UL 8

917 Words
Selama seminggu lebih hubungan Prilli dan Nanda belum juga membaik, tidak ada salah satupun diantara mereka yang mencoba meminta maaf. Prilli pernah ingin melakukannya, tapi dia menghentikan niatannya saat dilihatnya Nanda benar benar tidak mempedulikannya, bahkan terlihat seakan membencinya. Lebih baik ia membiarkan Nanda tenang terlebih dahulu. "Pril, itu bebeb lo diambil Angel." Prilli menolehkan kepalanya saat Ira memanggilnya, dia menatap ke bangku Abra. Disana terlihat Angel yang duduk disamping Abra. Prilli hanya menatap datar lalu mengangkat kedua bahunya acuh. Entah kenapa setelah malam itu, ia menjadi enggan untuk mendekati Abra lagi. Menurutnya Abra yang dikenalnya tidak akan mungkin menginjakan kaki ditempat seperti itu, tapi kenyataannya sangatlah tidak sama. Lagipula ia juga tidak benar benar menyukai Abra, dia hanya senang menggoda Abra yang selalu bertampang datar. Tapi entah kenapa, dia tidak suka jika melihat Abra didekati oleh cewek lain ataupun jika Abra tidak memberikannya respon, kadang kadang dia merasakannya. Semua yang ada dikelas hanya menatap takjub melihat respon Prilli yang tidak seperti biasanya, jika ada yang mendekati Abra maka dia akan langsung bertindak menjauhkan Abra dari siapapun itu, tapi lihatlah sekarang. "Pril lo seriusan?" " Prilli kenapa berubah?" "Anjing Prilli sudah waras!" " Prilli move on itu!" "Yeay kita merdeka dari Prilli " Begitu banyak seruan teman temannya yang berbeda tetap tidak dipedulikan Prilli. Dia hanya asik mencorat coret dibagian belakang buku tulisnya, entah tulisan ataukah gambar yang dituliskannya. "Jelek." Prilli menoleh kearah Huda yang duduk disampingnya, lalu kembali fokus dengan kegiatan sebelumnya. Huda yang kesal dengan perubahan Prilli yang terkesan acuh, langsung merebut buku Prilli yang membuat Prilli langsung menatapnya kesal. "Siniin buku gue, b**o!" desis Prilli sambil mencoba mengambil bukunya dari tangan Huda. "Nggak bisa." Huda terus menghindar, belum mau menghentikan aksinya. "Huda, balikin buku gue!" Prilli menaikkan suara satu oktaf tanpa sadar hingga membuat teman temannya beralih menatapnya. Huda pun terkejut mendengar suara Prilli yang meninggi. Untuk pertama kalinya dia melihat Prilli semarah ini. Abra langsung melihat ketempat Prilli duduk yang disampingnya juga ada Huda. Dia terkejut saat mendengar suara Prilli yang lumayan keras. "Lah, lo kenapa Pril, PMS ya?" "Anjing Prilli, bikin kaget!" " Prilli kenapa sih hari ini? Aneh banget kayaknya." Abra hanya membiarkan beberapa temannya yang mengomenteri tingkah Prilli tadi. Dia melihat Huda yang menarik Prilli mencoba untuk menenangkannya, dia mendengus melihat adegan itu, tapi enggan untuk mengabaikannya juga. Huda mencoba menenangkan Prilli agar rasa marahnya berkurang, sementara Prilli memejamkan matanya untuk mengontrol emosinya. "Sorry, gue nggak maksud." gumam Prilli pelan, dan yakin hanya Huda yang dapat mendengarnya. Huda mengangguk membalas, dia semakin merapatkan duduknya agar bisa lebih jelas mendengarkan Prilli. "Lo kenapa sebenernya?" Prilli enggan menjawab, dia hanya diam. Tapi Huda tau jika diamnya Prilli karena masalah minggu lalu. "Lo marah sama gue?" tanya Huda, Prilli menggeleng. "Bohong. Lo marah sama gue!" desak Huda, dia hanya ingin mengetahui emosi apa yang ada pada diri Prilli. "Gue nggak marah sama lo, Da." desah Prilli, entah bagaimanapun dia tetap tidak bisa untuk menjauh dari Huda, karena Huda sudah dianggapnya seperti kakak baginya. "Kalau lo mau cerita, gue pasti dengerin." Prilli hanya mengangguk dan tersenyum mendengar penawaran Huda. *************** Nanda melihat semua adegan itu, dan lagi lagi ia merasakan sesak itu datang lagi. Sesak yang akan datang apabila melihat Huda bersama dengan orang lain terlebih lagi Prilli. Nanda tersenyum miris, dalam hati ia telah berpikir untuk meminta maaf tetapi sepertinya itu tidak akan pernah terjadi, apalagi melihat Prilli yang tidak pernah berusaha untuk meminta maaf kepadanya. Mungkin pertemanannya dengan Prilli memang hanya sampai disini saja, meski dirasa sangatlah egois telah mengakhiri hubungan pertemanan karena seorang cowok ataupun cewek. Padahal selama ini dia selalu mengutamakan hubungan pertemanan mereka. "Memang gue nggak pantes buat bisa bersaing sama lo, Pril." gumam Nanda dalam hati. "Abra!" bunyi nyaring bergema saat jam istirahat selesai, seorang cewek berdiri didepan kelas. Cewek itu langsung mendatangi Abra, semua yang ada disitu menatap tidak suka pada cewek itu -Nindi- yang satu sekolahanpun tau jika dia sangat menggilai Abra dari awal masuk. Bahkan cewek itu tidak segan segan mendekati Abra secara terang terangan. "Pril saingan lo itu" Rahmat sengaja mengeraskan suaranya, agar Nindi merasa sedikit malu, tapi memang yang namanya Nindi itu tidak punya malu. Meskipun wajahnya cantik dan tajir tapi tetap saja mereka tidak menyukainya. Nindi menatap sinis Rahmat lalu melihat kearah Prilli yang hanya terdiam, menurutnya jika Prilli benar menyukai Abra maka dia akan menjadi saingan terberatnya. Beredar kabar, jika Prilli sering mengikuti Abra dan memanggil Abra dengan panggilan sayang, tapi Nindi tidak peduli yang terpenting Abra hanya miliknya. "Eh gendut, jaga ya itu mulut lo!" Nindi balas menyindiri Rahmat, tapi kali ini rupanya Rahmat terpancing emosi. "Anjing apa lo bilang?" Rahmat berdiri dari duduknya tapi buru buru ditahan oleh Imran yang ada disebelahnya. "Udah deh, Mat orang kayak dia itu emang gitu, nggak punya malu." kali ini Acha yang menyindir. Abra berdiri dari duduknya untuk menghentikan keributan yang dibuat oleh Nindi dengan teman sekelasnya. "Mending lo pergi deh." ujar Abra saat sudah berhadapan dengan Nindi. "Gue kan mau ketemu lo, Ab." Nindi mengubah raut wajahnya sedih. "Drama drama!" teriak Malik yang agak menyindir Nindi. "Gue enek sama lo." Abra meninggalkan kelas. Nindi terdiam ditempatnya, wajahnya memerah, ucapan Abra tadi sangat menghinanya. Dengan perasaan kesal Nindi meninggalkan orang orang yang sedang menertawainya, Abra benar benar keterlaluan, dia pikir dengan bersikap acuh kepadanya akan membuatnya menyerah, tentu saja tidak. **************** Prilli hari ini berencana pulang dengan Huda, karena Huda berjanji akan mentraktir Prilli dicafe langganan mereka, sekaligus menemani Prilli yang ingin membeli novel terbaru ditoko buku yang kebetulan dekat dengan cafe. "Pril gue bener bener minta maaf." Huda mengucapkan permintaan maaf saat mereka baru menduduki tempat dipojok cafe. "Buat?" "Itu, lo udah berantem sama Nanda." Huda meringis diakhir kalimat. Prilli mengangguk. "Udah gue maafin, lagian lo nggak salah kok nyet." Huda ikut tertawa mendengar suara tawa Prilli yang akhirnya dapat ia dengar setelah beberapa hari mereka tidak bertegur sapa. Suasana canggung setelah beberapa lamapun menghilang seiring dengan obrolan santai mereka.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD