bc

Berondong Bucin Satset

book_age18+
863
FOLLOW
5.4K
READ
HE
playboy
doctor
single mother
blue collar
drama
bxg
bold
office/work place
nurse
seductive
like
intro-logo
Blurb

Saat Dieter telah menginginkan seseorang maka dia tidak akan bisa dihalangi. Dimatanya Thea memenuhi semua syarat yang dia inginkan untuk dia jadikan sebagai seorang istri, keputusannya untuk mempersunting wanita itu merupakan sebuah pilihan yang paling tepat untuk sang dokter muda.

Namun sayangnya, Thea tidak berpikir demikian. Dia hanya melihat Dieter sebagai putra dari pemilik rumah sakit tempat dia bekerja, menganggap Dieter sebatas rekan kerja meskipun pria itu memperlihatkan ketertarikannya dengan jelas. Thea berpikir bahwa hubungan mereka tidak akan pernah berhasil. Dieter lebih muda darinya dan masih belum dewasa, sedangkan Thea adalah perempuan yang sudah pernah menikah dan memiliki seorang anak.

Lagipula dunianya telah runtuh ketika rumah tangganya sendiri tidak berjalan dengan baik dimasa lalu. Suaminya memilih untuk pergi tanpa ada keputusan perceraian dari pengadilan. Menggantung statusnya sebagai istri orang tanpa ada penyelesaian yang benar. Karena itu Thea tidak ingin mengulang hal yang sama. Dia tidak sanggup bila harus menikah lagi tanpa adanya cinta dan komitmen yang jelas dan memilih menutup hatinya rapat-rapat.

chap-preview
Free preview
Kesan Pertama Sungguh Menggoda
“Sebenarnya alasanku memanggil karena aku ingin menanyakan keadaanmu.” Thea hanya dapat tersenyum penuh rasa terima kasih kepada sang pria yang ada dihadapannya. “Saya baik-baik saja.” “Baik?” sebelah alis Gustav terangkat. “Jawaban itu tidak cukup buatku. Kamu harus memberitahuku juga soal perasaanmu, apa kamu menjalani hari-harimu dengan baik?” Thea memandangi pria yang sudah dia anggap seperti ayahnya sendiri tersebut, menimbang jawaban apa yang paling baik dan yang lebih penting menghapus seluruh kecemasan yang terlalu jelas diwajahnya. Dia jelas-jelas tidak bisa menceritakan yang sebenarnya kepada pria baik hati itu. Bahwa sesungguhnya jauh di dalam dirinya dia terluka sangat parah sampai rasanya hampir sulit untuk bernapas. Bahwa dia sangatlah kesepian, sedih dan kadang-kadang rasa takut menghampiri. Dia hanya memaksakan diri untuk kuat demi anak. Walaupun kenyataan yang dia hadapi terasa begitu intens dan mencekik. Dia merasa sudah begitu sepanjang tahun sejak— Thea segera mengenyahkan kenangan pahit itu cepat-cepat. Sudah sejak lama dia membuat peraturan bagi dirinya sendiri untuk tidak membuka luka masa lalu. Tapi kalau dia sampai dipanggil begini oleh kepala rumah sakit, sudah jelas ada yang tidak beres dengan caranya bekerja dan ketidakmapuan Thea dalam menyembunyikan perasaannya. Atau mungkin ada hal yang lebih penting? Apakah dia akan dipecat? “Apa ada sesuatu yang tidak beres, Pak?” tanya wanita perempuan itu agak panik. “Saya tahu kalau saya ini terkesan meminta terlalu banyak. Saya tidak bisa bekerja tiga shift seperti para perawat lain, tapi—” “Thea,” sela Gustav cepat. “Aku tidak sedang ingin membicarakan soal itu. Aku sangat mengerti keadaanmu dan walaupun kamu hanya bekerja satu shift. Tapi kamu melakukan pekerjaanmu dengan sangat baik. Kamu berdedikasi tinggi dengan semua tugasmu dan tidak pernah mengeluh. Malah para pasien selalu memuji dan menyukaimu. Keingintahuanku sekarang adalah seratus persen bersifat pribadi. Aku, Rike, dan Cheryl. Kami semua sangat mengkhawatirkanmu.” Gustav mengamati wajah Thea dan menemukan adanya lingkaran hitam dibawah matanya. Belum lagi ada kantung mata, walaupun perempuan itu berupaya menutupinya dengan make up. “Kamu jelas kurang tidur, Thea. Kenapa kau berusaha menutupinya dariku begini?” katanya dengan nada bicara yang jelas tidak senang. “Saya baik-baik saja Pak Gustav, sungguh. Saya suka berada disini.” Akhirnya Thea memberikan jawaban yang paling diplomatis menurutnya. Itu adalah jawaban yang jujur, dia memang menyukai tempat itu. Pindah ke Bandung adalah hal terbaik yang pernah terjadi padanya setelah sekian lama. “Kamu bisa minta bantuan padaku kalau kamu punya kesulitan. Ingat hanya perlu bilang saja. Kamu tahu betul kalau kamu sudah aku anggap sebagai anakku sendiri?” “Terima kasih, tapi sekarang saya tidak memerlukan bantuan apa-apa.” Dia berbohong. Ya, sekarang dia melakukan hal itu agar pria baik hati ini tidak terlalu dia repotkan lebih jauh. Dia tidak ingin membebani pria paruh baya itu. Jikalau dia jujur dan berterus terang, dia pasti akan berakhir merepotkan mereka. Thea tidak ingin seperti itu. “Baiklah kalau begitu menurutmu. Aku tidak akan memaksamu untuk bicara.” Gustav menyerah mengorek lebih dalam. Thea diam-diam bernapas lega dengan keputusan sang kepala rumah sakit. “Tapi aku ingin tahu pendapatmu tentang apartment yang kamu tinggali.” “Sangat sempurna,” jawab Thea cepat. Dia memang sangat menyukai apartment yang dipinjamkan kepadanya itu. Setelah sebelumnya berada di kontrakan kumuh yang sempit dan lembab dipinggiran kota, tentu saja apartment yang diberikan sebagai kebijaksanaan Pak Gustav lebih seperti sebuah impian yang menjadi kenyataan untuknya. Pria itu terlalu murah hati. “Kamu begitu suka dengan tempat itu sampai kamu tidak mau keluar setelah masuk ke dalamnya?” “Saya keluar untuk bekerja,” sahut Thea singkat dan lugas. “Ya ampun, bukan itu yang aku maksud, Nak.” Thea sebenarnya tahu apa yang pria baik itu maksudkan. Hanya saja dia sedang mencoba mengelak sebisanya. “Saya tahu apa yang Anda maksud, Dr. Gustav. Tapi untuk saat ini saya tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis.” Thea sama sekali tidak bisa membayangkan memulai hubungan baru dengan pria manapun. Luka yang dia miliki dihatinya masih menganga dan terlalu sulit untuk dapat disembuhkan. Dia masih perlu waktu, atau mungkin tidak akan pernah sama sekali dia membuka hatinya. Gustav mengangguk pelan. “Tapi setidaknya cobalah, Thea. Tidak ada salahnya pergi keluar dan bersosialisasi. Kamu perlu berkenalan dengan orang baru dan memulai hubungan baru. Setidaknya untuk networking?” Itu memang bukan sebuah nasehat kosong. Tapi Thea tidak tahu caranya. Dia tidak pernah punya pengalaman memulai sebuah hubungan asmara. Bahkan pria pertama dan terakhir yang memenuhi hidupnya adalah Derek yang dia kenal sejak berusia lima tahun dan punya anggapan bahwa suatu hari mereka menikah. Dia tidak pernah membayangkan bahwa cinta mereka takkan berlangsung selamanya. Seluruh konsep soal pergi keluar, mengenal pria baru, dan berakhir memulai sebuah hubungan asmara adalah hal yang paling asing yang ada di kepalanya. Thea tersenyum lembut. “Kalian sangat baik pada saya, memberi saya pekerjaan, tempat tinggal gratis, dan bahkan sangat perhatian pada saya seperti ini. Sungguh, saya tidak tahu bagaimana membalas jasa kalian.” Gustav menepuk sayang puncak kepala Thea. “Jangan pikirkan sesuatu yang dangkal seperti itu. Kamu adalah salah satu putriku, ingat saja tentang itu, oke? Oh iya datanglah ke rumah, sekalian bawa Nolan juga. Cheryl kangen sekali padanya.” Thea mengangguk sementara Gustav melangkah menuju ke pintu keluar. Thea juga melakukan hal yang sama, konversasi diantara mereka sudah berakhir. Tapi sebelum Gustav benar-benar membuka pintu dia berhenti lagi dan menatap Thea yang sudah berdiri di belakangnya. “Putra sulungku akan datang hari ini,” ujarnya. “Dia tentu akan menjadi bantuan yang sangat besar untuk klinik ini,” sahut Thea dengan senyuman tulusnya. Gustav membukakan pintu untuk Thea lewati sebelum dia menutupnya dari luar dan mereka kini berdiri di lorong rumah sakit. Pria itu mencebik, dan melambaikan tangannya dengan cepat. “Firasatku mengatakan dia akan menggeser posisiku di rumah sakit ini cepat atau lambat.” Thea tertawa, dia tahu bahwa Gustav hanya berpura-pura sebal padahal sebenarnya dia sangat bangga pada putra sulungnya yang juga berprofesi sebagai seorang dokter tersebut. “Bukankah memang sudah seharusnya? Dia memang akan menjadi pewarismu kan?” “Aku belum terlalu tua untuk mundur dari posisiku sekarang, aku tidak akan menyerahkan posisi ini dengan mudah kepada pemuda bau kencur macam dia.” Gustav berkata dengan penuh keyakinan dan bergegas pergi. Thea sendiri selepas kepergiaannya segera menuju ke ruangan para perawat dan mengeluarkan sebuah mantel untuk dia kenakan di tubuhnya. Dia juga mengambil sebuah tas besar yang berisi alat-alat standar untuk pemeriksaan. Perlu waktu lima menit sampai di halte bus, dan itu pun dia perlu menyebrang lebih dulu. Ketika lampu lalu lintas berwarna hijau untuk pejalan kaki, Thea segera bergegas untuk menyebrang, tapi sialnya sebuah motor sport berwarna hitam melaju dengan kecepatan kencang dan nyaris menabraknya. Untungnya tidak terjadi kecelakaan dan Thea juga tidak terluka hanya saja tasnya terjatuh dan isinya berserakan di jalan. “Maaf, aku sedang terburu-buru. Apa kau terluka?” Sebuah suara yang dalam dari balik punggung Thea membuatnya menoleh ke belakang, dia mengerjap beberapa saat tatkala menatap aura maskulin seorang pria yang mengulurkan tangan kepadanya. Setelah kulit hitam mencetak rangka bahu berotot dan kaki jenjang yang kokoh tanpa melepas helm full-face yang dia kenakan. Thea sejujurnya sangat marah sekarang. Tapi dia merasa perlu membereskan semua hal yang kepalang bercecer di jalanan tanpa perlu menghalangi kendaraan yang hendak melaju. Amarah dia simpan lebih dulu dan pria itu juga membantu membereskan kekacauan yang dia sebabkan. Untungnya mereka selesai tepat sebelum lampu lalu lintas berwarna hijau untuk kendaraan. Ketika mereka berada di trotoar. Barulah si pria menarik lepas helmnya, memperlihatkan rambut hitam kelam berpotongan pendek dan sepasang mata yang sama kelamnya. Pria itu duduk bertumpu pada satu lutut dan wajahnya berada cukup dekat dengan Thea. Sungguh, saat itu rasanya dia ingin segera pergi dari sana saja secepatnya. Ada sesuatu dalam diri pria itu yang menyalakan peringatan tanda bahaya di benak Thea. “Lain kali gunakan mata dan otakmu saat berkendara. Kamu nyaris membuatku menjadi korban kecelakaan tadi.” Omel Thea yang teringat kembali dengan rasa marahnya dan buru-buru berdiri. “Anu, kamu melupakan ini.” Thea memutar tubuhnya membuat wanita itu kembali berhadap dengan si pemuda. “Ingat nasehatku tadi,” ucapnya sambil mengambil tas yang disodorkan pria itu kepadanya. Pemuda kurang ajar itu malah tersenyum dan menatap Thea dengan tatapan intens yang jujur saja agak mengusik. “Aku mulai berpendapat bahwa hari ini hari keberuntunganku,” sahutnya pelan, dan Thea bisa merasakan pipinya mendadak hangat. Apa pria ini sedang mencoba menggodanya? Sudah lama rasanya tidak ada pria yang berani menggodanya terang-terangan begini sehingga Thea tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Dia dengan tergesa membuang muka lalu berjalan dengan agak tergesa. Dia merasa kikuk dan konyol, buat apa dia harus salah tingkah dan malu-malu coba? Tapi belum pula agak jauh, pergerakan kakinya dihentikan. Tangannya tertambat. “Setidaknya sebelum pergi, tidak bisakah kau memberiku nama?” tanya pria itu. “Kenapa?” “Karena aku mau mengenalmu,” jawab si pemuda terus terang. “Untuk?” “Ayolah cantik,” ujarnya lagi dengan agak memaksa, dia agak persisten untuk hal kecil ini. “Beritahu saja namamu atau besok kamu akan menemukan sketsa wajahmu tersebar di wilayah kota ini.” Wajah Thea membelalak. “Kamu gila!” Pemuda itu angkat bahu tak acuh. “Mau sebutkan atau tidak, nih?” “Thea, namaku Thea,” katanya yang diikuti dengan menepis tangan si pemuda yang menjeratnya dan kebetulannya bus berhenti tepat di depan halte sehingga Thea langsung naik ke dalam tanpa merasa perlu berbalik melihat orang aneh itu lagi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook