Dua

2354 Words
Moodku pagi ini berantakan. Gara-gara rencana dinner semalam bersama Rissy gagal total. Ugh! Sebel. Aku baru saja keluar dari kamar, tanpa melihat kiri kanan aku berniat untuk langsung berjalan lurus menuju pintu utama setelah melewati tangga seperti biasanya. "Sayang, kamu gak sarapan dulu?" Langkahku terhenti saat ku dengar suara lembutnya Bunda. Aku menoleh dan Bunda tengah menyiapkan menu sarapan pagi di meja makan sana. "Sini sarapan dulu!" Ajak Bunda menggapai Aku menggembungkan pipi sejenak, lantas berbalik arah menghampiri meja makan. "Mau sarapan apa? Biar bunda ambilin." Tawari Bunda menatapku Aku menunjuk gelas s**u yang sudah tersaji, "Aku minum s**u aja deh bun.." Kataku sedikit malas Bunda mengernyit, "Kok cuman s**u? Gak mau yang lainnya emang? Tuh ada--" "Aku lagi males sarapan buunn.." Rengekku menyela, well sudah ku bilang kan kalau aku lagi unmood total? Ku lihat Bunda mendesah pasrah, kemudian membawakanku segelas s**u hangat yang sudah di tuangkan dari tempatnya. "Nih! Padahal Bunda udah bikin bacon kesukaan kamu loh Ze. Tapi kamu malah minum s**u doang" keluh Bunda kecewa Maaf bun, bukannya mau bikin bunda sedih tapi aku lagi gak selera makan apapun. Arghhhtt! Salahkan Rissyi yang tiba-tiba aja batalin janjinya semalam. -- Aku baru saja menuruni tangga saat ku lihat Ayah dan Bunda sedang duduk berdampingan menonton televisi. Setelah aku repot sendiri memilih pakaian untuk ku kenakan, akhirnya aku pun menemukan dress yang cocok dengan kulit sawo matangku. Dress putih yang di hiasi oleh motif volcadot ungu pun menjadi pilihanku setelah menimbang-nimbang beberapa lamanya. Setidaknya tanpa Audy pun aku bisa melakukannya sendiri. Ufh.. "Ze! Kamu mau kemana? Udah cantik banget malam-malam begini" seruan Bunda sukses membuatku menoleh Aku tersenyum, lalu melenggang menghampiri kedua orangtuaku yang kini sedang menatapku bingung. "Kamu mau kemana Ze?" Tanya Ayah menimpali "Aku izin keluar ya yah... Boleh kan?" Izinku sembari menggelayuti tangan ayah manja. Ayah sedikit mengernyit, "Keluar sama siapa? Sama cowok? Siapa cowoknya? Apa ayah kenal?" Ayahku pun mulai menginterogasiku. Baiklah, aku lupa memberitahu kalau ayahku ini sangatlah overprotective. Beliau selalu menanyaiku seperti itu jika aku meminta izin untuk keluar di malam hari. Membuatku agak kesulitan kalau aku menjawab jujur dengan siapa aku pergi. Mengingat selama ini aku belum pernah mengenalkan Rissyi pada ayah dan bunda, aku pun terpaksa berbohong kalau aku akan pergi keluar bersama Tara ataupun Audy. Yeah, aku selalu menggunakan nama mereka agar ayah mengizinkanku. "Ayaah .. Zeze mau keluar sama Tara kok. Boleh kan?" Bohongku kembali terulang, maaf yah anakmu ini berbohong lagi. Hemm Ayah tampak berpikir, "Memangnya mau kemana? Kok Taranya gak kesini?" Astaga! Ayah susah banget sih ngizinin anaknya ini. Bisa telat pergi kalau aku belum dapet izin dari Ayah. "Assalamualaikum..." Aku, ayah dan bunda menoleh serempak ke arah suara barusan. Tara pun muncul dengan senyuman khasnya. Fiuh... Akhirnya penyelamatku datang! Aku bernafas lega karena Tara benar-benar datang membantuku. FYI, sebelum aku keluar kamar aku memang sempat merengek dulu pada Tara agar dia berkenan untuk datang kerumah dan meyakinkan ayah juga bunda kalau aku akan keluar bersama dirinya. Dan sekarang Tara pun disini. "Malem om .. Tante .. " sapa Tara ramah Bunda tersenyum hangat membalas sapaan Tara dengan anggukan kepalanya. Sementara Ayah masih terlihat berpikir seolah belum yakin akan kedatangan Tara yang jelas-jelas sudah di depan mata. "Tuh kan yah, Tara udah datang. Zeze boleh kan berangkat sekarang?" Rajukku mengguncang lengan ayah tak sabar Ayah melirik ke arah Tara sekilas, lalu kembali menatapku sedikit ragu. Aku memasang muka memelas agar ayah memberikan izinnya, sampai pada akhirnya... "Ya udah ayah izinin kamu, tapi pulangnya jangan kemaleman. Dan jangan macam-macam diluar sana!" Yeay. Aku memekik girang memeluk ayahku. Akhirnya aku di izinin juga, ingatkan aku untuk mencium Tara di luar nanti karena dia sudah berbaik hati membantu sahabatnya ini. Huehehe. "Siap yah." Hormatku girang, "Kalo gitu Zeze pamit ya yah, bun..." Ucapku mencium tangan ayah dan bunda bergantian. "Yuk Tar!" Ajakku pada Tara setelah berjalan melewati sofa yang di duduki kedua orangtuaku. "Mari om.. Tante... Assalamualaikum!" Pamit Tara sopan dan di angguki oleh ayah dan bunda bersamaan. "Hati-hati kalian .." Pesan bunda, bersamaan dengan melengosnya kami meninggalkan ruangan tengah rumahku. -- "Ze, kamu mau berangkat jam berapa?" Tanya Bunda membuyarkan lamunanku. Aku mengerjap lantas menatap Bunda, "Ah? Eumm.. Iya bun Ze berangkat sekarang!" Anggukku linglung sembari meneguk habis s**u yang masih tersisa di gelas. Sehabis itu, aku pun menaruh gelasnya di atas meja dan meraih tangan bunda lalu menciumnya hormat. "Ze berangkat ya bun, assalamualaikum!" "Walaikumsalam, hati-hati sayang." Pesan bunda ku angguki, kemudian aku pun berlari kecil keluar rumah. °°°OURDestiny°°° Aku mengetuk-ngetukkan ujung jariku ke atas meja. Sebelah tanganku menopang daguku yang lesu, jam tanganpun sudah berulang kali aku lirik. Aku menghembuskan nafasku kasar, "Rissyi kemana sih? Udah hampir sejam gue nunggu, belum juga nongol" dumelku kesal, tak jarang melihat ke arah pintu restaurant yang terbuat dari kaca. Berharap Rissyi muncul dari balik pintu itu! Saat ini aku memang sudah berada di restaurant tempat kami janjian, selepas mengucapkan terima kasih pada Tara aku pun langsung memberhentikan taksi yang kebetulan melintas. Kami berpisah saat taksi yang ku tumpangi sudah melaju meninggalkan Tara yang mungkin akan langsung pulang ke rumahnya yang tak jauh dari rumahku. Bersyukurlah aku mempunyai sahabat seperti Tara. Dia selalu ada di setiap aku membutuhkan bantuan. Beda lagi dengan Audy, dia--ah sudahlah! Aku malas membahasnya. Huuuhh. . Aku melenguh panjang sembari mengusap mukaku yang mungkin sudah kusut gara-gara menunggu Rissyi yang tak datang juga. "Iihh Rissyi kemana sih? Bete deh di telpon malah gak aktif... Dia gak mungkin lupa kan sama janjinya?" Gerutuku seperti orang gila, berbicara sendiri. Mungkin saja sebagian dari pengunjung restaurant ini sudah mencapku sedikit tidak waras karena tertangkap sedang mengoceh sendiri di meja yang sejak tadi ku tempati. Drrt drrt drrt, Tiba-tiba saja handphoneku bergetar. Sepertinya ada sms masuk, lekas ku check karena takutnya itu sms dari Rissyi. Dan ketika ku tekan icon kotak surat di layar handphoneku, alisku bertaut saat melihat nomor asing yang mengirimkan pesan untukku. From : +685723445... Sayang ini aku rissyi pke nmer sodaraku, maaf aku gbisa dteng soalnya mndadak aku ada urusan yg gabisa aku cancel. Lain kali aja ya syang makan mlamnya, mfin aku :( Love you:* What the??? Rissyi apa-apaan sih? Semudah itu dia batalin janjinya? Bahkan setelah aku nunggu dia selama hampir satu jam, cuman itu aja yang dia sampaikan? Dan kenapa dia harus sms aku pake nomor sodaranya? Kenapa dia--arght!! Aku refleks berdiri dan melangkah pergi meninggalkan meja yang sudah ku duduki sejak satu jam yang lalu. Untungnya aku belum sempat pesan apa-apa, jadi aku gak harus repot-repot keluarin uang. Hanya saja aku sedikit malu ketika melenggang keluar restaurant tanpa memakan apapun selama satu jam lamanya. Mau ku sembunyikan dimana mukaku? "DORR!!" Aku terlonjak kaget saat sebuah tepukan keras mendarat di pundakku. Arghttt! Orang gila mana sih yang udah kagetin aku kayak barusan?? "Kenapa lo bengong mulu kayak ayam kena tetelo? Hahaa." Ejek Tara menoyor kepalaku gak sopan Haish! Ternyata si Terong yang hampir bikin gue terserang penyakit jantung dadakan. k*****t emang!! Aku memutar bola mataku bete saat Tara sudah mengambil tempat duduk di sebelahku. Saat ini aku lagi ada di gazebo taman kampus yang lenggang tak terlalu ramai. Aku gak berniat buat ngelayanin ocehannya Tara, alhasil aku pun memutuskan untuk pura-pura sibuk aja sama diktat kuliahku. Ku rasakan tangan Tara pun mengalung di pundakku, "Gimana Ze semalem? Dinnernya so sweet gak ?" Tanya Tara antusias, dan sukses bikin moodku semakin down. Apa Tara gak bisa ganti pertanyaannya aja selain itu? Aku mendengus kasar, lantas menurunkan lengan Tara dari pundakku kemudian berdiri memungut tas beserta satu buku lagi yang ku simpan di sebelahku saat masih duduk sebelumnya. Aku yakin saat ini Tara pasti sedang mendongak menatapku bingung. "Lah, lo mau kemana Ze? Lo udah mau masuk kelas? Bukannya--" "Gue mau ke toilet!" Sambarku cepat memotong kalimatnya. Sejujurnya aku lagi gak mau ngebahas apapun tentang cerita semalam, karena itu hanya akan membuatku semakin kesal dan bete berkelanjutan. °°°OURDestiny°°° "Sayang plis sayang dengerin aku dulu. Aku tau gak seharusnya aku batalin janji, tapi aku juga gak bisa--" "Udah lah , aku lagi gak pengen ketemu kamu dulu." Potongku lalu berjalan melewatinya. "Yang, jangan pergi dulu... Maafin aku dong sayang!" Rissyi terus mengejarku, tak bosan ia mengeluarkan kata-kata maafnya. Tapi aku udah keburu badmood, aku pun malas mendengarkan semua penjelasannya. Kini aku sudah memasuki aula kampus yang lumayan banyak di isi oleh mahasiswa lainnya yang ntah sedang apa. Tak jarang dari mereka menatap ke arahku yang tak henti-hentinya di kejar Rissyi. "Sayang tolong maafin aku, aku janji gak akan ulangin itu lagi..." Ikrarnya mencoba untuk menggapai bahuku yang segera ku tepis. Aku masih enggan memaafkannya, menunggu hampir satu jam di dalam cafe seorang diri itu bukan hal yang menyenangkan okey! Aku terus berjalan tanpa menggubris semua perkataan Rissyi beserta penjelasannya. Pandanganku terfokus ke depan, dan saat itu pula seseorang berlari terburu-buru dari arah yang berlawanan. Mungkin saking buru-burunya ia pun menyenggol bahuku cukup keras. Sehingga aku memekik detik itu juga. "Aw!" "Astaga! Kamu gak apa-apa sayang?" Tanya Rissyi cepat menyentuh bahuku Aku menggeleng sembari mengikuti sosok tinggi tegap itu dengan pandanganku. Bahkan orang itu sama sekali tidak meminta maaf setelah menyenggol bahuku barusan. Cih! Gak sopan. "Yang kamu liatin apa ?" Tanya Rissyi menarik perhatianku kembali Lagi-lagi aku menggeleng dan ketika aku mengingat bahwa aku masih kesal padanya, lekas aku pun menghentakkan kaki pergi meninggalkan Rissyi. Aku pikir Rissyi akan menyerah saat aku memilih masuk ke dalam perpustakaan. Tapi ternyata lelaki itu pantang menyerah. Buktinya saja dia masih menguntitku sekarang. "Sayang mau sampe kapan sih kamu ngambek kayak gini?" Tanyanya dengan nafas yang sedikit terengah. Kasihan sekali pacarku ini, gara-gara terus ngejar aku Rissyi jadi kecapekan sampe ngos-ngosan gitu. "Maafin aku yang maafin aku!" Jeritnya gemas dan itu membuat beberapa orang yang sedang berada di rak sebelah melemparkan desisan sembari menunjuk papan bertag 'Dilarang berisik!' yang terpampang di setiap kepala rak. Oow! "Tuh kan yang, gara-gara kamu gak mau maafin aku juga aku jadi kena marah deh!" Keluhnya mencebik. Oh Ya Tuhan! Pacarku ini selain tampan memukau, dia juga terlihat sangat lucu menggemaskan kalau lagi mencebik kayak gitu. Bikin aku lupa diri tau gak? Pengen cium. Hihihi. "Kamu bukannya maafin aku malah cekikikan sendiri. Tega kamu yah!" Protes Rissyi mencubit hidungku gemas "Adududuh... Sakitt tau!" Pekikku mengaduh "Ssssttt!" Lagi-lagi kami di tegur karena sudah berisik di dalam perpustakaan. Ups! Rissyi pun kemudian menarik tanganku meninggalkan lorong rak. Dan kini aku pun sudah berada di belakang gedung perpustakaan bersama Rissyi. "Kamu ngapain bawa aku kesini?" Tanyaku menatap bingung Ku lihat Rissyi menyeringai balas menatapku. Hey! Kenapa seringain itu terlihat menyeramkan? "Kamu mau tau kenapa aku bawa kamu kesini?" Aku mengangguk sembari beringsut merapatkan diri ke tembok. Alih-alih memberitahu, Rissyi justru malah mengurungku di antara kedua lengannya yang ia rapatkan ke tembok. Membuatku harus waspada karena takut Rissyi melakukan hal yang tidak-tidak padaku. Oh ayolah, Rissyi adalah pacar pertamaku. Dan aku masih terlalu awam dalam hal-hal yang berbau pacaran. Rissyi menundukkan kepalanya, sehingga wajahku yang sedikit mendongak menjadi sejajar dengan wajah tampan pacarku ini. Ia menatapku intens dan hembusan nafas mintnya pun tak jarang menerpa ke wajahku. "Aku mohon sayang, maafin aku ... Aku janji aku gak akan ulangin kesalahan aku semalem. Aku bener-bener dilema sayang. Bahkan hand phone aku juga di rebut paksa sama sodaraku, makanya aku ikut sms aja lewat hp dia. Itu pun dengan catatan aku harus ikut ke rumahnya dan membantunya buat ngerjain makalah semalaman suntuk. " "Demi tuhan maafin aku.. Aku--" Ucapannya menggantung ketika jemari tanganku menyentuh permukaan bibirnya yang lembut. Ku rasa gak seharusnya aku egois dengan aksi ngambekku ini, setelah Rissyi memaparkan alasannya rasanya aku gak pantes buat ngambek lagi. "Aku udah maafin kamu kok" ucapku lembut dan membuat Rissyi menatapku berbinar Dengan lembut ia pun menurunkan tanganku yang bertengger di bibirnya semula. "Serius kamu maafin aku yang?" Aku mengangguk mantap dan menerbitkan senyuman bahagia di ikuti desahan lega dari bibir Rissyi. Satu tangannya ia jauhkan dari tembok, lalu meraih tangan kananku dan mengecup punggung tanganku dengan lembut. "Makasih sayang... Makasih udah mau maafin aku. " katanya berulang kali sampai aku bosan mendengarnya. Namun tiba-tiba, setelah ia puas menciumi tanganku sambil terus menerus mengucapkan terimakasih. Kini Rissyi pun mengangkat wajahnya, kembali mensejajarkannya dengan wajahku. Aku masih menatapnya bingung saat dengan perlahan ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Oow! Apa yang akan Rissyi lakukan sekarang? Wajahnya semakin mendekat, hidung mancungnya pun malah sudah menyentuh hidung pesekku. Oh my god! Apa jangan-jangan dia mau-- "Oh maaf, aku pikir disini tidak ada orang." "s**t!" Umpat Rissyi spontan ketika aku memalingkan wajahku ke arah suara barusan dan refleks mendorong tubuh Rissyi yang semula mengurungku. "Maaf.. aku tidak bermaksud untuk mengganggu kalian. Aku pikir--" "Sebaiknya lo jangan pernah nunjukin muka lo lagi di hadapan gue kalau lo masih mau hidup dengan wajah yang sempurna!" Sela Rissyi sengit dan langsung menarik tanganku pergi meninggalkan lelaki tinggi berambut tembaga itu. Oh astaga! Ntah aku harus merasa lega atau menyesal karena dengan kehadiran lelaki asing itu bibirku masih terjaga keperawanannya. °°°OURDestiny°°° Aku mengedarkan pandanganku ke setiap sudut kampus, mencari sosok Tara yang tadi sempat ku abaikan gara-gara aku lagi unmood total. Setidaknya aku harus meminta maaf pada Tara, karena dia kan tidak tau apa-apa. Jadi aku harus menemukannya sekarang juga. "Zevana!" Seseorang memanggilku Aku berbalik dan ternyata orang yang sedang ku cari pun menghampiriku dengan sendirinya. "Dari mana aja lo? Gue pikir lo pingsan di toilet, " katanya menatapku khawatir yang ku balas dengan senyuman geliku. "Ngaco deh! Masa gue pingsan di toilet sih, gak keren banget " bibirku mencebik "Lah orang pingsan itu bisa dimana aja tau. Mana ada orang yang mau pingsan pake pilih-pilih tempat dulu. Huu korslet otak lo Ze!" Tara menoyor kepalaku Astaga! Kalau gini ceritanya, aku gak jadi deh minta maaf sama Tara. Toh dia juga gak ngebahas soal sikapku yang tadi. "Audy !" Tatapanku beralih ke arah Audy yang baru saja di panggil oleh Tara. Kini aku pun di seret Tara untuk menghampiri Audy. "Kemana aja lo baru nongol?" Tanya Tara mengintrogasi Kayaknya Audy lagi bete deh. Aku lihat raut mukanya gak secerah biasanya. "Emm iya gue baru dateng, sorry Tar gue mau ke ruang dosen. Duluan yah!" Pamitnya buru-buru, bahkan dia melewatkan kehadiranku. "Kenapa tu anak? Kecut banget mukanya." Tara melirikku dan hanya ku balas dengan bahu terangkat. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD