MALAM MINGGU

1080 Words
Aku duduk di kafe dan sudah hampir beberapa jam lamanya. Waktu telah memasuki jam 21.00 waktu Republik Damba. Kafe semakin ramai karena ini adalah malam Minggu. "Lama juga aku duduk sendiri sampai beberapa jam." “Woy enak ya kopinya, kau pesan jugalah sana, ayo,!” Seruan pengamen itu terdengar sampai ke mejaku. “Bagi lah, satu gelas sini,!” Katanya pengamen yang lainnya. Setelah beberapa menit aku pandangi. Mereka memesan dan juga membagi-bagi uang hasil keringatnya pada hari ini. “Permisi Mas, kalau boleh tau, dari mana kalian-kalian ini ya,?” tanyaku kepada para pengamen itu. “Oh, kami dari dekat sinilah Mas, biasanya juga nongkrong disini kok, lah Mas nya darimana,?” tanyanya para pengamennya kepadaku. “Ya, kalau saya dari rumah tadinya,” Kataku dengan senyum ramah. Aku mengobrol dengan santai bersama mereka semuanya, seperti tidak ada batas tinggi rendahnya suatu tingkatan status strata. Apalagi aku juga hanyalah seorang mahasiswa biasa. Aku cukup sederhana, tapi walaupun begitu aku punya selera dan juga ingin berkembang. “Kalau Masnya mengamen aja nih, apa berkuliah juga gitu,?” tanyaku yang sedikit penasaran akan pembawaan mereka yang terlihat seperti orang kuliahan. Aku coba menebak-nebak, apakah mereka itu berkuliah juga, atau hanya mengamen saja. “Wah, kalau saya mengamen saja Mas, kalau Liba nih orangnya, dia kuliah Mas, sama yang satunya itu tuh Cupo, yang lagi mesan kopi Gulamai, gitu,” Katanya pengamen yang satunya kepadaku menjelaskan. "Oh begitu ya, pantas saya lihat-lihat tadi kok seperti mahasiswa gitu," Kataku pada para pengamennya. Kopi Gulamai merupakan kopi favorit dikalangan mahasiswa, rasanya gulanya yang manis dan seimbang dengan pahitnya rasa kopi itu. "Kopi gula yang seimbang, manis dan pahitnya." Tampangnya para pengamen itu biasa saja, tapi bila kulihat dari gerak-geriknya, sepertinya mereka masih kuliah namun mengamen untuk cari jajan. Mereka pun sungguhlah bernyali, sudah di tegur sama Pak sekuriti kafe, tapi mereka tetap saja bernyanyi. Cupo yang sedang memesan kopi Gulamai tadinya cukup tinggi, rambutnya lurus dan rapi serta gaya belah tengah, sedangkan Liba yang diperkenalkan kepadaku, orangnya cukup garang. Liba rambutnya panjang dan juga ikal. Kami mengobrol, berkenalan dan mulai saling memahami. “Oh iya, salam kenal ya Mas, saya Liba, Saya hobi nyanyi dan gitaran juga nih,” Katanya Liba kepadaku. “Oke, salam kenal juga Mas Liba, saya Yik, biasanya dipanggil Yik saja,” Kataku kepadanya. “Baik. Kuliah ya Mas, apa kerja gitu,?” tanyanya Liba padaku. “Ya, saya berkuliah juga Mas, di Universitas Kimer Techno Zhilogic, jurusan saya Drama Kontemporer, fokusnya di bidang Seni Komedi Romantis, begitu,” Kataku dan memperkenalkan diri kepadanya. Kemudian pengamen Cupo yang memesan kopi tadinya sampai lagi ke meja di tempat kami mengobrol saat ini. Dia membawa secangkir Kopi Manis Gulamai yang sangat populer rasanya. “Kopi Gulamai yang begitu manis, sehingga pahitnya kopi itu seperti tidak terasakan pahit.” Kopinya manis bertabur gula namun tidak membuat pusing kepala. Kemudian Liba mengenalkanku kepadanya Cupo. "Hey sini-sini. Wah ini nih Mas perkenalkan, ini temanku juga Mas dan namanya Cupo. Dia hobi musik dan juga bisa main bas Mas,” Katanya Liba mengenalkanku pada Cupo. "Oh begitu, baik, ya saya Yik, salam kenal juga ya Mas Cupo,” Kataku pada Cupo dan cukup menghormatinya. Kami berjabat tangan dan saling bercerita-cerita. Liba dan Cupo juga masih berkuliah di sebuah Universitas Swasta di Negara Republik Damba, tepatnya di Universitas Seni Maniskas Damba Seniya. "Universitas Seni Terkini, Modern dan Millenium." Universitas yang sangat terkenal dan populer, terutamanya pada bidang kemajuan teknologi dan seni. Mereka banyak menciptakan para sarjana seni konkret terkini dan mantap. Kami berkenalan dan bercerita, tiba-tiba Pak sekuriti Kafe datang menghampiri kami dan menendang minuman kopi Gulamai yang baru saja dibeli olehnya Cupo, tentu hal itu membuatku menjadi kaget dan syok seketika saja. "Kaget loh, gimana sih, tiba-tiba di tendang, aneh." “Hey kalian, kenapa duduk-duduk disini, Wataw…,” tendangannya Pak sekuriti yang terlihat sedikit geli. Suasana yang tenang tadinya menjadi berubah tegang. Kulihat Cupo cukup geram melihat minumannya ditendang. Kemudian ia bereaksi begitu cepat, seakan-akan ingin menendang juga Pak Sekuritinya. “Apa-apaan ini, kok minuman saya di tendang Pak, wah ga beres nih,?” tanyanya Cupo yang geram melihat Pak sekuriti berbadan besar, tampaknya seperti pegulat yang sedang mencuat. “Kalian tidak tahu apa, ini kafe Ngramai loh, jangan mengamen-ngamen di sini, cepat pergi sana,!” Seruanya Pak Sekuriti pada para pengamennya. “Santailah Pak, kenapa Pak, mereka bukan orang usil kok, mereka itu mahasiswa Pak,” Kataku yang mencoba menjelaskan dengan sedikit deg-degan. “Apa kamu!, ga usah ikut campur kamu ya,” Katanya Pak sekuriti kepadaku dan mereka. Kami menjadi terdiam sejenak dan melihat Pak Sekuritinya tampak panas dan geram. Kemudian ada pelayan kafe datang juga dan menghampiri kami serta berkata dengan cukup pelan. "Tadi kan, saya sudah bilang, nanti kalian di tegur sama Pak sekuriti, tapi kalian tidak dengar, “ Katanya pelayan kafe kepada para pengamen dan aku juga mendengarkannya. “Baiklah kalau begitu. Ayo kawan-kawan kita kedepan saja,” Katanya para pengamennya dan mulai beranjak berjalan keluar Kafe. “Hey..., Mau kemana kalian,?” tanyaku pada mereka. “Kami mau kedepan dulu Mas,” Kata mereka sambil membawa kopi Ngaramai yang masih tersisa. "Nanti kita kontak-kontakan saja ya, bisa nongkrong bareng juga nanti ya Mas," Katanya Cupo yang kesal, karena kopinya baru saja ditendang oleh Pak sekuriti tadinya. Aku berkata baiklah kepada mereka para pengamennya dan aku juga butuh kawan, bahkan aku sangat tidak ingin jika menemukan lawan, karena dalam mencari kawan itu sungguhlah susah. Apalagi untuk percaya dari segala macam tipu daya dan itu tidaklah mudah, maka dari itu aku sungguh senang rasanya jika dapat berkawan, dan tanpa memandang-mandang. “Oke Mas e, kita lanjut dulu ya jalan kedepannya, nanti hubungi saja ya,” Katanya mereka kepadaku. “Ya, oke siap Mas,” Kataku pada mereka. Mereka berlalu berjalan keluar kafe dengan menenteng gitar Seniyanya, mungkin karena untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, jadinya mereka berjalan ke arah luar. Bagiku hal yang seperti itu cukup mengasyikkan, namun yang terpenting ialah suasananya kembali menjadi terkontrol. Kafe Ngramai jika semakin malam cukup mengerikan, walaupun kopinya manis. Jika datang bersama dengan pasangan tentunya sangatlah senang, namun bila berkumpul bersama kawan-kawan, rasanya mengasyikan. “Maaf ya Mas tadinya, kalau mau pesan kopi lagi, silakan,” Katanya pelayan kafe kepadaku dan senyum ramah. “Oke tidak apa-apa Mas, ya nanti saya mau duduk-duduk dulu sejenak,” Kataku kepada pelayannya. Aku berpikir dan membayangkan sesuatu yang kuinginkan. Aku duduk sendiri dan ku melihat suasananya begitu ramai, orang-orang datang berpasangan dan berpacaran, tapi aku malah merasakan sepi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD