Gumelar tersenyum, ketika melihat bubur yang sebagian berkerak dan agak gosong itu masih ada di panci. Amirah telah membuatkan untuknya. Meski tidak begitu bagus hasilnya, tetapi dia sangat menghargainya. Tidak terbayangkan saat Amirah berjongkok di depan tungku, sambil meniup bara kayu bakar dengan keringat bercucuran. Kembali Gumelar tersenyum. Dia belum bisa menyimpulkan kalau bayangannya itu adalah sesuatu hal yang seksi. Pikirannya belum terbang terlalu tinggi dan jauh menembus awan-awan. 'Tidak mungkin gadis judes itu, akan tertarik pada pemuda miskin seperti dirinya.' batin Gumelar. Apalagi mau berpikir lebih. Melihat sikapnya saja, membuat Gumelar sudah keder duluan. Tadi, dia sudah diantar ke puskesmas di temani Muradi, sementara Juhari kembali ke sawah untuk melanjutkan pek

