Tiga

2405 Words
Weekend! Aku mengisi waktu weekendku dengan bersantai-santai di dalam kamar. No tugas! No omelan dosen! Dan No ocehan bawel dari para sahabatku yang gak ada bosen-bosennya iri sama hubunganku dengan Rissyi. Well, aku tau mereka jones. Tapi kan gak harus iri sama kemesraan aku sama Rissyi juga. Hemm.. Aku merentangkan kedua tanganku dengan bebas. Menggerakkan tanganku turun naik di atas kasur seperti burung yang mengepakkan sayapnya. "ZEZE!!!" Aku berhenti dari kegiatanku. Saat mendengar suara Bunda memanggilku. "Ya bundaaa" sahutku sembari bangun lantas duduk tegak "Sini turun Ze!!" Balas Bunda lagi Astaga! Bunda ada apa sih? Masih pagi udah nyuruh aku turun ke bawah. Aku belum mandi juga. Ufh... "Zezeeeee!" Astaga. "Iya Bun, Zeze turunn sekarang" Dengan cepat aku pun melompat turun dari ranjang kesayanganku. Lalu melesat pergi menghampiri Bundaku yang sedikit cerewet pagi ini. "Ada apa sih Bun?" Tanyaku saat sudah melewati semua undakan tangga Ku lihat Bunda sedang menyiapkan menu sarapan di meja makan. "Loh kok kamu belum mandi?" Protes Bunda melihatku yang masih berpakaian piama tidur. Hoamph--upss aku menguap. "Ntar aja deh bun, ini kan masih pagi.." jawabku cuek kemudian berjalan menghampiri meja makan. "Terus kamu mau apa sekarang?" "Mau sarapan. Kayaknya enak banget--" "Engga engga!" Bunda melarangku untuk duduk di salah satu kursi meja makan Aku pun menatap bunda bete, "Ih kenapa sih bun? Zeze laperrr bundaaa" rengekku mengusap perut yang sudah kruyuk-kruyuk Bunda menggeleng sambil terus menghalangiku yang ingin duduk. "Kamu gak boleh sarapan sebelum kamu mandi. Jangan jorok ah bunda gak suka!!" Kata bunda kejam Aku mendengus, "Tapi bun--" "Ada apa ini?" Ku lihat Ayahku yang ganteng baru saja muncul dari kamarnya Melihatku dan bunda bergantian seraya melangkah dan berhenti di sebelahku yang sedang menghadap ke arah bunda. "Ini loh yah si Zeze, masa dia mau sarapan sebelum mandi sih? Jorok banget tau gak" adu Bunda pada Ayah. Ish bunda nyebelin! "Sayang jangan gitu ah, ayah gak pernah ngajarin kamu jorok kayak gini yah!" Ujar Ayah ikut mengomeli Ya ampun ribet banget sih. Emang apa salahnya kalau aku sarapan sebelum mandi? Cacing-cacing di perut aku juga gak ada yang protes. Huh. ¤¤¤OurDestiny¤¤¤ "Ini rumah siapa sih yah?" Tanyaku pada ayah setengah berbisik "Ini rumahnya temen bunda kamu " jawab ayah yang duduk di sebelahku Temen bunda? "Maura!" Perhatianku dan ayah pun teralihkan ketika mendengar nama bunda di serukan oleh seseorang. Bunda lantas berdiri ketika--hey! Itukan tante cantik yang pernah bunda kenalin sama aku. Aku lupa namanya itu siapa yah? "Hey Ki?" Balas bunda yang sudah bercipika-cipiki dengan temannya itu Ah yah, aku ingat! Namanya itu tante Kiki. Jadi ini rumah tante Kiki? Besar banget. Dekorasinya juga bagus pula. Tapi ngomong-ngomong kenapa bunda ngajakin aku kesini yah? Ayah juga ikut lagi. "Hallo mas Rendi, apa kabar?" Sapa tante Kiki pada ayah "Baik. Mana suamimu?" Balas ayah akrab Loh jadi ayah juga udah kenal akrab sama temen bunda ini? "Kebetulan mas Ferry lagi ada urusan di kantornya, jadi tadi pagi-pagi banget dia udah pergi ke kantor." Jelas tante Kiki terlihat sedih Aku ngerti gimana rasanya jadi tante Kiki. Aku udah dewasa yah, usiaku udah 19 tahun dan kalau aku jadi tante Kiki pasti aku juga sedih. Weekend itu buat di nikmatin bersama di rumah bukan di tinggal sendiri karena masih sibuk ngurusin pekerjaan. "Hay cantik? Kita ketemu lagi" aku terhenyak saat tante Kiki menyapaku juga Aku tersenyum kikuk lantas meraih tangan tante Kiki sambil mengecup punggung tangannya. "Yuk duduk yuk." Tante Kiki mempersilahkan di susul dengan datangnya wanita paruh baya yang membawakan 4 cangkir minuman untuk menjamu kami. --- Author Pov Zevana mulai bete ketika orangtua dan teman dari bundanya itu semakin terlarut dalam perbincangan yang tidak di mengerti oleh Zevana. Meskipun sesekali Zevana mendengar namanya di sebut tapi dia tidak terlalu perduli. Dia justru malah tenggelam dalam chatingannya bersama salah satu sahabatnya. Zevana Hakim : sumpah gue bete :( Gitara Aulia : yaudah sih lo balik aja Zevana Hakim : manabisa? Klo bisa sih gw jga udh lakuin dri tdi Gitara Aulia : yaudah sabar aja klo gtu ({}) Zevana Hakim : :'( Zevana Hakim : kangen Rissyi:( Gitara Aulia : gue gananya:p Zevana Hakim : jahat lo! Gitara Aulia : hahaha Belum sempat Zevana mengetikkan balasan untuk Tara, tiba-tiba saja ia kebelet ingin buang air kecil. Duuh pengen pipis. Zevana pun menaruh smartphonenya di sisi tempat duduknya. Lalu dengan sedikit ragu ia mengintrupsi obrolan antara bunda dan temannya itu. "Emm tante.." ucap Zevana pelan Kiki menoleh, "Kenapa sayang?" Tanyanya lembut "Zeze boleh numpang ke kamar kecil gak?" Izin Zevana yang sudah tidak tahan "Boleh sayang, kamu tinggal lur--" "Makasih tante" Saking tidak kuatnya Zevana langsung berdiri dan melesat meninggalkan tempat duduknya. Bahkan Kiki saja belum sempat memberitahukan letak kamar kecilnya dimana. --- Zevana Pov Aduuhh kamar kecil sebelah mana sih? Aku juga kenapa langsung ngacir aja tanpa nanyain letak kamar kecilnya dimana. Habisnya aku udah gak tahan sih kebelet banget. Jadi aku langsung aja pergi tanpa keterangan. "Yaampun ini rumah luasnya berapa hektar sih? Nyari kamar kecil aja susah banget." Dumelku sambil sudah tak tahan ingin pipis. Kalau di rumah kamar kecil itu kan ada di deket dapur. Nah! Siapa tau di rumah ini juga sama. Oke, dapur dimana dapur? Tanpa babibu lagi aku langsung meluncur mencari dapur. Tak lama kemudian aku menemukan letak dapur yang begitu bersih dan luas. Disana ku lihat ada pintu coklat tertutup rapat yang menyudut. Oke sepertinya itu kamar kecil yang aku cari. Aku pun lekas berlari kesana. Cklek. Aku melongok sejenak untuk memastikan dan yeah aku bernafas lega karena di dalamnya terdapat seperangkat alat mandi yang biasa ku temui di kamar-kamar kecil lainnya. Aku pun masuk untuk menuntaskan hasrat ingin pipisku. "Haaahh legaa banget..." desahku sembari menutup kembali pintu coklat itu seperti semula. Saat aku hendak kembali ke ruangan tengah tadi sambil merapikan kemeja siffon yang sedikit kusut, mendadak kakiku menginjak sesuatu yang licin dan membuat tubuhku hilang keseimbangan. "Kyaaaaa" pekikku yang nyaris terjatuh ke lantai jika tidak ada sebuah tangan kekar yang menahan pinggangku saat ini. Aku kaget bahkan mukaku sudah sedikit pucat mungkin. Jantungku berdebar akibat rasa kaget itu. Dan mataku hanya tertuju lurus menatap sepasang mata hitam pekat yang kini tepat berada di depan wajahku. Oow siapa cowok ganteng ini? Kok wajahnya familiar. "Zevana?" Aku cepat tersadar saat namaku di sebut oleh-- "Rumy!" Itu suara tante Kiki kalau gak salah. Aku dan cowok ganteng yang masih melingkarkan tangannya di pinggangku pun serempak menoleh ke belakang. Ku dapati Bunda dan tante Kiki kini telah berdiri bersebelahan menatap ke arah ku dan-- "Kalian sedang apa?" Tanya tante Kiki melirik Bunda sekilas lalu menghampiri aku dan juga lelaki yang sudah menjauhkan lengannya di pinggangku tadi. "Tadi aku nolongin dia ma, dia hampir jatuh kepleset." Jelas lelaki yang baru ku tau namanya itu dengan nada datar. "Yaampun tapi kamu gak apa-apa Ze?" Tanya Bunda khawatir beringsut mendekatiku Aku menggeleng, "Engga bun, Zeze gak apa-apa" "Syukurlah," desah tante Kiki lalu menurunkan pandangannya ke lantai "Astaga! Bik Inaah ... biikkk" seru tante Kiki mungkin memanggil pembantunya Seorang wanita paruh baya pun muncul dari arah belakang. Lantas membungkuk sopan menghadap majikannya. "Iya nyonya?" Angguk wanita paruh baya itu "Bik Inah gimana sih? Liat tuh anak temen saya hampir kepleset gara-gara minyak itu. Bik Inah gak pel lantainya atau gimana?" Ku lihat tante Kiki memarahi pembantunya Yaampun aku jadi gak tega lihatnya. "Maaf nyah, tapi--" "Gak apa-apa kok tan, lagian aku juga yang salah. Gak liat kalo ada--" "Engga engga, justru ini kesalahan pembantu tante sayang." Potong tante Kiki cepat lalu kembali mengalihkan pandangannya ke bi Inah "Yaudah mending bibi cepet bersihin sekarang. Saya gak mau yah ada orang yang hampir jatuh lagi cuman gara-gara keteledoran bik Inah!" "Ma udah lah ma.. gak usah marah-marah ah." Ucap anaknya sembari mengusap punggung tante Kiki menenangkan. "Ya abisnya mama kesel, bik Inah ini tuh kerja disini bukan baru sebulan atau dua bulan tapi udah bertahun-tahun bahkan di saat kamu masih kecil pun bik Inah udah kerja disini. Tapi--" "Yaudah ah gak usah di perpanjang. Namanya juga manusia bisa lupa sama hal kecil kayak gitu." Tukas Rumy sabar dan sukses bikin aku kagum. ¤¤¤OurDestiny¤¤¤ Hari ini aku pulang cepet. Tadi cuman ada satu mata kuliah di kampus. Dan sekarang aku lagi duduk berhadapan dengan pacarku tercinta di excelent cafe, tak jauh dari kampus tempat kami kuliah. "Sayang nanti malem kamu bisa keluar gak ?" Tanya Rissyi menggenggam tanganku hangat. Aku mengernyit, "Emang kenapa?" "Aku mau ngajakin kamu ke suatu tempat. Bisa gak kamu izin keluar sama ayah bunda kamu?" "Emmm kenapa gak kamu aja yang minta izin? Sekalian kamu kenalan gitu sama ayah dan bunda aku" tatapku berharap semoga Rissyi mau di ajak menemui orangtua ku kali ini Ku lihat Rissyi tampak berpikir, sepertinya Rissyi selalu kesulitan kalau aku memintanya untuk menemui ayah dan bunda. Padahal kan ayah sama bunda juga gak akan gigit. Huft! "Gini loh yang, "katanya mempererat genggaman di tanganku "Aku pasti bakalan nemuin orang tua kamu.. tapi gak sekarang-sekarang" "Kenapa?" Tanyaku heran Rissyi menghela nafasnya sembari menunduk sejenak, "Aku pengen orang tua kamu itu bangga kalau kamu punya pacar kayak aku. Jadi aku mau sukses dulu sayang.." Sukses? Maksudnya apaan? Aku benar-benar bingung di buatnya. "Sukses gimana? Aku gak ngerti " gelengku meminta penjelasan "Ehem.. maksud aku--" Ditengah pembicaraannya tiba-tiba saja ponselnya berdering. Membuat Rissyi melepaskan genggamannya dan beralih merogoh ponsel dalam saku celananya. "Bentar sayang aku angkat dulu " izinnya sembari beranjak meniggalkanku Aku heran melihat gelagat Rissyi. Kenapa juga dia gak angkat telponnya di depan aku aja? Bikin curiga deh. Sebel! Aku mengaduk-aduk tiramisueku dengan sendok plastik yang di sediakan. Rasanya semakin hari Rissyi semakin berubah. Di tambah lagi dia jadi aneh, masa mau ketemu sama orangtua aku aja dia pengen sukses dulu. Emangnya ayah sama bunda itu tipe orang tua matre? Ugh. Nyebelin! "Yang .." dia kembali dan raut panik menghiasi wajah gantengnya. "Kenapa?" Tanyaku meletakkan sendok plastiknya di tepi cangkir "Aku duluan pulang gak apa-apa yah?" Izinnya mendadak "Loh emang kenapa?" "Anu .. sodaraku kecelakaan. Dia keserempet motor dan aku di minta dateng ke TKP sekarang " jelasnya terburu-buru "Yaudah kalo gitu aku ikut!" Pintaku seraya berdiri "Engga engga! Kamu jangan ikut" larangnya cepat "Kenapa? Aku juga pengen bantuin sodara kamu.." desakku tak mau tau. Rissyi meremas rambutnya kasar, "Pliss buat kali ini nurut sama aku! Aku terkejut saat dia membentakku. Rissyi kenapa? Baru kali ini aku di bentak dia. Dan aku pengen nangis sekarang. Aku menunduk. Kembali mendudukkan diri di tempat semula. Kedua tanganku saling meremas dan air mata pun menetes tanpa bisa ku cegah. Aku cengeng? Memang. "Sayang sayang maaf.. aku gak bermaksud buat bentak kamu yang, aku--arghhtt!!" Erangnya lantas menghampiriku yang sudah meloloskan isak tangis kecil Rissyi berada di bawah kakiku sekarang. Dia berlutut di hadapanku yang masih duduk di kursi. Dia meraih tanganku dan mengecupnya lama. "Sayang plis jangan nangis. Maafin aku.. aku gak niat buat bentak kamu. Aku cuman lagi panik yang..." katanya mencoba menatapku Aku tidak balas menatapnya. Aku hanya menangis dan tak berbicara apa-apa. Ntahlah akhir-akhir ini Rissyi sudah semakin berubah. Gak sebaik dan semanis awal-awal pacaran. Dan aku benci akan perubahan itu! --- Hujan turun. Dan aku belum pulang ke rumah. "Kok malah hujan sih " gumamku kesal karena hujan turun tanpa melihat keadaan. Oke! Gak seharusnya aku salahin hujan. Ini salahku mutlak karena pasca di tinggal Rissyi tadi aku tidak langsung pulang. Aku justru berlama-lama di cafe sampai rasa bosan melanda. Dan inilah akibatnya. Aku kejebak hujan. Hufttt.... Aku melirik jam tanganku, sudah pukul 4 sore dan bunda pasti sedang khawatir. Apalagi sekarang hujan, aku belum juga sampai ke rumah. Krining krining krining Itu nada dering telponku. Sedikit jadul? Aku gak perduli. Yang penting hpku bukan hp jadul. Haha gak penting untukku bahas! Aku melihat nama bunda terpampang di layar smartphoneku. Panjang umur, baru saja aku bahas. Ku geser tanda hijau ke sebelah kanan. Ku tempelkan smartphone hitam ini di telinga kananku. "Hallo bun?" Sambutku "Kamu dimana Ze? Ini hujan loh sayang." Tanya Bunda sedikit panik Anak balita juga tau bun kalau sekarang hujan. "Ze lagi neduh di halte bun.. nungguin taksi lewat tapi gak muncul juga." Ujarku bete "Yaampun.. terus kapan kamu mau pulang?" Aku mendesah, pertanyaan bunda ini bikin aku gemes pengen nyubit pipinya, "Ya kalo ada taksi lewat Ze langsung pulang bun.." jawabku sembari menadahkan tangan ke langit Tetesan air hujan pun langsung menyerbu kulit tanganku hingga basah. "Yaudah Ze, kamu jangan kemana-mana bunda mau minta tolong sama nak Rumy buat jemput kamu kesana." Kata Bunda yang sukses bikin aku tertegun Rumy? Kayaknya aku pernah denger nama itu. Tapi dimana?? "Yaudah yah Ze nanti bunda kabarin lagi kalau udah dapet persetujuan dari nak Rumynya." Tambah bunda lagi di tengah aku yang masih berpikir "Bentar bun, Rumy itu siapa?" Tidak ada jawaban! "Hallo bun.. hallo...?" Ku jauhkan smartphone dari telingaku. Astaga! Ternyata bunda udah putusin sambungannya. Huh kesel. ---- Sebuah forturner hitam metalic tampak berhenti tepat di depan halte yang sedang ku huni sendiri. Aku yang mulanya sedang duduk menopang dagu pun lekas berdiri saat sebuah kaki terbungkus sepatu pentopel coklat keluar dari mobil mewah itu. Aku bisa melihat dengan jelas ketika seorang lelaki dengan setelan kerja yang melekat di tubuh tegapnya turun dari mobil itu dan kini menoleh ke arahku yang sedang menatapnya tak berkedip. Loh ini kan-- "Aku Rumy.. senang bisa ketemu lagi." Ucapnya basa-basi yang ntah sejak kapan sudah berdiri di hadapanku dengan uluran tangan kanannya yang mengarah padaku. Nah! Aku baru ingat sekarang. Rumy itu anaknya tante Kiki yang sempat menolongku pas aku mau jatuh kepleset di lantai dapurnya. Remember? Tapi bytheway kenapa Bunda bisa seberani itu sampai minta anaknya tante Kiki ini jemput aku? "Oh yah, apa aku boleh tau namamu?" Suara baritonnya kembali bersua saat aku masih menatapnya bergeming Oke! Aku mengerjap detik itu juga. Ku lihat tangannya yang masih terulur, lekas ku terima uluran tangannya sambil memperkenalkan diri. "Aku Zevana.. panggil aja Zeze." Senyumku mengulas, mencoba untuk bersikap ramah pada anaknya tante Kiki ini. Rumy mengangguk, tapi tidak membalas senyumanku. Ada apa dengan dia? Susah banget buat senyum kayaknya. Lagi sariawan bang? "Aku di minta mama kamu buat jemput kamu, jadi ayo aku antar pulang!" Ajaknya yang langsung ku angguki Hujan semakin deras dan aku iya iya aja saat di ajaknya pulang. "Masuk aja lewat sini, biar tubuh kamu gak kena air hujan." Katanya mempersilahkan Sejenak aku menatapnya, dia gak berekspresi banget. Bahkan nada bicaranya aja selalu datar. Titisan siluman penggaris huh? "Ayo masuk lah!" Aku terkesiap saat dia kembali menyuruhku masuk. "Ah? I--iya..." anggukku spontan dan lekas masuk ke dalam mobil mahalnya melalui pintu pengemudi. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD