Circle 3.

1611 Words
Bumi, Distrik R. Siklus hidup dan mati manusia terus berlangsung selama waktu yang tak diketahui. Berbagai macam peristiwa terjadi dan berakhir menjadi sejarah yang terlupakan dan tak terlupakan. Bumi, sudah mengalami banyak kejadian yang terjadi semenjak ia diciptakan. Di tahun 2029, barang-barang tertentu bisa didapatkan dalam sekejap. Sistem praktisisasi dan majunya sebuah teknologi, memungkinkan orang-orang bisa mendapatkan sesuatu dengan mudah dan cepat. Namun, betapa pun canggihnya suatu masa, masih ada manusia yang mempertahankan kebudayaan. Perubahan terjadi tidak secara langsung, bertahap dan perlahan. Lalu, berakhir dengan mengubah hampir segalanya. Antik, retro, vintage, dan jadul. Adalah salah satu hal yang jarang ditemui. Pukul delapan pagi. Suah yang dibantu dengan robot kecilnya, sudah membuka toko. Membalikkan papan kaca yang bertuliskan Closed menjadi Open di pintu depan. Selama proses itu, Suah akan memerhatikan Sil menyiram tanaman yang ada di teras. Karena, robot itu kadang akan melakukan hal yang tak diperintahkan secara diam-diam jika tidak diawasi. Suah bukanlah pemilik pertama Sil. Jauh sebelum robot itu menjadi miliknya, seseorang yang berasal dari luar Distrik R mejualnya di toko barang bekas. Hingga beberapa waktu kemudian, Suah yang akan pindah ke toko yang akan dikelolanya, membelinya. Tidak ada alasan khusus yang membuatnya ingin memiliki benda tersebut. Saat ini, Suah tiba-tiba saja ingin memainkan alat musik, tapi itu bukan kalimba yang dibuatnya kemarin. Laki-laki itu segera mengingat di mana terakhir kali ia meletakkan alat musik tersebut. Ia naik ke lantai atas dan menuju kamarnya. Tersandar di bawah jendela. Salah satu senarnya putus. Keadaan akhir dari alat musik petik tersebut, ia dapatkan setelah kaget karena Sil yang terjatuh saat meluncur dan menyebabkan Suah memetik terlalu keras. Ia membuatnya putus. Itu adalah gitar kayu dengan warna cokelat dan sedikit kehitaman. Dua huruf S dan E besar dengan gaya tulisan grafiti, terlihat jelas di bagian depan bawahnya. Huruf yang mewakilkan namanya. Suah membawa, lalu memperbaikinya. Masih di depan toko, Sil mematikan air yang mengalir, ia kembali meluncur masuk ke dalam. Kecuali pada permukaan lantai toko Suah yang terdapat black line, Sil tidak bisa meluncur di luar garis itu, apalagi ke jalan. Seolah garis tersebut adalah aturan yang mengikatnya. Sil masuk dan mulai melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh sang tuan. Jika tidak, ia akan membersihkan sudut-sudut toko yang berdebu, atau sekedar merapikan letak barang-barang yang sedikit tergeser. Suara denting lembut bel yang terpasang di atas pintu, menyatu dan berbaur dengan nada yang berasal dari petikan gitar Suah. Hal itu menandakan bahwa ada pelanggan yang datang ke tokonya. Kemudian, Sil akan menghampiri untuk menyambut orang tersebut bersama dengan sang pemilik. Sil meluncur di atas parquette abu-abu saat mengatakan, “Selamat datang. Silahkan masuk, Tuan Daff.” Seorang yang muncul itu adalah laki-laki yang sudah terdaftar dalam list memori Sil. Ia adalah teman dari pemiliknya yang saat ini sedang berkunjung. Setelah pintu dibuka, robot kecil itu memutar tubuhnya untuk memimpin jalan. Sebutan pelanggan berubah menjadi tamu saat melihat status seseorang yang ia kenal. Suah muncul di depan Sil dan ikut menyapa, “Bagaimana dengan cuaca di luar hari ini, Daff?” Daff menggerakkan otot-otot wajahnya saat membuat sebuah ekspresi, merasa sedikit tersindir. Pertanyaan mengenai cuaca itu seolah lebih penting daripada kabar dirinya yang belum saling bertemu dalam lima hari terakhir. “Lumayan. Kecepatan angin hari ini mencapai 2G. Yah, walau tak sebagus sirkulasi buatan di 5 distrik utama, setidaknya itu cukup untuk bersepoi-sepoi ria," ujarnya, sembari melihat-lihat barang yang ada di toko Suah. Seperti mencari barang baru. Basa-basinya terdengar sangat basi bagi Suah dan juga tidak penting. Ia sendiri melupakan pertanyaan yang menyebabkan temannya menjawab seperti itu. Tubuh pada bagian bawah Sil sedikit bergetar saat memproses perkataan tak bermutu Daff. “Tuan Daff tidak bisa menghitung kecepatan angin dengan satuan yang digunakan untuk bandwicth tranmisi sebuah jaringan. Kalimat yang Anda gunakan tidak efektif dan menyalahi penggunaan bahasa yang seharusnya,” jelas Sil. Ia akan dengan cepat menemukan kesalahan yang dilakukan pihak lain dengan pengetahuan yang terkait dalam basis datanya. Suah bahkan mengabaikan keduanya. Ia membiarkan temannya itu untuk menyapa Sil terlebih dahulu. Kedatangannya di hari kerja yang tidak lain pasti memiliki maksud. Sesuatu yang dimaksudkan untuk dipamerkan. “Hei, Sil. Bukankah kau bisa menjawab semua pengetahuan umum?” tanya Daff. Suah yang mendengarnya juga tahu bahwa temannya itu ingin mengerjai robotnya. Saling beradu kemampuan dalam memperdebatkan sebuah pengetahuan atau menganalisis sesuatu. 'Robot diciptakan oleh manusia, tapi kenapa robot lebih pintar daripada manusia.' Daff pernah ingin mencari seseorang untuk mempertanggungjawabkan pernyataan itu. Hal yang pada kedatangan sebelumnya, sempat ia permasalahkan dengan Sil. Setiap perdebatan mereka selalu dimenangkan makhluk elektronik itu. “Jawaban akan datang setelah hadirnya pertanyaan. Itu adalah hukum kausalitas.” Sil meluncur dalam jarak setengah meter di belakang laki-laki yang saat ini mencari tempat duduk. Daff memikirkan sesuatu saat cahaya biru pada mata Sil berkedip. “Apa yang akan terjadi setelah manusia mati?” Setelah pertanyaan itu diluncurkan, tanda tanya besar muncul sangat cepat pada layar di wajah Sil. Daff tahu bahwa robot itu sedang memuat pertanyaannya dan mencari jawaban yang sudah diprogram dan tertanam dalam main controller-nya. Sebelum membahas sesuatu dengan Suah, ia ingin mengklarisifikasi dasar-dasarnya terlebih dahulu. Suara yang dihasilkan Sil sedikit berdengung di telinga Daff. “Menurut seorang bernama Dr. Sam Parnia, kematian adalah proses yang berpotensi reversibel dan terjadi setelah penyakit parah atau kecelakaan yang menyebabkan jantung, paru-paru, dan otak berhenti berfungsi. Lalu, ada pendapat terbaru mengenai kematian pada–" “Tak bisakah kau menjelaskannya secara singkat? Atau bila memungkinkan, menggunakan pendapatmu sendiri?" protes Daff, "Lalu siapa itu Panam? Aku tidak mengenalnya.” Sambil membuka gelang yang menunjukkan tampilan hologram dari perangkat yang dikenali Sil, Daff mengetuk kepala robot itu, yang membuatnya tidak goyah sedikit pun. Daff sedikit bermasalah dalam mengingat nama baru yang didengarnya. “Saya tidak dibuat untuk menghasilkan sebuah pendapat, asumsi, deduksi, dan pemikiran sendiri. Selain perintah dari Tuan Suah, saya hanya akan memberikan data yang sudah ada pada sistem saya,” ungkap Sil. Tidak tampak ekspresi apa pun yang ada pada kerangka wajahnya yang menghadap pada Daff. Laki-laki itu sudah duduk di dekat jendela yang terbuka. Musim semi. Dengan cuaca yang tidak panas maupun dingin. Daff mendengus, “Apa tak masalah jika Sil-mu kupasang touch sensor R2, Suah? Dia masih menyebalkan seperti biasa.” Apa yang dimaksud Daff adalah perangkat yang digunakan untuk program once study untuk robot yang sedang bermasalah. Selama penggunannya, kadang robot yang bermasalah akan sedikit ‘memberontak’ pada tuannya. Benda tersebut hanya dimiliki oleh psychobot pusat yang sudah terlatih. Salah satu kenalan mereka memiliki versi buatan sendiri. Permainan gitar sudah lama dihentkan oleh Suah saat temannya itu tiba. Kemarin, ia juga telah menerima pesan dari Daff yang mengatakan akan berkunjung. Jadi setelah sarapan, ia langsung turun ke bawah untuk membuka toko. Juga, ada hal yang katanya ingin disampaikan oleh temannya itu. Di distrik R yang ada di luar toko Suah, jam sibuk sudah lama dimulai. Semua alat transportasi dan kendaraan umum, sudah dioperasikan oleh para penduduk. Di jalanan, para robot pekerja sudah aktif secara otomatis. Toko-toko yang menjual barang dagangan mereka juga sudah buka. Dalam proses itu, Distrik R yang beberapa saat sebelumnya diliputi kesunyian, kini sudah aktif kembali. Cuaca di luar sangat cerah, Suah mendorong kursinya yang memiliki roda bebas gerak. Ia mendekat ke arah Daff yang menampilkan sesuatu yang menarik perhatiannya. “Apa ini?” tanyanya, mengangkat tangan untuk memperbesar tampilan yang tertera pada layar ymengambang semula menempel pada lengannya, kini ia alihkan ke udara. Lalu, menekan tombol video yang belum dimainkan. Ia menyaksikan video itu selama empat puluh detik dengan diawali sedikit kengerian dan keraguan. Dari kejauhan, Sil juga ikut menyaksikan apa yang sedang tuannya lihat. Mata birunya memantulkaan apa yang nampak. Sebuah adegan yang membuatnya sedikit mengkhawatirkan seseorang, tergambar jelas tanpa ada suara. Dalam keheningan video itu, Sil dan Suah menemukan banyak kejanggalan. Empat puluh lima detik berlalu tanpa ada hambatan. Daff membiarkan dua pasang mata menyaksikan tampilan yang berasal dari perangkat yang memiliki fungsi utama sebagai komunikasi. Holophone. Ia juga sudah siap untuk menjadi pihak yang menjawab pertanyaan atau sebaliknya. Justru itulah saat yang ia inginkan. Berbagi pendapat, terutama mengenai teknologi terbaru. Laki-laki dengan mata jernih menatap pada data-data optik yang dihasilkan oleh perpaduan dua sinar cahaya yang koheren dalam bentuk mikrokospik. Setelah melihat adegan pada video, ia beralih untuk membaca artikel yang berada di udara kosong tepat di samping tampilan video. “Seseorang pernah mengatakan, gila itu berada satu tingkat di atas jenius,” ungkap Suah. Dengan sadar tidak menyebutkan nama. Meskipun tokoh dalam ranah fisika itu sangat terkenal, tapi Suah tetap tidak menyebutkannya. Sil ikut menimpali, “Apakah sistem kemanusiaan hanya berlaku pada sesamanya?” Setelah melihat video singkat tersebut, ia menyadari bahwa yang menjadi objek dalam aksi tersebut bukanlah manusia. Sedikit ketidaksabaran mengalir dalam darah Daff. Ia dengan rasa bangga tidak ingin mengulur waktu lagi untuk menjawab. Namun sebelum itu, sebuah pikiran melintas dalam benaknya. “Sepertinya aku pernah mendengarnya.” Dengan sedikit ekspresi tak enak untuk dipandang, Suah bertanya, “Kau … bukan salah satu dari mereka, bukan?” Dua pasang mata yang sebelumnya serius untuk menonton, kini beralih dengan tatapan curiga ke arah Daff. Dan itu tidak bisa tidak membuatnya kesal. Apa yang diharapkan tidak lekas tercapai. Daff mengira bahwa salah satu dari dua makhluk di depannya itu akan bertanya dengan wajah penasaran, tapi semuanya itu hanya ada di dalam benaknya. Dengan suara yang sengaja ia buat keras, Daff berseru, “Tentu saja bukan!” Kemudian, ia mengalihkan pandangannya pada makhluk kecil yang ada di belakang Suah. Mencari hal yang bisa ia gunakan untuk menambah penjelasannya. “Dan apa maksudmu dengan sistem kemanusiaan?” Tubuh laki-laki yang menjadi tamu itu, sedikit lebih berisi daripada Suah. Postur wajahnya sangat tidak cocok untuk memiliki ekspresi marah. Dalam berbagai kesempatan, Daff hampir selalu menjadi pihak yang dikucilkan. To be Continued Him Rabu, 21 Juli 2021.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD