Empat

1073 Words
Hari ini William sedikit terburu-buru, jadi tidak sarapan dan juga tidak membawa bekal makan siangnya. Karena itu dia meminta  Mira untuk mengantar makan siangnya ke kantor. Terbiasa dengan makanan rumahnan, membuat William nyaman, hingga dia enggan makan dari kantin perusahaan atau restoran dekat kantornya. William melihat jam tangannya, sudah jam dua belas lewat tiga puluh menit, namun Mira tidak kunjung datang. William akan menunggu setengah jam lagi. Karena Mira ijin untuk menjemput Mikha terlebih dahulu baru mengantar makannya.  Mira tiba di depan gedung kantor William pada pukul Dua belas lewat tigapuluh lima menit. "Mikha mau tunggu di mobil atau ikut Tante ke ruangan Papa?" Tanya Mira pada anak asuhnya itu. "Mikha mau ikut, Tante" Jawab gadis kecil itu kalem. "Iya sudah, ayo turun," ajak Mira.  Mereka berjalan memasuki lobby gedung kantor William. Mira menggenggam tangan Mikha. Selama lima tahun bekerja dengan William ini pertama kalinya dia ke kantor William. Dan Mira sedikit tidak nyaman dengan tatapan orang-orang kepdanya.  "Ada yang bisa kami bantu,Bu?" Tanya resepsionis, tatapannya menilai penampilan Mira dan Mikha dari bawah hingga ke atas. "Kami ingin mengantar makan siang pak William," jawab Mira ramah.  "Sebentar, ya, Bu, saya hubungi sekretaris beliau dulu." Mira mengangguk sebagai jawaban untuk resepsionis itu. "Ibu Mira, ya?" Tanya resepsionis itu memastikan.  "Iya," jawab Mira. Resepsionis itu lalu memberikan kartu akses lift kepada Mira.  "Ibu Mira silahkan naik lift sebelah kanan, Anda bisa menekan tombol angka tiga puluh. Setelah sampai,  sekretaris pak William akan mengantarkan anda langsung ke ruangan beliau." "Terima kasih," ucap Mira, lalu pergi ke arah kanan dan naik Lift seperti petunjuk yang resepsionis katakan. "Tempat Papa kerja ternyata sangat besar ya, Tante," kata Mikha kagum, dia melihat ke sekeliling dengan mata berbinar. Mikha bukan pertamakalinya datang ke kantor William, ini mungkin yang kedua atau yang ketiga, saat dia berumur sepuluh bulan saat ayahnya baru bercerai dan belum menemukan pengasuh saat itu. Tapi yang jelas dia tidak mengingatnya. Lift yang mengantarkan mereka sudah tiba di lantai tigapuluh, saat mereka keluar dari lift, seorang perempuan dengan gaya modis menunggu mereka di depan lift.  Perempuan itu memandang Mira dan Mikha dengan tatapan merendahkan. Mira yang sudah terbiasa dengan tatapan itu, hanya acuh, dia tidak bisa mengubah persepsi orang. Terserah mereka mau menilai Mira bagaimana pun, Mira tidak akan peduli. Karena prinsip Mira, selagi orang itu tidak mengganggunya maka Mira juga akan diam. Mereka tiba di depan sebuah pintu kayu bergaya modern dengan ukiran-ukiran rumit. Sekretaris William mengetuk pintu. "Pak, asisten rumah tangga anda sudah tiba!" Lagi-lagi wanita itu menoleh remeh kepadanya. Pintu terbuka otomatis,  "Papa!" panggil Mikha dengan riang, William meminta mereka masuk. "Silahkan keluar Seila, saya tidak meminta kamu masuk!" ucap William datar. Seila yang tadi terkejut karena panggilan anak kecil itu tersadar. "Ba-baik, Pak" Saat melewati Mira, wanita itu sengaja menyenggol bahu Mira, lalu kalung yang dia pakai menyangkut di kancing baju Mira.  Sekretaris William itu menatap mira dengan kesal, lalu dia menarik cepat kalungnya dan menyebabkan kancing atas bajunya terlepas. Lalu tapa kata maaf. Seila  keluar dari rungan itu, meninggalkan Mira yang berusaha menutup dadanya dan William yang pusing karena hasratnya yang mulai naik.   Mira memegangi ujung bajunya, agar tidak terlepas dan memperlihatkan buah dadanya, namun saat menghidangkan makan siang William, Mira tanpa sadar melepas pegangannya, memeperlihatkan belahan dadanya yang terlihat segar dan menggiurkan di mata William.  William menggeram rendah dan menundukkan kepalanya, mengalihkan tatapan matanya dari belahan buah dad'a Mira yang ingin sekali dia sentuh. "Saya sudah selesai, Pak. Apa sekarang kami boleh pulang?" Tanya Mira hati-hati.  "Tapi Mikha masih ingin di sini, Tante." Mikha menolak untuk pulang, dia masih ingin tinggal di ruangan kerja ayahnya.   "Ekhem.." William membersihkan tenggorokannya yang kering.            "Apa kalian sudah makan?" Tanya-nya, basa-basi. dan lagi-lagi William tidak bisa menahan matanya untuk tidak melihat ke arah d'ada Mira. "Sudah,." Jawab Mira tanpa melihat William, Dia memperhatikan Mikha yang berlarian di ruangan kerja William.  William tidak bicara lagi, dia menyibunkkan dirinya dengan makanan yang ada di hadapannya. Matany sesekali mencuri pandang ke arah buah d'ada Mira. William menelan ludahnya kasar saat melihat buah dad'a Mira yang bergoyang, saat sedikit berlari mengejar Mikha. "Saya sudah selesai." William memecah keheningan di ruangan itu, dia melihat Mira yang duduk di sofa dengan Mikha yang tertidur di pahanya. "Sebentar, Pak, saya pindahkan Mikha dulu." William berdiri dan mendekat pada Mira yang terlihat kesulitan memindahkan Mikha dari pangkuannya.   William dengan mudah mengangkat Mikha dari pangkuan Mira, lalu membaringkan Mikha di sofa dengan pelan. Mira bejalan ke meja William dan membereskan peralatan bekas makan majikan-nya itu. "Sudah, Pak."  Mira berdiri di tengah ruangan, dia bingung mau ngapain sekarang.  William mengangguk. "Kamu bisa duduk di situ, tunggu sampai Mikha bangun!" Perintah William.  "Baik, Pak," Jawab Mira patuh. William kembali fokus bekerja, sesekali dia melihat Mira yang membaca majalah bisnis yang tersedia di meja sofa dengan serius. Sesekali keningnya berkerut lucu. Lama-lama Mira mengantuk dan akhirnya tertidur. Kepalanya terkulai di sadaran sofa. William tanpa sadar menyusuri wajah tanpa polesan make up Mira, lalau turun keleher dan d'ada Mira yang sedikit terbuka, akibat kancing yang terlepas tadi. William menelan ludahnya kasar. Lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Bisa-bisanya wanita kampung terlihat menggoda di matanya. William berusaha fokus ke pekerjaannya, namun dia benar-benar tidak sanggup mengalihkan matanya dari Mira yang tertidur di ruangannya. Dengan kesal, William berdiri dan melangkah mendekat ke sofa. Dia berdiri menjulang di depan Mira yang tidur bersandar di sofa. "Dasar wanita kampung!" desisnya hampir tanpa suara. William menunduk dengan pelan dan hati-hati, matanya menatap tajam keseluruh bagian tubuh Mira. William baru saja ingin menempelkan bibirnya di bibir milik Mira. Namun dia langsung berdiri tegak, melihat Mira yang sepertinya akan bangun. William kembali berjalan ke mejanya sambil mengawasi Mira yang sudah bangun dan mengamati sekitar. Tidak lama Mikha juga terbangun. *** Mira dan Mikha sudah tiba di rumah, mereka pulang lebih dulu. William bilang masih banyak pekerjaan yang belum dia selesaikan. Hingga malam pukul sepuluh lewat lima, William baru tiba di rumahnya. Saat dia masuk ke kamarnya, beberapa perlengkapannya sudah di sediakan di ranjang. william tidak pernah mengeluh dengan kinerja Mira, gadis itu begitu cekatan dan pekerjaan yang bagus. William tidak menyangka kalau Mira bisa bekerja sebagus itu, karena dia berasal dari kampung. Setelah mandi dan berganti pakaian, William turun ke dapur untuk makan. Dia tidak sempat makan di luar tadi. Di dapaur dia melihat Mira sedang mengisi air ke teko kecil yang harus di letakkan di kamar Mikha. Kebiasaan putrinya yang sama persis dengannya. Suka terbangun malam dan kehausan. Karena itu mereka selalu menyediakan minum di kamar. Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD