Chapter 34

1549 Words
Setelah berbincang-bincang cukup lama dan memakan waktu berjam-jam, akhirnya Abiyan pamit pulang juga. Hah, rasanya aku ingin mandi dan langsung tidur lagi, sedari tadi mataku sudah berat ingin kembali tidur, tapi apalah daya, Abiyan betah banget ngajakin aku bincang-bincang. “Bdw, sebenarnya, aku masih ingin disini yang lama loh, tapi gak enak juga, masih tamu belum sah.” Ucapnya tersenyum dan aku juga ikut tersenyum. Aih, ini dokter bisa saja ya, Kalau perempuan lain pasti sudah klepek-klepek, ya bukan berati aku bicara seolah aku tidak normal saat melihat lelaki tampan plus menggombal, tapi aku memang lagi gak pingin buka hati saat ini, lagi pula aku juga ingin bertemu dengan dia dulu, Vendry sky. Karena aku masih ingat akan bincang-bincang kami dulu, setahun lalu, saat masih hangat-hangatnya hubungan kami, aku selalu pegang teguh apa yang sudah kami ucapkan. Tidak peduli dia mempermainkan aku atau tidak, tapi aku bersyukur dulu saat aku terpuruk dia mampu menjadi seseorang yang membawa ku keluar dari pikiran sempit ku mengenai Barack, aku tidak merasa kesepian atau sendiri, meski aku sadang sendiri saat itu. “Aku gak sedang gombalin kamu loh.” Ucapnya tersenyum ke arahku, manis sekali senyumnya. Tidak, tidak! Hah, aku harus menghalau pikiran genit ku itu. “Aku tahu, pria seperti kamu tidak akan memanfaatkan fisik dan skill.” Ucapku dan aku perhatikan Abiyan tersenyum seolah mengerti akan makna dari ucapan aku. “Aku udah bosan main-main cukup sampai kuliah, jadi sekarang saatnya serius.” “Baguslah, kalau udah mikirin masa depan.” “Ya, aku udah pikirin itu semua kok.” Ucap Abiyan sambil menyimpan ponselnya di saku celananya. “Tante mana?” lanjutnya bertanya, aku langsung memanggil mama yang kebetulan hendak melintas pintu. “Ma, mama.” “Ya, apa?” tanya mama yang keluar menemui aku dan Abiyan. “Tante, Abiyan mau pamit pulang dulu. Udah sore.” “Oh, ya. Udah mau pulang? ya udah kalau gitu hati-hati, ya.” “Ya, tante. Om belum pulang ya?” “Belum.” “Ya udah nanti Salami buat om ya, Te.” “Ya, ya nak Abiyan, nanti tante Salami sama papanya Raline.” Setelah pamitan dengan mama, Abiyan langsung pulang dan aku langsung masuk ke dalam kamar, berniat untuk menghindari mama, karena nanti pasti banyak pertanyaan yang akan mama berikan padaku, setelah sampai kamar ternyata mama lebih cerdas dari yang aku pikirkan, mama mengikuti ku masuk ke dalam kamar. “Mama.” “Ya.” “Kok mama ikut Raline?” “Memang kenapa?” “Raline mau mandi dulu, ma.” “Oh, mau mandi nih? Ya udah mandi dulu sana. Mama tunggu disini, sambil tiduran.” “Mama, gak usah di tunggu.” “Gak apa, udah sana, mandi.” “Tapi, ma.” Aku tidak bisa membantah, mama tetap saja pada pendiriannya, dan aku malas berdebat juga, aku masuk ke dalam kamar mandi dan mandi disana, sengaja aku lama-lamain biar mama bosan nungguin aku. Ternyata benar saja saat aku keluar Kamar mandi mama tidak ada di dalam kamar ku, segera aku mengunci pintu kamarku dan tertawa senang. “Yes, kalau kayak gini 'kan mama gak bisa masuk.” Ucapku senang. Aku berjalan menuju walk ini closet untuk berganti pakaian, aku mengenakan piyama hitam dan mengambil set seprai lalu berjalan menuju ranjang. Aku mengganti seprai dan sarung bantal, setelah menaruh seprai kotor di keranjang, aku merebahkan tubuhku di atas ranjang dan tanganku meraba-raba nakas untuk mengambil ponselku. Ternyata ada sebuah pesan dari Vendry. Vendry: “Ucuuuukkk, lagi apa?” Aku tersenyum menatap pesan singkat darinya, kemudian membalas pesannya. Me: “Baru selesai mandi. Ucuk, sendiri lagi apa?” Ternyata pesanku ceklis satu, ya sudah, mungkin dia lagi gak pegang ponsel. Seenggaknya hari ini dia ada sempatin waktu untuk kabari aku. Lalu setelah puas memainkan ponselku aku berniat untuk menaruh ponselku, akan tetapi ponselku berdering, aku pikir dari Vendry ternyata dari Abiyan, ada rasa kecewa dalam hatiku, tapi tak apa lah. Berhubung aku lagi malas angkat telefon jadi ponselku aku taruh kembali di atas nakas. Aku menutup tubuhku dengan selimut lalu memejamkan mataku, dasar! Kaum rebahan. Ternyata setelah memejamkan mataku, aku benar-benar tertidur pulas di atas ranjang ku itu. tanpa terasa aku tertidur pulas cukup lama hingga sayup-sayup aku mendengar ada yang mendekati kamarku dan mencoba untuk membukanya namun tidak berhasil. Hm, mungkinkah hanya perasaan ku saja, lagi pula kesadaran ku belum kembali sempurna mungkin saja pikiran ku sedang tidak sinkron jadi ya mungkin saja kan? Wkwkwk Beberapa saat kemudian aku terbangun dan kesadaran ku telah kembali sempurna, aku membuka mataku dan membuka pintu lalu keluar ternyata mereka tengah asik berkumpul di ruang Tv. Aku menuangkan air minum di atas meja lalu meneguknya habis, setelah itu aku berjalan mendekati mereka. “Hm, asiknya.” Ucapku. “kak, sini kakak, papa mau tanya sesuatu.” “Tanya apa, pa?” “Tadi ada teman kamu yang datang?” “Ya, pa.” “Si siapa ya? Dokter itu? namanya, lupa papa.” “Papa lupa gimana sih, udah berapa kali loh ngobrol sama anak itu.” cerocos mamaku. “Abiyan, pa.” Sahutku. “Ya, si Abiyan. Memang tadi ngobrolin apa? Udah sejauh mana?” “Apanya pa?” “Ya, obrolan kalian?” “Apaan sih, pa? Raline sama Abiyan, gak ngobrolin apa-apa. Cuman obrolan biasa aja.” “Masa sih? Gimana bisa.” “Ya, bertahap geh, pa. Gak bisa langsung.” Ucap mama. “Ya, anak jaman sekarang, pakai basa basinya kelamaan, keburu di comot orang.” “Apanya, pa? comot, comot.” Oceh mama dan papa tersenyum ke arahku. “Tau itu papa, ngadi-adi aja deh.” Ucapku acuh. “Raline, papa dan mama kamu ini juga berteman baik dengan keluarga Abiyan, jadi kami berniat untuk menjodohkan kalian, dan Abiyan tidak menolak, bahkan Abiyan terlihat senang dan ingin cepat-cepat menikah loh.” “Pa, ma. Raline itu masih muda loh. Masih ingin fokus karier dulu.” “Sayang, mama pikir jangan kelamaan sendiri, gak baik, kalau udah ada calon akan lebih baik di segerakan saja.” “Tapi, ma.” “kamu udah punya pacar?” “Ya belum.” “Ya, kalau udah juga gak apa kak, malah bagus kalau kakak punya pilihan sendiri, kenalin sama mama dan papa. Betul gak, pa” “Ya, dong. Lelaki gentle, itu dia akan dateng temuin mama dan papa disini, minta anaknya baik-baik.” “Benar itu, yang papa kamu bilang.” “Ya, ma. Nanti kalau udah punya pacar, Raline kenalin langsung sama mama dan papa, mungkin sekarang, jodoh Raline lagi cari duit buat persiapan pernikahan kami nanti.” Ucapku cuek, mama menyembunyikan senyumnya menatap aku dan papa bergantian tapi aku acuh dan pura-pura fokus pada Tv. “Fina dan Fari mana ma, pa?” “Ada di kamar mereka masing-masing sih tadi.” Jawab mama. “Fina di kamarnya, dan Fari itu di halaman luar sama teman-temannya. Biasanya mereka sampai jam 11 malam, dan ini baru jam 8 malam.” Sahut papa, dan aku mengangguk-anggukkan kepalaku. “Biasa anak bujang.” Ucap mama. *** Pagi yang cerah, mewakili perasaan ku hari ini, seperti yang telah di rencanakan sebelumnya, bahwa hari ini aku akan mengunjungi nenek. Selepas nenek selesai op aku belum melihatnya kembali, senang rasanya yang sebelumnya nenek rabun, jika melihat kurang jelas akhirnya nenek bisa melihat lagi setelah di op. Jadi nenek tidak merasa kesulitan lagi saat melihat atau mengenali seseorang. Aku mengeluarkan kantung plastik dari mobilku yang kemarin lupa tidak aku bawa masuk ke dalam rumah. Mama mendekati ku yang berjalan masuk dengan membawa sekantung plastik ke dalam rumah. “Kak, bawa apa?” “Buah, ma. Mudah-mudahan sih, masih bagus. Kemarin lupa.” “Kebiasaan, masih muda mulai pikun.” “Ya, namanya juga manusia biasa ma. Wajarlah kalau lupa.” “Wajar sih, yang bikin gak wajar kalau ke seringan.” Sanggah Fina yang duduk di kursi meja makan sambil asik Selfi. “Gak keseringan juga kok.” kilahku “Ya udah, coba di cek dulu. Masih ada waktu 2 jam lagi untuk ke rumah nenek, masukin aja ke dalam lemari pendingin, atau kakak mau langsung ke tempat nenek sekarang? Mau duluan?” “Enggak, ma. Barengan aja.” “Ya udah, cek dulu. Masukin ke lemari pendingin.” “Ya.” Patuh ku yang langsung mendekati lemari pendingin itu, lalu memasukkan buah tersebut ke dalam lemari pendingin. Setelahnya aku membantu mama masak di dapur dan merapihkan dapur setelah masakan mama hampir selesai, mama menyuruhku untuk mandi lebih dulu. Selesai mandi, kami sarapan terlebih dahulu, seperti biasanya kami selalu sarapan ataupun makan siang dan malam selalu bersama, berlima di ruang makan ini. Setelah sarapan, mama bersiap-siap pergi ke kamar untuk mandi dan berganti pakaian, begitu juga papa. Sedangkan aku memang sudah siap tinggal berangkat, sama dengan Fari juga Fina. Aku keluar rumah dan mendekati Fari juga Fina yang duduk di bangku halaman, taman depan rumah. Mereka tengah asik dengan gawai mereka masing-masing, setelah bosan melihat mereka asik dengan dunia mereka sendiri, dan menunggu mama dan papa yang masih lama. Aku melihat-lihat bunga yang bermekaran di taman depan rumah itu, sangat cantik aku memetik satu buah bunga lalu aku selipkan di antara telinga dan rambut. Aku berjalan-jalan mengelilingi taman kecil di halaman depan rumah, melihat bunga yang ada di taman bunga itu semua terlihat indah. Tapi, sepertinya belum di siram pagi ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD