3. Taruhan Mencari Sugar baby

1632 Words
Matahari yang semula bersinar terang kini cahayanya sudah meredup. Angin sore berhembus kencang menyingkapkan rok berwarna abu dengan panjang selutut milik dua orang gadis. Kedua gadis itu tengah berjalan menuju gerbang sekolah, mereka sudah selesai mengikuti ekstrakulikuler.  Satpam sekolah tersenyum dan mengangguk pada kedua gadis yang berambut hitam dan tinggi mereka yang terlihat sama. Satpam itu memang selalu bersikap ramah dan disukai murid-murid SMA. Kedua gadis menunggu mobil jemputan sambil berdiri di depan pintu gerbang. Menyilangkan kaki dan bersandar pada tembok gerbang yang berwarna putih. Sekolah ini adalah sekolah favorit di Jakarta. Hanya murid-murid yang pintar yang bisa bersekolah disini. Lama mereka menunggu. Seorang pria yang sudah berumur kira-kira berkepala empat mengedipkan sebelah mata pada gadis yang mengenakan sweater merah jambu. Mengendarai sepeda berwarna hitam melewati kedua gadis. Aroma parfum maskulin menyerbak dari tubuh pria itu hingga tercium pada indra penciuman kedua gadis. Gadis yang mengenakan ransel berwarna hitam menoleh ke arah temannya. "Ga salah? Barusan lo di kedipin om-om!" Menepuk pundak rekannya yang tegang dan seolah tidak percaya. "Idih … itu om-om genit banget, dah. Takut gue." Kedua tangan menyilang dan mengusap bagian pundak. Bulu kuduknya seakan berdiri semua. "Muke lu kayaknya disukai om-om gitu, deh. Buktinya ini kali kedua lo di godain sama pria berumur. Mending kalo masih muda. Ini udah pada tuir, Tsay." Mencolek hidung gadis yang ia ejek dengan jari telunjuknya. "Muka gue, gimana?" Mengangkat kedua alisnya. Ia tidak terima di katai seperti itu. "Orang muka anak baru gede. Lo ngejek gue mukanya boros?" tebaknya menantang sang sahabat. "Bukan gaya hidup aja yang kata orang boros, ya." Menyangga dagu dengan telunjuknya. "Muka juga bisa aja boros!" Menunjuk wajah polos yang tidak menggunakan makeup. "Ini kata orang dan hasil analisis gue, ya!" Mengerutkan dahi seraya memperhatikan rekannya dari atas sampai bawah. "Body lo!" Menunjuk bagian d**a yang terlihat besar dan menonjol. "Udah kaya mba-mba yang punya body S-Line." Isi kepalanya membayangkan gadis-gadis model di majalah fashion.  Telunjuknya kini mengarah ke bagian wajah. "Muka lo, dan-" Menunjuk dari atas sampai bawah. "Semua-muanya ga sebanding sama umur lo yang baru menginjak sweet seventeen." "Lo tega ngejek gue, ya!" bentaknya. "Ini realita. Lo tau, kan. Gue orangnya jujur dan ceplas-ceplos apa adanya."  "Hmmmm …. Rahma, lo ngeselin, deh!" Kini ia bingung temannya ini mengajak ia bercanda atau mengajaknya ribut. Dari tadi mengejeknya tanpa henti. Jika menjadi detektif dadakan, kenapa harus menganalisis sekaligus mengejek tubuh orang lain. Agak membingungkan juga. Antara mengejek atau memuji body dirinya yang memang indah. Tapi … kata yang kurang mengenakkan di hati adalah disukai om-om. Ucapan Rahma bisa dibilang body shaming atau bukan, ya? Bisa di tindak pidana kali, ya? Ingin rasanya ia melaporkan sahabatnya itu ke pihak yang berwajib. "Ceplas-ceplos, jujur dan apa adanya, sih, bagus. Tapi jangan ujung-ujungnya ngejek gue gitu, dong. Seharian ini gue serasa di bully ama lo terus." Bibirnya kini mengerucut. "Lo kayaknya kelebihan makan ayam suntik, makanan kaleng, berpormalin dan kebanyakan micin. Generasi +68!" Mengibas-ngibaskan jari telunjuknya di udara. "Generasi +62 kali, Rahma," sentaknya yang kesal dikatai kebanyakan makan makanan seperti itu. "Lah iya. Kebanyakan makan ayam suntik. Lo jadi cepet berkembang. Berkembang sebelum waktunya," ejeknya lagi. Tapi perkataan ini sedikit menyentil hati sahabatnya. Pasalnya memang sang sahabat sering mengkonsumsi makanan seperti itu karena hidup seorang diri dan serba pas-pasan. "Lo sexy dan muka lo dewasa sebelum masanya, Jesika," paparnya lagi. Ia sangat suka menjahili sahabat yang sudah bersamanya selama di bangku sekolah menengah atas itu. Dia juga menjadikan Jesika sebagai guru lesnya. "Terus muka lo kekurangan merkuri, ya? Makanya muka lo kaya anak es- em- peh," ejek Jesika karena Rahma memiliki wajah baby face dan body lurus seperti tiang listrik. Mereka berbanding terbalik 180'. Jesika berwajah cantik oriental dan terkesan dewasa dengan body aduhai. Rahma yang memiliki wajah baby face, manis dan tubuh lurus tanpa lekukan. Hanya tinggi dan rambut mereka saja yang terlihat sama. "Biarin! Mending baby face daripada muka boros kaya, lo!" Rahma menjulurkan lidah. "Muka, lo disukai om-om!" Di mengkatai lagi sang sahabat yang wajahnya memerah karena emosi. Mobil hitam yang menjemput Rahma kini sudah terparkir di depan mata. "Ayo pulang, muka boros!" Rahma membuka pintu mobil dan bersiap untuk masuk. "Kaga mau! Gue pulang naik ojek online aja atau angkot," ujarnya yang tidak mau menumpang di mobil sahabat yang sedari tadi berdebat dengannya. Jesika berjalan cepat tidak menoleh pada Rahma. Ia berhasil mendahului mobil yang masih terparkir. "Pak. Jalanin mobil tepat di sebelah Jesika, ya!" pintanya pada pak supir. Kini mobil dijalankan pelan di sebelah Jesika yang tengah berjalan. Rahma membuka jendela pintu mobil. Menyandarkan dagu di tepi pintu sambil memperhatikan Jesika yang tengah berjalan. "Tu, tuh …. awas diculik om-om, lho. Jalan sendirian. Udah mau malem pula!" Tawa Rahma yang menakut-nakuti Jesika. Jesika tidak menghiraukan Rahma yang menakutinya. "Itu om-om yang tadi, Jes!" Tunjuk Rahma ke arah selatan Jesika. Membuat temannya langsung menoleh dan ketakutan. "Hahahaha. Ayo naik! Ntar kalo beneran di samperin om yang tadi, gimana? Hmmmm kebanyang mau di apain sama om itu pas lo sendirian!" Rahma kembali menakut-nakuti sahabatnya lagi. "Ih, lo jail nakut-nakutin mulu!" Jesika memajukan kedua bibirnya. Wajah itu makin terlihat lucu dan menggemaskan. Rahma semakin suka untuk menjahilinya. "Ayo naik!" ajaknya sambil membuka pintu mobil. Jesika yang merasa takut di ganggu oleh om-om, masuk dan duduk di sebelah Rahma. Ia menyilangkan tangan di depan d**a dan menghadap kaca. "Nah … gitu dong. Kan, lo selamat sampe rumah kalo pulang bareng gue!" ~LianaAdrawi~ Sebuah kafe di kawasan metropolitan di sewa oleh sekumpulan pria yang sudah berumur dan memiliki keluarga. Penampilan mereka sangat menawan dengan style khas masing-masing. Tidak terlihat sama sekali sudah berumur kepala tiga. Ini adalah jadwal mereka berkumpul dan bercengkrama. Meski sudah memiliki keluarga dan segudang kesibukan, mereka sempatkan untuk bertemu dan melepas rindu. Persahabatan sudah terjalin dari bangku sekolah menengah atas hingga saat ini. Generasi menolak tua yang mengoleskan semir rambut berwarna hitam setiap bulan. Berolahraga untuk menjaga kebugaran dan bentuk tubuh. Makanan sehat dan bebas rokok untuk menjaga stamina. Aroma parfum mewah dari tubuh masing-masing pria menyerbak di ruangan yang mereka tempati. Semuanya duduk bersantai di atas sofa berwarna gold dan meja yang penuh dengan makanan. Sesekali mereka melanggar aturan sehat dengan meminum alkohol bersama, seperti saat ini. Salah seorang pria membuktikan percakapan. "Punya sugar baby itu menyenangkan, lho. Beruntung tidak seumuran dengan anakku yang masih kecil," ujarnya menceritakan bahwa dia sudah memiliki sugar baby sambil meneguk segelas alkohol. "Bener katamu, Bro. Kemaren aku coba sembunyi-sembunyi punya sugar baby juga," ujar rekan lain yang juga mencoba memiliki sugar baby. Saat ini memiliki sugar baby sedang trend. "Gadis-gadis anak baru gede memang menggemaskan. Ini bisa jadi salah satu cara kita untuk awet muda. Sensasi bergaul dan interaksi dengan anak muda memang berbeda," jelasnya yang merasa terlahir kembali setelah merasakan romansa dengan gadis SMA. "Memang apa enaknya? Bukannya merepotkan memiliki anak kecil yang menempel ke kita, meminta barang atau uang lalu, harus bersembunyi dan berhati-hati agar tidak diketahui oleh istri sah kita?" ujar seorang pria yang bertubuh proporsional dan mengenakan kemeja berwarna hitam. "Enak, dong. Daur muda itu masih ting-ting, singset, rapet dan menggemaskan. Ga masalah harus keluar uang banyak dan harus sembunyi-sembunyian dari istri. Yang penting hati kita senang, awet muda dan terhibur dengan kehadirannya. Benar begitu gengs?" tanyanya pada rekan lain yang juga sama memiliki sugar baby. Semua yang merasa memiliki sugar baby mengangkat kedua jempolnya. "Daripada ke klub malam, nganu sama gadis-gadis yang di icip rame-rame dengan segala macam panjang dan bentuk batang. Mending gadis manis yang masih ting-ting! Berani bayar mahal, ya ga?" Menunjuk ke arah teman-temannya yang tadi memberikan jempol. Mereka kembali mengangkat kedua jempolnya. Suara riuh tawa mengudara. Cafe yang hanya di huni oleh mereka terasa ramai. "Lantas … mau coba juga sensasinya, Bro?" Menepuk pundak pria yang tidak memiliki sugar baby itu. "Apaan, sih. Buang-buang waktu!" sanggahnya sambil memberi ekspresi dingin. "Uh … kalo punya sugar baby berarti seumuran sama anakmu yang SMA, ya. Habis dulu nikah muda. Tapi … coba, deh. Waktu akan terasa berharga dengan gadis yang menggemaskan. Istrimu sudah tak manis dan menggemaskan lagi!" Perkataan itu sengaja dilontarkan agar rekannya mau mencoba mengikuti jejak dia. "Udah lama ga di belai, kan? Istrimu cuek juga," ejeknya agar pria itu berubah pikiran. Dia diam tanpa kata. Memikirkan memang ada benarnya ucapan itu. Istrinya sudah tidak muda lagi dan bersikap cuek.  "Mau di cariin apa nyari sendiri, Biyan?" Temannya itu menawarkan bantuan. "Ga usah, makasih!" Pria yang bernama Biyan itu menolak dicarikan sugar baby. "Aku bisa cari sendiri!" ujarnya yang membuat semua teman kaget. Semua orang saling pandang seolah tak percaya. Biyan bukan orang yang mudah terpengaruh. Kali ini dengan mudah ia terpengaruh dan ikut ajakan mereka. Terlintas sebuah ide tantangan. Tujuh orang pria di ruangan itu menantang Biyan untuk mencari sugar baby sendiri tanpa dari agensi. Mereka memberikan waktu selama tiga bulan. Ini juga sebagai taruhan mereka. Jika Biyan berhasil. Maka, semua harus berfoto telanjang bersama di kafe favorit mereka. Jika Biyan gagal, pria itu yang harus foto telanjang tanpa busana dan di pajang di ruang pribadi tempat nongkrong mereka. Jika bertaruh dengan uang, sungguh sangat mudah mereka membayarnya. Karena mereka dari kalangan atas dan memiliki banyak pundi-pundi harta. Maka, pertaruhan tersebut di buat konyol dan memalukan. "Okey. Aku setuju! Mulai besok, aku akan beraksi mencari sugar baby sendiri!" ujarnya yang menganggap hal itu enteng. "Ets … tidak semudah itu. Cari sugar baby yang masih perawan, muda, dan pastinya berbeda dengan gadis lain. Dalam artian bukan gadis sembarangan dan murahan. Jadi, misi ini tidaklah mudah." Menegaskan tantangannya agar tidak begitu saja bisa di jalankan. "Tentunya jika gadis yang murahan sangat gampang di rayu dan di ajak nganu. O iya, tambahan tantangan kami. Cari gadis yang bersekolah satu sekolah dengan anak bujanganmu!" Tambahnya lagi. Tantangan menjadi sulit. "Baik," jawab Biyan singkat. "Baik, Daddy yang bodynya sixpack dengan d**a bidang dan perut empat dadu seperti roti sobek. Kita tunggu tanggal mainnya!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD