Raden Arya menatap wajah perempuan di bawah tubuhnya. Dibawah kukungannya. Napasnya berat, tapi bukan karena amarah seperti biasanya—melainkan karena sesuatu yang jauh lebih rumit. Ia seperti melihat Ayu dalam wujud yang baru malam itu. Bukan sekadar istri karena perjodohan, bukan pula pengganti cinta lama yang belum selesai. Tapi seorang wanita yang kini menuntut untuk dikenali, dipahami, bahkan—dicintai. Ayu menggigit bibirnya, berusaha menahan detak jantung yang berdebar tak karuan. “Tolong jangan lakukan ini kalau di hati kamu masih ada orang lain, Raden Arya,” ucapnya pelan, hampir berbisik, namun cukup untuk membuat d**a Arya terasa sesak. “Tau dari mana kamu kalau di hatiku ada orang lain?” balas Arya, suaranya berat, rendah, tapi mengandung sesuatu yang sulit dijelaskan—antara ma

