki kebiasaan yang seperti itu. Berbeda dengan aku yang sekarang, tampilan ku sedikit lebih fashion dengan make up yang sedikit mencolok lipstick merah, rambut yang di kriting gantung, pakaian yang berubah-ubah sesuai mood yang penting terlihat fashionable, agar aku tampil lebih sedikit dewasa, dan itu juga aku rasa menjadi tuntutan untuk ku, sebagai seorang fashion desainer yang sudah mulai dikenal penghuni kota Jakarta ini, tidak lupa aku juga mengenakan high heel dan tas jinjing senada di tanganku. Itulah aku yang sekarang, saat berada di butik atau akan bertemu janji dengan klien, harus lebih bisa menjaga image ku sebagai desainer fashion.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD