bc

Moo's Heart

book_age16+
997
FOLLOW
4.0K
READ
love-triangle
sensitive
dare to love and hate
CEO
student
sweet
bxg
city
enimies to lovers
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Entah cinta apa yang diperjuangkan Moody. Padahal ia sangat tahu kalau Dwika menikahinya hanya karena sepotong daging yang tumbuh di tubuhnya, hidup dan berdegup. Ada sepotong hati milik kekasih Dwika di tubuhnya dan seperti layaknya alarm bila Moody berada di dekat Dwika, jantung serta hatinya akan berdegup kencang. Bila berjauhan, Moody merasakan kesakitan. Itulah yang membuat Reinhard menyerah agar putrinya bersanding dengan Dwika. Demi keselamatan Moody. Namun, tak ada yang tahu perasaan Moody sesungguhnya. Akankah semua berjalan dengan semestinya? Berhasilkah Moody memperjuangkan cintanya?

Cover by : Pixabay

chap-preview
Free preview
MH 1
* "Padahal udah dua tahun ya, Tus. Tapi tetep aja harus kontrol. Capek, tahu?" cetus Moody. "Sabar Moo. Emang kudu gitu. Luarnya udah oke, dalamnya ya mene ketehe!" sahut cowok berkuncir itu. "k*****t lo!" Mereka berdiri di depan pintu lift, masih ngobrol kesana-kemari. "Lo masih nyari si malaikat tanpa sayap itu, Moo?" tanya Titus. "Hm, penasaran gue Tus. Gue pengen hubungi keluarganya aja nggak bisa. Kayak sengaja, nggak boleh gue ketemu dia." Moody menarik napas. "Deketin prof Abi dong, Tus. Siapa tahu lo dapet bocoran dari dia," "Yaelah, tuh prof lo udah tahu se-killer apa? Mana bisa gue korek info dari dokter modelan beliau? Cari mati. Gue ditendang dari rumah sakit ini, berabe." sahut Titus. Moody terkekeh. Dia masih mencangklong tasnya tak peduli. Masih pakai seragam pula. "Abis ini langsung pulang lo," Mereka yang menunggu pintu lift terbuka lalu terburu masuk. Seorang cowok yang baru keluar dari lift tanpa sengaja bertubrukan dengan Moody. Sampai ponselnya terjatuh. Prek! "Oops! M-maaf...O-Om, eh Mas." ucap Moody. Tatapan tajam cowok itu membuat hati Moody terlonjak. Cowok itu mengambil ponselnya dan berlalu. Mengabaikan permintaan maaf Moody. "Ih, juteknya! Bbbrr.... Dingin kayak freezer." komen Moody seraya masuk ke dalam lift. Titus terkekeh,"Ganteng tahu tuh cowok!" "Lo masih normal kan? Nggak doyan pedang? Jutek gitu dibilang ganteng. Amit-amit! Hiyyy!" Moody bergidik. Tiba-tiba pintu lift yang hampir tertutup terkuak kembali karena seseorang menahannya. Moody membelalak. Jantungnya berdegup kencang. Dia mendadak berkeringat dingin. "Maaf," Moody tercekat. Cowok tadi! Dia pasti denger gue ngomong sembarang barusan. Kenapa balik lagi coba...? "Iya, aku tunggu di lobby." Moody menatapnya takut-takut saat cowok itu tengah menelpon. "Moo, kenapa lo? Kerasa lagi?" bisik Titus. Moody menggeleng. Ini jantungnya kenapa mendadak kecentilan begini ya? Dia mengerjap. Tubuhnya melemas. "Moo!" Karena posisi Moody dekat cowok yang baru masuk tadi, otomatis, cowok itu dengan sigap menahan tubuh Moody. "Dek, dek... Kenapa dia?" tatapnya mengarah pada Titus. Titus cuma menggeleng. Kesal karena Titus tidak juga membopong Moody, cowok itu berinisiatif sendiri menggendongnya. "Nih bawa!" dia lempar tas Moody pada Titus. Lalu digendongnya Moody begitu keluar lift. "Suster, tolong nih ada yang pingsan. Rawat dia oke?" Moody dibaringkan di brangkar. "Eh, tapi--" "Tuh temennya, tanya aja ke dia." Cowok itu menunjuk Titus dan berlalu. Titus hanya diam memandangi punggung cowok tadi sambil geleng-geleng kepala. Sedangkan cowok tadi, Dwika namanya, dengan secepat kilat menuruni tangga. Matanya mencari-cari seseorang. "Mbak Ega!" panggilnya. Seorang wanita menuntun bocah lelaki empat tahun. Melambai dan tersenyum ke arahnya. "Gimana Bunda?" "Ya gitu." sahutnya pendek. "Jangan kasar loh, Ka. Iya-iya aja jawabnya," "Kalo disuruh kawin diiyain, berabe. Mbak Ega nggak mikirin apa perasaanku?"cebiknya. Ega merotasi matanya. Sudah basi. Adiknya itu pasti akan nyerocos bak kereta api, panjang lebar. Dan topiknya tak jauh-jauh kalau dia menolak perjodohan yang digalakan ketiga wanita penting dalam hidupnya ini. Dua kakak kembar dan bundanya. "Pokoknya kalo mbak nggak dukung bunda, malapetaka itu nggak akan terjadi." sergahnya. "Malapetaka apa sih, Ka? Mikir kok negatif sih? Nikah tuh enak tahu!" Dwika mencibir,"Kalo sama Retha it's ok!" "Pengen ikutan nge-rip?" Seketika mereka diam. Ega menyadari kesalahannya. "Sori, keceplosan." "Kalo aku nggak mikirin Bunda, aku udah nyusul Retha, Mbak!" Saat ini emosi Dwika sedang labil. Mungkin karena deraan masalah yang datang bertubi. "Hust! Ngomong sembarang. Ayo temui Bunda," Ega menggandeng Dwika dan menuntun Kenzo. "Bapaknya ngadem mulu di Jepang, kapan baliknya?" tanya Dwika sambil menggendong keponakannya. "Seminggu lagi dia pulang. Urusannya banyak di sana, Ka." sahut Ega. Saat dia masuk lift, malah ketemu Moody yang kini duduk di kursi roda. "Loh, Mas? Makasih ya Mas tadi udah nolongin temen saya. Maaf jadi ngerepotin," Titus menunjuk Dwika. Dwika mengangguk samar. Ega yang mendengar itu menoleh. Alisnya bertaut. Sumpeh lo, adek gue nolongin orang? "Emang kamu sakit apa?" tanya Ega. Moody yang sedari tadi tertunduk, mendongak dan melayangkan senyuman. "Sirosis," "Oh, maaf." Ega menutup mulutnya. "Semoga cepet sembuh ya?" "Makasih Mbak," Dwika hanya melirik sebentar ke arah Moody. Setelah pintu terbuka, Ega mempersilahkan Moody duluan yang keluar. Moody tersenyum sambil melambai. Dwika memperhatikan itu semua. Dan entah kenapa hatinya berdebar melihat senyum itu. Cepat Dwika menepis perasaan aneh yang hinggap di hati yang salah. "Kasian banget," gumam Ega. "Siapa?" "Yang tadi, cewek yang kamu tolong katanya. Sirosis. Ah, semoga dia beruntung dapet donor hati," jawab Ega. "Apa? Donor hati?" Mendadak hatinya kelabu. Gerimis. Ingat Retha. Moodnya kembali buruk. * Moody termenung. Dia masih duduk di ranjang inapnya. Ditekuk kedua kakinya dan menyangga dagunya di sana. Dia heran kenapa saat ketemu cowok itu, hatinya berdegup kencang. Seperti lompat-lompat. Caper banget sih! "Eh, tapi cewek yang bareng cowok itu kok rasanya kenal ya? Emh...shit! Lupa." monolognya. "Apaan nih, shut-s**t, shut-s**t?" "Baru nongol lo, Kaktus!" Titus cuma nyengir sambil menutup pintu. "Sarapan dulu dong," "Kenapa makannya nyisa?" Titus menilik piring di atas nakas. Moody mengerucut,"Pengen pulang, Tus. Papa nggak ngasih ijin." "Ya iyalah. Kan nunggu dulu Profesor Abi, Moo. Dia kan lagi seminar di Jepang," sahut Titus. "Jadi, masih lama dong? Ya pulang aja dulu," rengek Moody. "Nggak bisa, Moo. Lo pengen gue kena SP?" Titus menghempaskan tubuhnya di sofa. Ruang rawat inap yang ditinggali Moody memang berkelas VVIP. "Om nanti siangan datengnya," lanjut Titus. "Bodo." cebiknya. Tapi Moody teringat cewek yang menyapanya di lift. "Tus, Kaktus! Kalo dokter yang nanganin gue itu, siapa?" "Profesor A--" "Tahu itu mah. Yang satunya lagi, cewek." "Oh, dokter Egi. Kenapa emang?" "Bukannya cewek yang nanya kita tuh, dia ya? Mirip loh," "Kalo dokter Egi sih gue tahu. Bukan dia. Mirip doang itu mah," selorohnya. "Nggak ah, mirip. Cuma kalo dokter Egi keliatan lebih dewasa dan cewek banget. Kalo yang tadi tomboy abis!" kilah Moody. "Yaelah dibilangin juga. Dokter Egi emang kemayu, cantik luar dalem." "Udah merit?" "Udah, sama dokter bedah plastik asal Korea. Hebat nggak tuh? Duhhh, keluarga dokter mesti kawinnya sama dokter lagi ya? Nice destiny," decak Titus. "Bosen. Keluar yuk," ajak Moody. "Moo, gue capek. Dipikir gue di sini ongkang-ongkang kaki apa? Gila, semaleman banyak banget pasien. Tabrakan beruntun. Hiyyy!" Titus bergidik. Moody tertawa,"Dasar aneh lo, dokter penakut." "Takut itu manusiawi, tahu?" elak cowok gondrong itu. Kembali Moody terkikik. "Ya udah gue ke taman sendiri aja," Moody akhirnya ke taman sendiri. Ia tahu, Titus pasti capek. Sungguh tak tahu diri kalau dia sampai mengganggu Me Time-nya. Sedang sejak dua hari lalu, anak itu ia repotin. Masih terdengar pesan Titus agar ia ke taman yang deket bangsal. "Iyaa," sahutnya patuh. Belum juga lama berada di taman, baru saja Moody menikmati suasana yang berbeda, di depannya seorang balita terjatuh. Menangislah balita itu. Moody segera meraup tubuh mungil nan gempal itu. "Oh, jatuh ya? Eyy, tapi nggak nangis ya? Bolehnya ketawa, coba mana giginya?" Moody membersihkan lutut sang balita. "Nggak nangis kan?" "Nggak," bocah itu menggeleng. "Good boy," sahut Moody. "Ezo, aunty. Bukan boy," Moody tersenyum,"Namanya Ezo? Oke Ezo, nah sekarang Aunty anterin Ezo ke Mama ya. Dimana mama Ezo?" Belum sempat Ezo menjawab, seorang cowok berlari menghampiri. "Kenzo? Darimana sih? Mommy nyariin tuh," dia berjongkok lalu menggendong Kenzo. "Kenapa lututnya?" "Tadi jatuh, Mas eh, Om." Cowok itu berbalik dan menatap Moody tajam. "Kenapa bisa jatuh?" "Eoh?" "Liat bocah jatuh bukan ditolongin," gerutunya. "Daaa.. Aunty," "Daaa...Ezo," Moody mencebik, jutek banget sih tuh cowok? Moodnya turun drastis yang tadinya mau ngadem sambil cuci mata. Sedang Dwika misuh-misuh tak jelas saat kembali ke kamar inap sang bunda. "Untung nggak diculik. Mbak main tinggal aja," sungut Dwika. Ega berdecak,"Tuh Bun, sewot dia tiap hari." "Nggak usah ngadu," balas Dwika. "Kalian ini udah gede masih ya, apalagi kalo ada Egi tambah rame. Oiya, dia kapan pulang?" lerai Tika. "Belum ngabarin. Ijong masih sibuk, mungkin." sahut Dwika. "Ijong, Ijong, manggil nama tuh yang bener, gitu-gitu juga dia kakak iparmu." sahut Ega. Dwika mendelik tak suka. "Kepanjangan manggil namanya, Kim Jong In. Kalo manggil Kim, itu nama marga dia. Dibilang nggak sopan ntar. Lagian Ijong nggak keberatan ini,"sergah Dwika. "Ih, dasar cowok pms." Ega bergidik. "Egaaa..." Tika cepat menengahi sebelum pecah perang. Dwika sejak kecil memang suka berdebat dengan dua kakak kembarnya. Entahlah kenapa, apa karena merasa tersaingi atau tak punya teman. Apa saja dijadikan alasan untuk berdebat sampai bertengkar. Kebetulan sikap ketiganya sama-sama tak mau mengalah. Maka Tikalah yang sering melerai mereka. Kini rasa kuatir menyelimuti hati wanita paruh baya itu. Dwika masih menyendiri, dia betah dengan hidupnya yang sepi, betah merecoki hidup dua kakak kembarnya, dan betah tenggelam di kubangan memori tentang Retha. ** Next

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.6K
bc

My Secret Little Wife

read
97.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook